Hello! Comments Pictures

Saturday, April 27, 2013


MAQASYIDUS SYARI’AH
Di dalam  kepustakaan hukum Islam berbahasa  inggris, Syari’at Islam diterjemahkan dengan Islamic Law, sedang Fikih Islam diterjemahkan dengan Islamic Jurispudence. Di dalam  bahasa  Indonesia, untuk syari’at Islam, sering, dipergunakan istilah hukum syari’at atau hukum syara’ untuk fikih Islam dipergunakan istilsh hukum fikih atau kadang-kadang Hukum Islam.
 Dalam praktek  seringkali, kedua istilah itu dirangkum dalam kata hukum Islam, tanpa menjelaskan apa yang dimaksud. Ini dapat dipahami karena hubungan ke duanya memang sangat erat, dapat dibedakan, tetapi tidak mungkin dicerai pisahkan. Syari’at adalah landasan fikih adalah pemahaman tentang syari’at. Perkataan syari’at dan fikih (kedua-duanya) terdapat di dalam al-Qur’an, syari’at dalam surat al-jatsiyah (45):18
Artinya :.  Kemudian kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat (peraturan) dari urusan (agama itu), Maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak Mengetahui.
Sedangkan perkataan fikih tersebut surat at-Taubah (9): 122.
Artinya :  Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka Telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya. Akan tetapi, perangkuman kedua istilah itu ke dalam satu perkataan, sering menimbulkan salah pengertian terutama kalau dihubungkan dengan perubahan  dan pengembangan hukum Islam.
Oleh karena itu seorang ahli hukum di Indonesia harus dapat membedakan mana hukum islam yang di sebut (hukum syari’at) dan mana pula hukum Islam yang disebut dengan (hukum fikih). Ungkapan bahwa hukum Islam adalah hukum suci, hukum Tuhan, syariah Allah, dan semacamnya, sering dijumpai. Juga demikian yang beranggapan bahwa hukum Islam itu pasti benar dan diatas segala-galanya, juga tidak jarang kita dengar. Disini tampak tdak adana kejelasan possi dan wilayah  antara    istilah hukum Islam dan syariah Allah dalam arti konkritnya adalah wahyu yang murni yang posisinya diluar jangkaan manusia.
Pengkaburan istilah antara hukum islam, hukum syar’i / syari’ah, atau bahkan syari’ah Islam, pada hakikatnya tidak ada masalah. Namun pengkaburan esensi dan posisi antara hukum Islam yang identik dengan fiqh, karena merupakan hasil ijtihad tadi, dengan syari’ah yang identik dengan wahyu, yang berarti diluar jangkauan manusia, adalah masalah besar yang harus diluruskan dan diletakkan pada posisi yang seharusnya.
Sumber utama hukum islam adalah al-qur’an, maka hukum islam berfungsi sebagai pemberi petunjuk, pemberi pedoman dan batasan terhadap manusia. Jika sesuatu itu haram, maka hukum islam berfungsi sebagai pemberi petunjuk  bahwa hal tersebut tidak boleh dikerjakan, sebaliknya jika sesuatu itu wajib maka haruslah dikerjakan.. dengan istilah lain ketentuan hukum islam itu berarti hasil ijtihad fuqaha dalam  menjabarkan petunjuk dari wahyu itu. Namun yang terjadi selama ini  seolah-olah hukum islam itu merupakan seperangkat aturan dan batasan yang sudah mati, sehingga selalu terkesan pasif. Akhirnya hukum islam menimbulkan kesan menakutkan bagi masyarakat sekitarnya, padahal hukum islam itu harus bersifat aktif sesuai dengan pendapat Abu Hanifah adanya istilah ma’rifat (mengetahui) dimana kalimah tersebut memberi inspirasi untuk aktif tidak terlambat memberi ketentuan hukum islam, jika muncul kasus baru. Batasan-batasan tersebut dalam ilmu hukum disebut sebagai fungsi sosial control.[1]
 Pengertian
Menurut bahasa Maqashid adalah jamak dari “maqshid” yang berarti tujuan Sedangkan dalam istilah para ulama, Maqashid Asy-Syari’ah adalah: tujuan-tujuan yang ingin diwujudkan oleh syariat Islam sebagai alasan diturunkannya, demi kemaslahatan hamba-hamba Allah.
Maqashid Syari'ah (tujuan Hukum Islam) menurut al-Syatibi adalah sebagai berikut :
هذه الشر يعة... وضعت لتحقيق مقا صد الشا رع فى قيا م مصا لحهم في الدين والدنيا معا
"sesungguhnya syari'at itu bertujuan untuk mewujudkan kemaslahatan manusia di dunia dan alhirat".
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa kandungan maqashid syari'ah adalah kemaslahatan umat manusia. Muhammad Abu Zahra dalam kaitan ini menegaskan bahwa tujuan hakiki hukum Islam adalah kemaslahatan. Kemaslahatan melalui analisis maqashid syari'ah tidak hanya dilihat dari segi teknis saja, akan tetapidalam upaya dinamika dan pengembangan hukum dilihat sebagai sesuatu yang mengandung filosofis dari hukum-hukum yang disyari'atkan Tuhan terhadap manusia.[2]
          Kalau kita pelajari dengan seksama ketetapan Allah dan ketentuan Rasul-Nya yang terdapat di dalam kitab-kitab hadis yang shahih, kita segera dapat mengetahui tujuan hukum islam. Secara umum sering dirumuskan bahwa tujuan hukum islam adalahkebahagiaan hidup manusia di dunia ini dan akhirat kelak, dengan jalan mengambil (segala) yang bermanfaat dan mencegah atau menolak yang mudharat, yaitu yang tidak berguna bagi hidup dan kehidupan. Dengan kata lain, Tujuan hukum islam adalah kemaslahatan hidup manusia, baik rohani maupun jasmani, individual maupun social. Kemashlahatan itu tidak untuk di dunia ini saja tetapi juga untukmkehidupan yang kekal di akhirat kelak.[3]


A.  Hakikat Maqasyidus Syari’ah

Maqasyidus Syari’ah pada hakekatnya diciptakan untuk kepentingan manusia itu sendiri, yaitu menjaga kehidupan yang mashlahat dan menghindarkan dari kerusakan. Secara rinci, fungsi hokum islam adalah sebagai berikut :
a.    Mengatur kehidupan manusia baik berkaitan hubungan manusia dengan Allah, maupun manusia dengan sesame manusia dan manusia dengan alam, sehingga tercipta kehidupan yang aman, tertib, dan tenteram;
b.    Memberikan perlindungan manusia darinberbagai bentuk dan jenis perbuatan yang dapat menganggu atau merusak kehidupan manusia;
c.    Mewujudkan kemaslahatan hidup bukan hanya umat islam, tetapi bagi semua manusia.[4]














B.    Macam-macam Maqashid Syari’ah
 Kemaslahatan hakiki itu  meliputi lima hal yaitu Agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta. Yang lima ini merupakan pokok kehidupan manusia di  dunia dan manusia tidak akan bisa mencapai kesempurnaan hidupnya di dunia ini kecuali dengan kelima hal  itu.  Yang dimaksud dengan lima ini adalah :
a.    Pemeliharaan Agama
Agama adalah sekuppulan akidah, ibadah, hokum dan undang-undang yang di syari’atkan oleh Allah SWT. Untuk mengatur hubungan manusia dengan Tuhan merreka, dan perhubungan mereka satu sma lain. Untuk mewujudkan dan menegakkannya, agama islam telah mensyari’atkan iman dan berbagai hokum pokok yang lima yang menjadi dasar agama islam, yaitu : kesaksian bahwa tiada Tuhan melainkan Allah dan bahwasanya nabi mukhammad adalah utusan Allah, mendirikan shalat, menunaikan zakat, berpuasa di bulan ramadhan dan menunaikan hajji di Baitullah, seluruh akidah pokok-pokok ibadah yang dimaksudkan oleh syari’dalam pensyari’atanya untuk menegakkan agama dan memntapkannya di dalam hati dengan mengikuti hokum-hukum yang tidak sepantassnya manusia kecuali dengan hukum itu, mewajibkan berdakwah kepada islam, dan mengamankan dakwah tersebut dari penganiayaan terhadapnya dan terhadap orang-orang yang melaksanakannya, dan dari pelatakan berrbagai batu penarung di jalannya.
Untuk menjaga agama islam dan menjamin kelanggengannya dari perlawanan terhadapnya, agama islam mensyari’atkan hukum0hukum jihad, untuk memerangi orang-orang yang berdiri menghalangi perjalanan dakwah kepada islam, dan orang yang di uji keberagamannya supaya ia kembali dari agamanya dan menimpakkan hukuman terhadap orang yang murtad dari agama islam, menghukum orang yang membuat bid’ah dan membuat hal yang baru dalam agama yang tidak termasuk dari agama itu atau menukarkan hukum-hukumnya dari posisinya, serta mencegah seorang mufti yang bersambelawa yang menghalalkan halm yang diharamkan.[5]
      
Pemeliharaan agama merupakan tujuan pertama hukum islam. Sebabnya adalah karena agama merupakan pedoman hidup manusia, dan di dalam agama islam selain komponen-komponen akidah yang merupakan pegangan hidup setip muslim serta akhlak yang merupakan sikap hidup seorang muslaim, terdapat juga syari’at yang merupakan jalan hidup seorang muslim baik dalam berhubungan dengan Tuhannya maupun dalan berhubungan dengan manusia lain dan benda dalam masyarakat. Ketiga komponen itu dalam agama islam berjalin berkelindan. Karena itulah maka hukum islam wajib melindungi agama yang di anut oleh seseorang dan menjamin kemerdekaan setiap orang untuk beribadah menurut keyakinan agama-nya.[6]
       Memelihara agama berarti menjaga hubungan manusia dengan Allah melalui ibadah mahdlah. Pengalaman ibadah merupakan jaminan paling utama bagi manusia untuk mendapatkan kebaikan di dunia dan akhirat. Manusia tidak dapat menentukan sendiri bagaimana melakukan ibadah kepada Allah. Untuk memberikan petunjuk yang benar tentang bagaimana beribadah, Allah mengutus Rasul-Nya yang bertugas memberikan petunjuk , termasuk menetapkan ketentuan hokum syar’i tentang ibadah, seperti shalat, zakat, puasa, haji dan ketentuan-ketentuan ibadah yang berkaitan dengan iadah tersebut. Hanya dengan cara ibadah yang benar, yang telah ditetapkan oleh Allah melalui Rasulullah itulah manusia akan memperoleh kebaikan hidup di akhirat. Dengan kata lain, kebaikan hidup di akhirat yang akan dialami manusia hanya dapat diperoleh dengan jalan beribadah kepada Allah secara benar.[7]
Hal tersebut merupakan tujuan utama dalam hukum Islam sebab agama merupakan pedoman hidup manusia yang memiliki komponen akidah, sariah dan akhlak maka hukum Islam wajib melindungi agama yang dianut seseorang dan menjamin kemerdekan seseorang untuk beribadah menurut keyakinan agamanya.[8]
Memelihara Agama  Memelihara agama adalah memelihara kemerdekaan manusia di dalam menjalankan agamanya. Agamalah  yang  meninggikan martabat manusia dari hewan. Tidak ada paksaan di dalam menjalankan agama. Sudah jelas mana yang benar dan mana yang salah.[9]
b.    Pemeliharaan Jiwa
Agama Islam dalam rangka mewujudkannya mensyari’atkan perkawinan untuk mendapatkan anak dan penerusan keturunan serta kelangsungan jenis manusia dalam bentuk kelangsungan yang paling sempurna. Untuk memelihara jiwa dan menjamin kehidupannya, agama islam pewajiban memperoleh sesuatu yang menghidupinya berupa hal-hal yang dharuri berbentuk makanan, minuman, pakaian dan tempat tinggal, pewajiban qishas, diat dan kaffarat terhadap orang yang menganiaya terhadapnya, mengharamkan melemparkan diri dalam kehancuran, serta pewajiban menghindarkan diri dari bahaya, yang mengancam jiwanya.[10]
Pemeliharaan jiwa merupakan tujuan kedua hokum islam. Karena itu hokum islam wajib memelihara hak manusia untuk hidup dan mempertahankan kehidupannya. Utntuk itu hokum islam melarang pembunuhan (QS 17: 33 ) sebagai upaya menghilangkan jiwa manusia dan melindungi berbagai sarana yang dipergunakan oleh manusia untuk mempertahankan kemsalahatan hidupnya.[11]
Disamping menjaga agama sebagai kebutuhan esensi yang paling utama, islam juga menentukan keharusan untuk menjaga jiwa. Tiap jiwa diciptakan Allah dengan sebaik-baiknya agar dapat mewujudkan kemaslahatan hidup, sehingga harus dipelihara. Ketentuan hokum islam untuk menjaga jiwa diwujudkan dalam bentuk larangan terhadap segala perbuatan yang merusak jiwa atau membahayakannya, misalnya larangan bunuh diri, larangan terhadap pembunuhan, larangan terhadap penyiksaan dan penganiayaan serta perbuatan lain yang sejenis.[12]
Memelihara jiwa adalah memelihara hak hidup secara terhormat memelihara jiwa dari segala macam ancaman, pembunuhan, penganiayaan dan sebagainya. Islam menjaga kemerdekaan berbuat, berpikir dan bertempat tinggal, Islam melindungi kebebasan berkreasi di lingkungan sosial yang terhormat dengan tidak melanggar hak orang lain.[13]

c.    Pemeliharaan Akal
Pemeliharaan akal sangat dipentingkan oleh hukum islam, karena dengan mempergunakan akalnya, manusia dapat berfikir tentang Allah, alam semesta dan dirinya sendiri. Dalam mempergunakan akalnya , manusia dapat mengembangkan ilmu pengetahuan dan tekhnologi. Tanpa akal manusia tidak mungkin pula menjadi pelaku dan pelaksana hokum islam. Oleh karena itu, pemeliharaan akl menjadi salah satutujuan hokum islam.penggunaan akal itu harus di arahkanpada hal-hal atau sesuatuyang bermanfaat bagikepentingan hidup manusia, tidak untuk hal-hal yang merugikan kehidupan. Dan untuk memelihara akal itulah maka hokum islam melarang orang meminum yang disebut dengan istlah khamar dalam al-qur’an ( 5 : 90 ) dan menghukum setiap perbuatan yang dapt merusak akal manusia.[14]

Untuk memelihara akal agama islam mensyari’atkan pengharaman minuman khamar dan segala yang memabukkan dan mengenakan hukuman terhadap orang yang meminumnya atau mempergunakan segala yang memabukkan.[15]
Ketentuan hukum islam menetapkan keharusan untuk memelihara akal. Akal adalah bagian dari manusia yang amat vital, karena hakekat dan keberadaan manusia tergantung pada akalnya. Apabila seseorang telah kehilangan akalnya , pada hakekatnya telah kehilangan esensi manusia itu sendiri. Karena itu Allah menetapkan bahwa akal harus dipelihara dan digunakan untuk menciptakan kemaslahatan hidup manusia. Berkaitan dengan ketentuan itu, Allah menetapkan ketentuan hokum haram minum khamar, yaitu segala jenis minuman yang memabukkan maupun makanan dan hisapan tertentu yang dapat merusak akal manusia.[16]
Memelihara akal adalah memelihara manusia agar tidak menjadi beban sosial, tidak menjadi sumber kejahatan dan penyakit di dalam masyarakat. Islam berkewajiban memelihara akal sehat manusia karena dengan akal sehat itu manusia mampu melakukan kebajikan dan sesuatu yang bermanfaat bagi dirinya dan masyarakat laksana batu merah di dalam bangunan sosial.[17]

d.     Pemeliharaan Keturunan / Kehormatan
Pemeliharaan keturunan, agar kemurnian darah dapat di jaga dan kelnjutan umat manusia dapat diteruskan , merupakan tujuan keempat hukum islam. Hal ini tercermindalam hubungan darah yang menjadi syarat untuk dapat saling mewarisi (QS 4:11), larangan-larangn  perkawinan yang disebut secara rinci dalam al-qur’an (QS 4 : 23), dan larangan berzina (QS 17 :23) hukum kekeluargaan dan kewarisan islam addalah hokum-hukum yang secara khusus diciptakanAllah untuk memelihara kemurnian darah dan kemaslahatan keturunan. Dalam hubungan ini perlu dicatat bahwa dalam al-qur’an , ayat-ayat hokum mengenai kedua bagian hokum islam ini diatur lebih rinci dan pasti dibandingkan dengan ayat-ayat hokum lainnya, Maksudnya adalah agar pemeliharaan dan kelanjutan keturunan dapat berlangsung dengan sebaik-baiknya.[18]
Dengan menjaga keturunan manusia keberlangsungan hidup manusia akan berjalan dengan baik, tertib dan teratur. Untuk memelihara keturunan, Allah menetapkan ketentuan larangan berzina. Karena, perzinaan disamping merusak keturunan juga merusak tatanan hidup dan merusak ketentraman hidup keluarga yang berakibat menganggu kehidupan social.[19]
Untuk memelihara kehormatan agama islam mensyari’atkan hukuman had bagi laki-laki yang berzina, perempuan yang berzina dan hukuman had bagi orang yang menuduh orang lain berbuat zina, tanpa saksi.[20]
Memelihara keturunan, adalah memelihara jenis  anak keturunan manusia melalui ikatan perkwainan yang sah yang diikat dengan suatu aturan hukum agama.[21]

             
e.     Pemeliharaan Harta
Pemeliharaan harta adalah tujuan ke lima hukum islam. Menurut ajaran islam harta adalah pemberian Tuhan kepada manusia, agar manusia dapat mempertahankan hidup dan melangsungkan kehidupannya. Oleh karena itu, hukum islammelindungi hak manusia untuk memperoleh harta dengan cara-cara yang halal dan sah serta melindungi kepentinganharta seseorang, masyarakat dan Negara misalnya penipuan (QS4:29), penggelapan (QS 4:58), perampasan (QS 5:33), pencurian (5:38), dan kejahatan lain terhadap orang lain. Peralihan harta seseorang setelah ia meninggal duniapun diatur secara rinci oleh hukum islam agar peralihan itu dapatberlangsung dengan baik dan adil berdasarkan fungsi dan tanggungjawwab seseorang dalam kehidupan rumah tanga dan masyarakat (QS 4:7, 11, 12, 176 dll).[22]
Yang di maksud memelihara harta adalah menjaga harta milik setiap orang dari berbagai kejahatan criminal yang menganggu harta tersebut. Untuk menjaga harta, Allah menetapkan ketentuan hukum larangan mencuri, dan menetapkan hukum potong tangan bagi orang yang mencuri. Penetapan hukuman bagi pencuri dimaksutkan untuk menimbulkan kemaslahatan bagi kehidupan manusia.[23]
Untuk menghasilkan dan memperoleh harta kekeyaan, agama islam mensyari’atkan pewajiban berusaha mendapatkan rezeki, memperbolehkan berbagai muamalah, pertukaran, perdagangan dan kerja sama dalam usaha. Sedangkan untuk memelihara harta kekayaan itu, agama islam mensyari’atkan pengharaman pencurian, menghukum had terhadap laki-laki maupun wanita yang mencuri, pengharaman penipuan dan penghianatan serta memekan harta seseorang dengan jalan yang batil, merusakkan harta orang lain, mensyari’atkan ganti rugi terhadap orang yang merusakkan harta orang lain, pencegahan orang yang bodoh dan lalai, serta menghindarkan bahaya maupun pengharaman riba.[24]
          Memelihara harta benda adalah mengatur tatacara mendapatkan dan mengembang biakkan harta benda secara benar dan halal, Islam mengatur tatacara bermuamalah secara benar, halal, adil dan saling ridla merdlai. Islam melarang cara mendapatkan harta secara paksa, melalui tipuan dan sebagainya seperti mencuri, merampok, menipu, memeras dan sebagainya.[25]




C.Manfaat Maqashid Syari’ah

Ada beberapa manfaat bila kita mempelajari Maqashid Syari’ah, antara lain:

* Mengungkapkan tujuan, alasan, dan hikmah tasyri’ baik yang umum atau khusus, integral atau parsial di segala bidang kehidupan dan dalam setiap ajaran Islam.

* Menegaskan karakteristik Islam yang sesuai dengan setiap zaman, abadi, realistis dan luwes.

* Membantu ulama dalam berijtihad dalam bingkai tujuan syariat.

* Memadukan secara seimbang prinsip “Mengambil zhahir nash” dengan prinsip “memperhatikan ruh dan substansi nash”

* Mempersempit perselisihan dan ta’ashub di antara pengikut mazhab fiqih.[26]














BAB III
PENUTUP

1.  Kesimpulan
Dari uraian diatas, jelaslah bahwasanya agama islam mensyari’atkan berbagai hukum dalam aneka ragam aspek ibadah dan muamalah serta hukuman yang dimaksudkan untuk menjamin sesuatu yang bersifat dharuri bagi manusia dengan mewujudkannya, memelihara dan menjaganya.

2.  Saran
Maka mari kita senantiasa memelihara, menjaga maqasyid syari’ah atau tujuan-tujuan hukum islam, yaitu agama, jiwa, akal, kehormatan/keturunan, dan harta kekayaan agar mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Munawaroh, Pendidikan Ibadah, Majelis Pendidikan dasar dan menengah,(Yogyakarta :  2009), hal. 15.

http://Hukum islam.com/html. diakses  oktober 2011

http://Hukum islam, syari’at dan fiqih.com/html. diakses 5 oktober 2011

Khallaf, abdul wahhab, Ilmu Ushul Fiqih, (Semarang : PT. Dina Utama), hal. 314.

Ahmad Munawaroh, Pendidikan Ibadah, Majelis Pendidikan dasar dan menengah,(Yogyakarta :  2009), hal. 16.

http://makna maqashid.com/html. diakses  oktober 2011



[1] http://Hukum islam, syari’at dan fiqih.com/html. diakses 5 oktober 2011
[2] http://Hukum islam, syari’at dan fiqih.com/html. diakses 5 oktober 2011

[3] Daud Ali,mohammad, Hukum Islam, ( Jakarta: PT ajaGrafindo Persada, 1990),  hal. 61.

[4] Ahmad Munawaroh, Pendidikan Ibadah, Majelis Pendidikan dasar dan menengah,(Yogyakarta :  2009), hal. 15.
[5] Khallaf, abdul wahhab, Ilmu Ushul Fiqih, (Semarang : PT. Dina Utama), hal. 313 – 314.

[6] Daud Ali,mohammad, Hukum Islam, ( Jakarta: PT ajaGrafindo Persada, 1990),  hal. 63.

[7] Ahmad Munawaroh, Pendidikan Ibadah, Majelis Pendidikan dasar dan menengah,(Yogyakarta :  2009), hal. 15.

[8] http://Hukum islam.com/html. diakses  oktober 2011

[9] http://Hukum islam, syari’at dan fiqih.com/html. diakses 5 oktober 2011

[10] Khallaf, abdul wahhab, Ilmu Ushul Fiqih, (Semarang : PT. Dina Utama), hal. 314.

[11] Daud Ali,mohammad, Hukum Islam, ( Jakarta: PT ajaGrafindo Persada, 1990),  hal. 63.


[12] Ahmad Munawaroh, Pendidikan Ibadah, Majelis Pendidikan dasar dan menengah,(Yogyakarta :  2009), hal. 15-16.
[13] http://Hukum islam, syari’at dan fiqih.com/html. diakses 5 oktober 2011

[14] Daud Ali,mohammad, Hukum Islam, ( Jakarta: PT ajaGrafindo Persada, 1990),  hal. 63-64.

[15] Khallaf, abdul wahhab, Ilmu Ushul Fiqih, (Semarang : PT. Dina Utama), hal. 315.

[16] Ahmad Munawaroh, Pendidikan Ibadah, Majelis Pendidikan dasar dan menengah,(Yogyakarta :  2009), hal. 16.
[17] http://Hukum islam, syari’at dan fiqih.com/html. diakses 5 oktober 2011


[18] Daud Ali,mohammad, Hukum Islam, ( Jakarta: PT ajaGrafindo Persada, 1990),  hal. 64.


[19] Ahmad Munawaroh, Pendidikan Ibadah, Majelis Pendidikan dasar dan menengah,(Yogyakarta :  2009), hal. 16.

[20] Khallaf, abdul wahhab, Ilmu Ushul Fiqih, (Semarang : PT. Dina Utama), hal. 315.

[21] http://Hukum islam, syari’at dan fiqih.com/html. diakses 5 oktober 2011


[22] Daud Ali,mohammad, Hukum Islam, ( Jakarta: PT ajaGrafindo Persada, 1990),  hal. 64-65.


[23] Ahmad Munawaroh, Pendidikan Ibadah, Majelis Pendidikan dasar dan menengah,(Yogyakarta :  2009), hal. 16.


[24] Khallaf, abdul wahhab, Ilmu Ushul Fiqih, (Semarang : PT. Dina Utama), hal. 315.


[25] http://Hukum islam, syari’at dan fiqih.com/html. diakses 5 oktober 2011


[26]  http://makna maqashid.com/html. diakses  oktober 2011

No comments:

Post a Comment