MAQASYIDUS SYARI’AH
Di dalam kepustakaan hukum
Islam berbahasa inggris, Syari’at Islam diterjemahkan dengan Islamic
Law, sedang Fikih Islam diterjemahkan dengan Islamic Jurispudence.
Di dalam bahasa Indonesia, untuk syari’at Islam, sering,
dipergunakan istilah hukum syari’at atau hukum syara’ untuk fikih Islam
dipergunakan istilsh hukum fikih atau kadang-kadang Hukum Islam.
Dalam praktek seringkali, kedua istilah
itu dirangkum dalam kata hukum Islam, tanpa menjelaskan apa yang dimaksud. Ini
dapat dipahami karena hubungan ke duanya memang sangat erat, dapat dibedakan,
tetapi tidak mungkin dicerai pisahkan. Syari’at adalah landasan fikih adalah pemahaman
tentang syari’at. Perkataan syari’at dan fikih (kedua-duanya) terdapat di dalam
al-Qur’an, syari’at dalam surat al-jatsiyah (45):18
Artinya :. Kemudian kami
jadikan kamu berada di atas suatu syariat (peraturan) dari urusan (agama itu),
Maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang
tidak Mengetahui.
Sedangkan perkataan fikih tersebut
surat at-Taubah (9): 122.
Artinya : Tidak sepatutnya
bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari
tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam
pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya
apabila mereka Telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga
dirinya. Akan tetapi, perangkuman kedua istilah itu ke dalam satu perkataan,
sering menimbulkan salah pengertian terutama kalau dihubungkan dengan
perubahan dan pengembangan hukum Islam.
Oleh karena itu seorang ahli hukum
di Indonesia harus dapat membedakan mana hukum islam yang di sebut (hukum
syari’at) dan mana pula hukum Islam yang disebut dengan (hukum fikih). Ungkapan
bahwa hukum Islam adalah hukum suci, hukum Tuhan, syariah Allah, dan
semacamnya, sering dijumpai. Juga demikian yang beranggapan bahwa hukum Islam
itu pasti benar dan diatas segala-galanya, juga tidak jarang kita dengar.
Disini tampak tdak adana kejelasan possi dan wilayah
antara istilah hukum Islam dan syariah Allah dalam arti
konkritnya adalah wahyu yang murni yang posisinya diluar jangkaan manusia.
Pengkaburan istilah antara hukum
islam, hukum syar’i / syari’ah, atau bahkan syari’ah Islam, pada
hakikatnya tidak ada masalah. Namun pengkaburan esensi dan posisi antara hukum
Islam yang identik dengan fiqh, karena merupakan hasil ijtihad tadi, dengan
syari’ah yang identik dengan wahyu, yang berarti diluar jangkauan manusia,
adalah masalah besar yang harus diluruskan dan diletakkan pada posisi yang
seharusnya.
Sumber utama hukum islam adalah
al-qur’an, maka hukum islam berfungsi sebagai pemberi petunjuk, pemberi pedoman
dan batasan terhadap manusia. Jika sesuatu itu haram, maka hukum islam
berfungsi sebagai pemberi petunjuk bahwa hal tersebut tidak boleh
dikerjakan, sebaliknya jika sesuatu itu wajib maka haruslah dikerjakan.. dengan
istilah lain ketentuan hukum islam itu berarti hasil ijtihad fuqaha dalam
menjabarkan petunjuk dari wahyu itu. Namun yang terjadi selama ini
seolah-olah hukum islam itu merupakan seperangkat aturan dan batasan yang sudah
mati, sehingga selalu terkesan pasif. Akhirnya hukum islam menimbulkan kesan
menakutkan bagi masyarakat sekitarnya, padahal hukum islam itu harus bersifat
aktif sesuai dengan pendapat Abu Hanifah adanya istilah ma’rifat
(mengetahui) dimana kalimah tersebut memberi inspirasi untuk aktif tidak
terlambat memberi ketentuan hukum islam, jika muncul kasus baru.
Batasan-batasan tersebut dalam ilmu hukum disebut sebagai fungsi sosial
control.[1]
Pengertian
Menurut
bahasa Maqashid adalah jamak dari “maqshid” yang berarti tujuan Sedangkan dalam
istilah para ulama, Maqashid Asy-Syari’ah adalah: tujuan-tujuan yang ingin
diwujudkan oleh syariat Islam sebagai alasan diturunkannya, demi kemaslahatan
hamba-hamba Allah.
Maqashid Syari'ah (tujuan Hukum Islam) menurut
al-Syatibi adalah sebagai berikut :
هذه الشر يعة... وضعت لتحقيق مقا صد الشا رع فى قيا م مصا لحهم في الدين والدنيا معا
"sesungguhnya syari'at itu
bertujuan untuk mewujudkan kemaslahatan manusia di dunia dan alhirat".
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa kandungan maqashid syari'ah adalah kemaslahatan umat manusia. Muhammad Abu Zahra dalam kaitan ini menegaskan bahwa tujuan hakiki hukum Islam adalah kemaslahatan. Kemaslahatan melalui analisis maqashid syari'ah tidak hanya dilihat dari segi teknis saja, akan tetapidalam upaya dinamika dan pengembangan hukum dilihat sebagai sesuatu yang mengandung filosofis dari hukum-hukum yang disyari'atkan Tuhan terhadap manusia.[2]
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa kandungan maqashid syari'ah adalah kemaslahatan umat manusia. Muhammad Abu Zahra dalam kaitan ini menegaskan bahwa tujuan hakiki hukum Islam adalah kemaslahatan. Kemaslahatan melalui analisis maqashid syari'ah tidak hanya dilihat dari segi teknis saja, akan tetapidalam upaya dinamika dan pengembangan hukum dilihat sebagai sesuatu yang mengandung filosofis dari hukum-hukum yang disyari'atkan Tuhan terhadap manusia.[2]
Kalau kita pelajari dengan seksama
ketetapan Allah dan ketentuan Rasul-Nya yang terdapat di dalam kitab-kitab
hadis yang shahih, kita segera dapat mengetahui tujuan hukum islam. Secara umum
sering dirumuskan bahwa tujuan hukum islam adalahkebahagiaan hidup manusia di
dunia ini dan akhirat kelak, dengan jalan mengambil (segala) yang bermanfaat
dan mencegah atau menolak yang mudharat, yaitu yang tidak berguna bagi hidup
dan kehidupan. Dengan kata lain, Tujuan hukum islam adalah kemaslahatan hidup
manusia, baik rohani maupun jasmani, individual maupun social. Kemashlahatan
itu tidak untuk di dunia ini saja tetapi juga untukmkehidupan yang kekal di
akhirat kelak.[3]
A. Hakikat Maqasyidus Syari’ah
Maqasyidus
Syari’ah pada hakekatnya diciptakan untuk kepentingan manusia itu sendiri,
yaitu menjaga kehidupan yang mashlahat dan menghindarkan dari kerusakan. Secara
rinci, fungsi hokum islam adalah sebagai berikut :
a. Mengatur
kehidupan manusia baik berkaitan hubungan manusia dengan Allah, maupun manusia
dengan sesame manusia dan manusia dengan alam, sehingga tercipta kehidupan yang
aman, tertib, dan tenteram;
b. Memberikan
perlindungan manusia darinberbagai bentuk dan jenis perbuatan yang dapat
menganggu atau merusak kehidupan manusia;
c. Mewujudkan
kemaslahatan hidup bukan hanya umat islam, tetapi bagi semua manusia.[4]
B.
Macam-macam
Maqashid Syari’ah
Kemaslahatan hakiki itu meliputi lima
hal yaitu Agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta. Yang lima ini merupakan
pokok kehidupan manusia di dunia dan manusia tidak akan bisa mencapai
kesempurnaan hidupnya di dunia ini kecuali dengan kelima hal itu. Yang dimaksud dengan lima ini adalah :
a.
Pemeliharaan Agama
Agama
adalah sekuppulan akidah, ibadah, hokum dan undang-undang yang di syari’atkan
oleh Allah SWT. Untuk mengatur hubungan manusia dengan Tuhan merreka, dan
perhubungan mereka satu sma lain. Untuk mewujudkan dan menegakkannya, agama
islam telah mensyari’atkan iman dan berbagai hokum pokok yang lima yang menjadi
dasar agama islam, yaitu : kesaksian bahwa tiada Tuhan melainkan Allah dan
bahwasanya nabi mukhammad adalah utusan Allah, mendirikan shalat, menunaikan
zakat, berpuasa di bulan ramadhan dan menunaikan hajji di Baitullah, seluruh
akidah pokok-pokok ibadah yang dimaksudkan oleh syari’dalam pensyari’atanya
untuk menegakkan agama dan memntapkannya di dalam hati dengan mengikuti
hokum-hukum yang tidak sepantassnya manusia kecuali dengan hukum itu,
mewajibkan berdakwah kepada islam, dan mengamankan dakwah tersebut dari
penganiayaan terhadapnya dan terhadap orang-orang yang melaksanakannya, dan
dari pelatakan berrbagai batu penarung di jalannya.
Untuk
menjaga agama islam dan menjamin kelanggengannya dari perlawanan terhadapnya,
agama islam mensyari’atkan hukum0hukum jihad, untuk memerangi orang-orang yang
berdiri menghalangi perjalanan dakwah kepada islam, dan orang yang di uji
keberagamannya supaya ia kembali dari agamanya dan menimpakkan hukuman terhadap
orang yang murtad dari agama islam, menghukum orang yang membuat bid’ah dan
membuat hal yang baru dalam agama yang tidak termasuk dari agama itu atau
menukarkan hukum-hukumnya dari posisinya, serta mencegah seorang mufti yang
bersambelawa yang menghalalkan halm yang diharamkan.[5]
Pemeliharaan
agama merupakan tujuan pertama hukum islam. Sebabnya adalah karena agama
merupakan pedoman hidup manusia, dan di dalam agama islam selain
komponen-komponen akidah yang merupakan pegangan hidup setip muslim serta
akhlak yang merupakan sikap hidup seorang muslaim, terdapat juga syari’at yang
merupakan jalan hidup seorang muslim baik dalam berhubungan dengan Tuhannya
maupun dalan berhubungan dengan manusia lain dan benda dalam masyarakat. Ketiga
komponen itu dalam agama islam berjalin berkelindan. Karena itulah maka hukum
islam wajib melindungi agama yang di anut oleh seseorang dan menjamin
kemerdekaan setiap orang untuk beribadah menurut keyakinan agama-nya.[6]
Memelihara agama berarti menjaga hubungan
manusia dengan Allah melalui ibadah mahdlah. Pengalaman ibadah merupakan
jaminan paling utama bagi manusia untuk mendapatkan kebaikan di dunia dan
akhirat. Manusia tidak dapat menentukan sendiri bagaimana melakukan ibadah
kepada Allah. Untuk memberikan petunjuk yang benar tentang bagaimana beribadah,
Allah mengutus Rasul-Nya yang bertugas memberikan petunjuk , termasuk
menetapkan ketentuan hokum syar’i tentang ibadah, seperti shalat, zakat, puasa,
haji dan ketentuan-ketentuan ibadah yang berkaitan dengan iadah tersebut. Hanya
dengan cara ibadah yang benar, yang telah ditetapkan oleh Allah melalui
Rasulullah itulah manusia akan memperoleh kebaikan hidup di akhirat. Dengan
kata lain, kebaikan hidup di akhirat yang akan dialami manusia hanya dapat
diperoleh dengan jalan beribadah kepada Allah secara benar.[7]
Hal tersebut merupakan tujuan utama
dalam hukum Islam sebab agama merupakan pedoman hidup manusia yang memiliki
komponen akidah, sariah dan akhlak maka hukum Islam wajib melindungi agama yang
dianut seseorang dan menjamin kemerdekan seseorang untuk beribadah menurut
keyakinan agamanya.[8]
Memelihara Agama Memelihara
agama adalah memelihara kemerdekaan manusia di dalam menjalankan agamanya.
Agamalah yang meninggikan martabat manusia dari hewan. Tidak ada
paksaan di dalam menjalankan agama. Sudah jelas mana yang benar dan mana yang
salah.[9]
b.
Pemeliharaan Jiwa
Agama
Islam dalam rangka mewujudkannya mensyari’atkan perkawinan untuk mendapatkan
anak dan penerusan keturunan serta kelangsungan jenis manusia dalam bentuk
kelangsungan yang paling sempurna. Untuk memelihara jiwa dan menjamin
kehidupannya, agama islam pewajiban memperoleh sesuatu yang menghidupinya
berupa hal-hal yang dharuri berbentuk makanan, minuman, pakaian dan tempat
tinggal, pewajiban qishas, diat dan kaffarat terhadap orang yang menganiaya
terhadapnya, mengharamkan melemparkan diri dalam kehancuran, serta pewajiban
menghindarkan diri dari bahaya, yang mengancam jiwanya.[10]
Pemeliharaan
jiwa merupakan tujuan kedua hokum islam. Karena itu hokum islam wajib memelihara
hak manusia untuk hidup dan mempertahankan kehidupannya. Utntuk itu hokum islam
melarang pembunuhan (QS 17: 33 ) sebagai upaya menghilangkan jiwa manusia dan
melindungi berbagai sarana yang dipergunakan oleh manusia untuk mempertahankan
kemsalahatan hidupnya.[11]
Disamping
menjaga agama sebagai kebutuhan esensi yang paling utama, islam juga menentukan
keharusan untuk menjaga jiwa. Tiap jiwa diciptakan Allah dengan sebaik-baiknya
agar dapat mewujudkan kemaslahatan hidup, sehingga harus dipelihara. Ketentuan
hokum islam untuk menjaga jiwa diwujudkan dalam bentuk larangan terhadap segala
perbuatan yang merusak jiwa atau membahayakannya, misalnya larangan bunuh diri,
larangan terhadap pembunuhan, larangan terhadap penyiksaan dan penganiayaan
serta perbuatan lain yang sejenis.[12]
Memelihara jiwa adalah memelihara
hak hidup secara terhormat memelihara jiwa dari segala macam ancaman,
pembunuhan, penganiayaan dan sebagainya. Islam menjaga kemerdekaan berbuat,
berpikir dan bertempat tinggal, Islam melindungi kebebasan berkreasi di
lingkungan sosial yang terhormat dengan tidak melanggar hak orang lain.[13]
c.
Pemeliharaan Akal
Pemeliharaan
akal sangat dipentingkan oleh hukum islam, karena dengan mempergunakan akalnya,
manusia dapat berfikir tentang Allah, alam semesta dan dirinya sendiri. Dalam
mempergunakan akalnya , manusia dapat mengembangkan ilmu pengetahuan dan
tekhnologi. Tanpa akal manusia tidak mungkin pula menjadi pelaku dan pelaksana
hokum islam. Oleh karena itu, pemeliharaan akl menjadi salah satutujuan hokum
islam.penggunaan akal itu harus di arahkanpada hal-hal atau sesuatuyang
bermanfaat bagikepentingan hidup manusia, tidak untuk hal-hal yang merugikan
kehidupan. Dan untuk memelihara akal itulah maka hokum islam melarang orang
meminum yang disebut dengan istlah khamar dalam al-qur’an ( 5 : 90 ) dan
menghukum setiap perbuatan yang dapt merusak akal manusia.[14]
Untuk
memelihara akal agama islam mensyari’atkan pengharaman minuman khamar dan
segala yang memabukkan dan mengenakan hukuman terhadap orang yang meminumnya atau
mempergunakan segala yang memabukkan.[15]
Ketentuan
hukum islam menetapkan keharusan untuk memelihara akal. Akal adalah bagian dari
manusia yang amat vital, karena hakekat dan keberadaan manusia tergantung pada
akalnya. Apabila seseorang telah kehilangan akalnya , pada hakekatnya telah
kehilangan esensi manusia itu sendiri. Karena itu Allah menetapkan bahwa akal
harus dipelihara dan digunakan untuk menciptakan kemaslahatan hidup manusia.
Berkaitan dengan ketentuan itu, Allah menetapkan ketentuan hokum haram minum
khamar, yaitu segala jenis minuman yang memabukkan maupun makanan dan hisapan
tertentu yang dapat merusak akal manusia.[16]
Memelihara akal adalah memelihara
manusia agar tidak menjadi beban sosial, tidak menjadi sumber kejahatan dan
penyakit di dalam masyarakat. Islam berkewajiban memelihara akal sehat manusia
karena dengan akal sehat itu manusia mampu melakukan kebajikan dan sesuatu yang
bermanfaat bagi dirinya dan masyarakat laksana batu merah di dalam bangunan
sosial.[17]
d.
Pemeliharaan Keturunan / Kehormatan
Pemeliharaan
keturunan, agar kemurnian darah dapat di jaga dan kelnjutan umat manusia dapat
diteruskan , merupakan tujuan keempat hukum islam. Hal ini tercermindalam
hubungan darah yang menjadi syarat untuk dapat saling mewarisi (QS 4:11),
larangan-larangn perkawinan yang disebut
secara rinci dalam al-qur’an (QS 4 : 23), dan larangan berzina (QS 17 :23)
hukum kekeluargaan dan kewarisan islam addalah hokum-hukum yang secara khusus
diciptakanAllah untuk memelihara kemurnian darah dan kemaslahatan keturunan.
Dalam hubungan ini perlu dicatat bahwa dalam al-qur’an , ayat-ayat hokum
mengenai kedua bagian hokum islam ini diatur lebih rinci dan pasti dibandingkan
dengan ayat-ayat hokum lainnya, Maksudnya adalah agar pemeliharaan dan
kelanjutan keturunan dapat berlangsung dengan sebaik-baiknya.[18]
Dengan
menjaga keturunan manusia keberlangsungan hidup manusia akan berjalan dengan
baik, tertib dan teratur. Untuk memelihara keturunan, Allah menetapkan
ketentuan larangan berzina. Karena, perzinaan disamping merusak keturunan juga
merusak tatanan hidup dan merusak ketentraman hidup keluarga yang berakibat
menganggu kehidupan social.[19]
Untuk
memelihara kehormatan agama islam mensyari’atkan hukuman had bagi laki-laki
yang berzina, perempuan yang berzina dan hukuman had bagi orang yang menuduh
orang lain berbuat zina, tanpa saksi.[20]
Memelihara keturunan, adalah
memelihara jenis anak keturunan manusia melalui ikatan perkwainan yang
sah yang diikat dengan suatu aturan hukum agama.[21]
e.
Pemeliharaan Harta
Pemeliharaan harta adalah tujuan ke
lima hukum islam. Menurut ajaran islam harta adalah pemberian Tuhan kepada
manusia, agar manusia dapat mempertahankan hidup dan melangsungkan
kehidupannya. Oleh karena itu, hukum islammelindungi hak manusia untuk
memperoleh harta dengan cara-cara yang halal dan sah serta melindungi
kepentinganharta seseorang, masyarakat dan Negara misalnya penipuan (QS4:29),
penggelapan (QS 4:58), perampasan (QS 5:33), pencurian (5:38), dan kejahatan
lain terhadap orang lain. Peralihan harta seseorang setelah ia meninggal
duniapun diatur secara rinci oleh hukum islam agar peralihan itu
dapatberlangsung dengan baik dan adil berdasarkan fungsi dan tanggungjawwab
seseorang dalam kehidupan rumah tanga dan masyarakat (QS 4:7, 11, 12, 176 dll).[22]
Yang di maksud memelihara harta
adalah menjaga harta milik setiap orang dari berbagai kejahatan criminal yang
menganggu harta tersebut. Untuk menjaga harta, Allah menetapkan ketentuan hukum
larangan mencuri, dan menetapkan hukum potong tangan bagi orang yang mencuri.
Penetapan hukuman bagi pencuri dimaksutkan untuk menimbulkan kemaslahatan bagi
kehidupan manusia.[23]
Untuk menghasilkan dan memperoleh
harta kekeyaan, agama islam mensyari’atkan pewajiban berusaha mendapatkan
rezeki, memperbolehkan berbagai muamalah, pertukaran, perdagangan dan kerja
sama dalam usaha. Sedangkan untuk memelihara harta kekayaan itu, agama islam
mensyari’atkan pengharaman pencurian, menghukum had terhadap laki-laki maupun
wanita yang mencuri, pengharaman penipuan dan penghianatan serta memekan harta
seseorang dengan jalan yang batil, merusakkan harta orang lain, mensyari’atkan
ganti rugi terhadap orang yang merusakkan harta orang lain, pencegahan orang
yang bodoh dan lalai, serta menghindarkan bahaya maupun pengharaman riba.[24]
Memelihara
harta benda adalah mengatur tatacara mendapatkan dan mengembang biakkan harta
benda secara benar dan halal, Islam mengatur tatacara bermuamalah secara benar,
halal, adil dan saling ridla merdlai. Islam melarang cara mendapatkan harta
secara paksa, melalui tipuan dan sebagainya seperti mencuri, merampok, menipu,
memeras dan sebagainya.[25]
C.Manfaat Maqashid Syari’ah
Ada beberapa manfaat bila kita
mempelajari Maqashid Syari’ah, antara lain:
* Mengungkapkan tujuan, alasan, dan hikmah tasyri’ baik yang umum atau khusus, integral atau parsial di segala bidang kehidupan dan dalam setiap ajaran Islam.
* Mengungkapkan tujuan, alasan, dan hikmah tasyri’ baik yang umum atau khusus, integral atau parsial di segala bidang kehidupan dan dalam setiap ajaran Islam.
* Menegaskan karakteristik Islam yang sesuai dengan setiap zaman, abadi, realistis dan luwes.
* Membantu ulama dalam berijtihad dalam bingkai tujuan syariat.
* Memadukan secara seimbang prinsip “Mengambil zhahir nash” dengan prinsip “memperhatikan ruh dan substansi nash”
* Mempersempit perselisihan dan ta’ashub di antara pengikut mazhab fiqih.[26]
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Dari uraian diatas, jelaslah bahwasanya agama islam
mensyari’atkan berbagai hukum dalam aneka ragam aspek ibadah dan muamalah serta
hukuman yang dimaksudkan untuk menjamin sesuatu yang bersifat dharuri bagi
manusia dengan mewujudkannya, memelihara dan menjaganya.
2. Saran
Maka mari kita senantiasa memelihara, menjaga
maqasyid syari’ah atau tujuan-tujuan hukum islam, yaitu agama, jiwa, akal,
kehormatan/keturunan, dan harta kekayaan agar mencapai kebahagiaan dunia dan
akhirat.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad
Munawaroh, Pendidikan Ibadah, Majelis
Pendidikan dasar dan menengah,(Yogyakarta :
2009), hal. 15.
http://Hukum islam.com/html. diakses oktober 2011
http://Hukum islam, syari’at dan fiqih.com/html.
diakses 5 oktober 2011
Khallaf,
abdul wahhab, Ilmu Ushul Fiqih,
(Semarang : PT. Dina Utama), hal. 314.
Ahmad
Munawaroh, Pendidikan Ibadah, Majelis
Pendidikan dasar dan menengah,(Yogyakarta :
2009), hal. 16.
http://makna maqashid.com/html. diakses oktober 2011
[1]
http://Hukum islam, syari’at dan fiqih.com/html.
diakses 5 oktober 2011
[2]
http://Hukum islam, syari’at dan fiqih.com/html.
diakses 5 oktober 2011
[3]
Daud Ali,mohammad, Hukum Islam, ( Jakarta:
PT ajaGrafindo Persada, 1990), hal. 61.
[4]
Ahmad Munawaroh, Pendidikan Ibadah,
Majelis Pendidikan dasar dan menengah,(Yogyakarta : 2009), hal. 15.
[5]
Khallaf, abdul wahhab, Ilmu Ushul Fiqih,
(Semarang : PT. Dina Utama), hal. 313 – 314.
[6]
Daud Ali,mohammad, Hukum Islam, (
Jakarta: PT ajaGrafindo Persada, 1990),
hal. 63.
[7]
Ahmad Munawaroh, Pendidikan Ibadah,
Majelis Pendidikan dasar dan menengah,(Yogyakarta : 2009), hal. 15.
[8]
http://Hukum islam.com/html. diakses oktober 2011
[9]
http://Hukum islam, syari’at dan fiqih.com/html.
diakses 5 oktober 2011
[10]
Khallaf, abdul wahhab, Ilmu Ushul Fiqih,
(Semarang : PT. Dina Utama), hal. 314.
[12]
Ahmad Munawaroh, Pendidikan Ibadah,
Majelis Pendidikan dasar dan menengah,(Yogyakarta : 2009), hal. 15-16.
[13]
http://Hukum islam, syari’at dan fiqih.com/html.
diakses 5 oktober 2011
[14] Daud
Ali,mohammad, Hukum Islam, ( Jakarta:
PT ajaGrafindo Persada, 1990), hal.
63-64.
[15]
Khallaf, abdul wahhab, Ilmu Ushul Fiqih,
(Semarang : PT. Dina Utama), hal. 315.
[16]
Ahmad Munawaroh, Pendidikan Ibadah,
Majelis Pendidikan dasar dan menengah,(Yogyakarta : 2009), hal. 16.
[19]
Ahmad Munawaroh, Pendidikan Ibadah,
Majelis Pendidikan dasar dan menengah,(Yogyakarta : 2009), hal. 16.
[20]
Khallaf, abdul wahhab, Ilmu Ushul Fiqih,
(Semarang : PT. Dina Utama), hal. 315.
[23]
Ahmad Munawaroh, Pendidikan Ibadah,
Majelis Pendidikan dasar dan menengah,(Yogyakarta : 2009), hal. 16.
[26] http://makna maqashid.com/html.
diakses oktober 2011
No comments:
Post a Comment