AL-QUR’ AN
Kaum muslimin pada umumnya, dan orang yang beriman pada khususnya mempunyai pedoman yang diberikan oleh Allah SWT kepada mereka, yaitu berupa kitab suci al-Qur'an, semua yang tersirat dan tersurat didalam al-Qur'an, bila kita kaji, pahami, dan kita terima dengan ikhlas, maka hidup kita akan terasa lapang dan menyenangkan walaupun kadang kala kita menghadapi kesulitan hidup, dengan petunjuk al-Qur'an yang kita amalkan Insya Allah kita akan dapat terangkat ke puncak keagungan dan kesempurnaan.
Upaya
kita dalam melaksanakan ajaran-ajaran ini tidaklah akan berhasil, kecuali
dengan memahami dan menghayati al-Qur'an terlebih dahulu serta berpedoman atas
nasehat dan petunjuk yang tercakup didalamnya. Dan yang demikian ini tidak akan
tercapai tanpa penjelasan dan perincian, hasil yang dikehendaki oleh ayat–ayat
al-Qur'an, itulah yang dimaksud tafsir.
Tafsir adalah kunci untuk membuka gudang simpanan yang tertimbun dalam al-Qur'an. Tanpa Tafsir atau Takwil orang tidak akan bisa membuka gudang simpanan tersebut untuk mendapatkan mutiara dan permata yang ada didalamnya, sekalipun ia berulang kali mengucapkan lafadz al-Qur'an dan membacanya sepanjang pagi dan malam, tetapi kesan yang diperoleh dari al-Qur'an sedikitpun tidak membekas. Untuk itu Tafsir maupun Takwil penting bagi kita untuk kita tala’ah sehingga kita bisa mempelajari al-Qur'an itu dengan lebih mendetail lagi, sehingga dengan adanya ilmu-ilmu Tafsir yang didalamnya terdapat metode-metode Tafsir kita bisa mengetahui manfaatnya bagi al-Qur'an itu.
Tafsir adalah kunci untuk membuka gudang simpanan yang tertimbun dalam al-Qur'an. Tanpa Tafsir atau Takwil orang tidak akan bisa membuka gudang simpanan tersebut untuk mendapatkan mutiara dan permata yang ada didalamnya, sekalipun ia berulang kali mengucapkan lafadz al-Qur'an dan membacanya sepanjang pagi dan malam, tetapi kesan yang diperoleh dari al-Qur'an sedikitpun tidak membekas. Untuk itu Tafsir maupun Takwil penting bagi kita untuk kita tala’ah sehingga kita bisa mempelajari al-Qur'an itu dengan lebih mendetail lagi, sehingga dengan adanya ilmu-ilmu Tafsir yang didalamnya terdapat metode-metode Tafsir kita bisa mengetahui manfaatnya bagi al-Qur'an itu.
A.TAFSIR
1. PENGERTIAN
Secara bahasa kata Tafsir ( تفســير ) berasal dari kata فَسَّرَ yang mengandung arti: الإيضاح و البيان (keterangan dan penjelasan), yakni
menyingkap dan menampak-kan atau menerangkan makna yang abstrak. Kata الفســر berarti menyingkapkan sesuatu yang
tertutup.
Menurut istilah, Tafsir berarti Ilmu
untuk mengetahui isi kitab Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammas Saw. dan
penjelasan maknanya serta pengambilan hukum dan makna-maknanya.
Pengertian tafsir secara istilah
juga dikemukakan oleh beberapa ulama , yakni :
a.
Al-Kilby dalam At-Tas-Hil
berkata:
“Tafsir
adalah mensyarahkan Al-Qur’an, menerangkan maknanya dan menjelaskan apa yyang
dikehendakinya dengan nashnya atau dengan isyaratnya ataupun dengan najwahnya.”
b. Az-Zarkasyi
dalam Al-Burhan berkata:
Tafsir
adalah menerangkan makna-makna Al-Qur’an dan mengeluarkan hukum-hukumnya dan
hikmah-hikmahnya.
c.
Thahir al-Jazairi berkata:
Tafsir
pada hakekatnya ialah mensyarahkan lafad yang sukar dipahami oleh pendengar
dengan uraian yang menjelaskan maksud yang demikian itu adakalanya dengan
menyebut muradifnya, atau yang mendekatinya, atau yang mempunyai petunjuk
kepadanya melalui sesuatu dalalah atau petunjuk.
d. Al-Jurjany
berkata:
Tafsir
pada asalnya ialah membuka dan melahirkan. Dalam istilahh syara’ ialah
menjelaskan makna ayat, urusannya, kisahnya, dan sebab diturunkannya ayat
dengan lafad yang menunjuk kepadanya secara terang.
Kata
Tafsir diambil dari kata Tafsirah yaitu perkakas yang digunakan oleh tabib
untuk mengetahui penyakit orang sakit.
e. Menurut Abadullah Azzarkasyi dalam
kitabnya ulumul qur’an, :
“Tafsir adalah suatu ilmu untuk
mengetahui dan memahami kitab Allah yang diturunkan kepada nabi Muhammad SAW
dan menjelaskan makna-maknanya dan mengeluarkan hukum-hukum dan hikmahnya, dan
cocok dengan ilmu lughah dan ilmu nahwu dan sharaf ilmu bayan dan ushul fiqih
dan ilmu qira’at dan asbabunuzul dan nasikh dan mansukh”
f.
Menurut
imam Assayuti,:
“Tafsir
adalah suatu ilmu yang menjelaskan makna-makna Alqur’an dan menerangkan secara
umum lafaz yang sulit dan selainnya dan bentuk makna yang nyata dan selainnya.”
g. Menurut Muhammad Abdul ‘azim
azzarqni,:
“Tafsir
adalah suatu ilmu yang membahas tentang Alqur’anulkarim dari segi
dalil-dalilnya terhadap apa yang dimaksud oleh Allah ta’la sesuai dengan
kemampuan manusia.”
Dari
beberapa definisi diatas dapat kita simpulkan bahwa tafsif adalah suatu ilmu
yang mengkaji dan membahas Alqur’an dan mencari hikmah-hikmah yang terkandung
dalam Alqur’an.
2. MUNCULNYA TAFSIR DAN ILMUNYA
Sebenarnya tafsir sudah muncul
semenjak dari maualainya turun Alqr’an, sebab mana ayat yang ridak dipahami
oleh parasahat, itu langsung ditanyakan pada nabi SAW, seperti, ketika turun
surat Al-an’am ayat 82.
Para sahabat lansung bertanya kepada
rasul Saw. Ya rasulallah sipakah diantara kita yang tidak menzalimi dirinya?
Rasul langsung menjawab dengan ayat Allah juga dalam surat luqman ayat 13 .
Tafsir merupaka jalan penjelas bagi
kita untuk memahami Alqu’an. Namun yang menjadi pertanyaan bagi kita mulai
kapankah muncul para ahli tafsir, insyallah akan dijelas dengan terang.
Ø Dari kalangan shababat.
Imam
Assayut telah menuliskan dalam itqaannya, para ahli tafsir yang masyhur
dikalangan sahabat adalah khulafah arrasyidiin, dan Ibnu Mas’ud, dan Ibnu Abbas
, Ubai bin Ka’ab,Zaid bin Sabit, Abu musa al asy’ari, Abdullah bin zubair.
Adapun dari khulafah urrasyidiin yang terbanyak meriwayatkan ialah ali bin abi
talib, akan tetapi Abu bakar dan Umar dan Usman bin affan sedikit sekali
meriwayatkan disebabkan cepatnya wafat semoga Allah meredhoi mereka.
Ketika ibnu umar ditanya oleh
seorang laki-laki tentang tafsir surat Al-ambiyak ayat 30. ketika itu Ibnu umar
langsung menyuruh laki-laki itu menemui Ibnu Abbas untuk menjelaskan apa yang
dimaksud ayat tersebut. Ini salah bukti bahwa tafsir sangat dibutuhkan
daikalangan umat islam.
Menurut imam Azzarkasyi, Ibnu Abbas
merupakan yang ahli tentang tafsir dan takwiil maka dari itu dia dinamakan
dengan bahrul ulum. Dan Ibnu Masu’ud tentang tarjuman.
Ø Dari kalangan tabi’in,.
Yang
masyhur dimakah murid dari Ibnu Abbas : Si’id bin jubair,Mujahid, Ikrimah,
Maula ibnu Abbas, Thaus bin kisan Alyamaniy, Athaak bin abi rabah. Dan yang
masyhur di madinah murid dari Ubay bin Ka’ab: Zaid bin Aslam Abul ‘aliyah,
Muhammad bin Ka’ab alqurzy. Dan yang masyhur di iraq murid dari Abdullah bin
mas’ud: ‘Alqamah bin Qais,Masruq,Alaswad bin yazid,’Aamir Asyi’bi, Hasan
albasri,Qitadah bin da’amah assudusy.
Berkata Ibnu Taimiyah: manusia yang
paling tahu tentang tafsir penduduk makkah karna mereka berguru kepada ibnu
Abbas, seperti Mujahid, Attak. Sebgaimana detulis diatas. Dan seperti itu juga
penduduk kufah dari murid Abadullah bin Mas’ud dan dari demikian di istewaakan
atas selain mereka. Dan ulama penduduk madinah yang ahli tentang tafsir,
seperti Zaid bin Aslam yang mengambil darinya maalik tafsir, dan mengambil juga
anaknya Abdurrahman dan Abdullah bin wahab
Para sahabat dan tabiin sangat
tinggi keinginnan untuk mengethui tentang tafsir maka banyak dikalangan mereka
yang tahu tentang tafsir alqur’an sebagaim mana yang telah ditulis sebahagian
mereka diatas.
Setelah itu dilanjutkan oleh para
mufassir yang kita kenala sekarang namun tafsir yang ditulis para ulama baik
yang telah wafat ataupun yang masih hidup sekarang, akan dipengaruhi
penafsirannya oleh akidah dan mazhab yang dimiliki oleh ulama itu. Seperti
Tafsir Jami’ Ahkam oleh Qurtubi yang berbentuk permasalahan fikih atau fahaman
yang dimasukkan dalam penafsiran Al-Quran. Dan ada juga ahli tafsir yang
menafsirkan Alqur’an dengan ilmu-ilmu yang lain, seperti falsafah dan mantik,
riayadah,menurut perspektif akal dan logika seperti tafsir Fakhrul Din Ar-Razi
yang berbentuk falsafah, tafsir Al-Alusi “ Ruh Al-Ma’ani Fi Tafsir Quranil Azim
Wa’ Sab’ul Masani” , Tafsir Al-Baidhawi “ Anwar At-Tanzil Wa’ Asrar Ta’wil” dan
Tafsir Jalalain.
Terdapat juga tafsir–tafsir lain
seperti Tafsir ibn Katsir “ Tafsir Al-Quran Azim”, Tafsir Al-Baghawi “ Ma’alim
At-Tanzil” serta tafsir Syaukani “ Fathul Qadir” yang menafsikan Alqur’an
berdasarkan riwayat para sahabat, tabien, dan tabi’ tabien.
3.
PEMBAGIAN TAFSIR
Diriwayatkan dari Ibn Abbas ra
bahawa “ Tafsir itu terbagi kepada empat bagian, yaitu perkara yang dapat
diketahui oleh orang arab akan maknanya, tafsir dan perkara yang tidak ada
keuzuran bagi sesiapa pun untuk mengetahuinya lantaran terlalu jelas dan tafsir
yang hanya diketahui oleh para ulama’ serta tafsir dan perkara yang hanya
diketahui oleh Allah swt.”
Kebanyakan ulama membagi tafsir
kepada tiga. Sebagaimana dikatakan oleh Azzarqani dalam kitabnya.
1.
Tafsir
bil makstur adalah tafsir dengan riwayat
2.
Tafsir
bil rakyi adalah tafsir dengan dirayah dan pendapat
3.
Tafsir
Isyari adalah tafsir dengan isyarat
Akan tetapi ada tiga bagian tafsir
yang termasyhur di kalangan banyak orang yaitu.
1.
Tafsir
tahlili adalah menafsirkan ayat kalimat demi kalimat dan dilengkapi dengan
i;rab.
2.
Tafsir
maudhu’i adalah menafsikan ayat sesuai dengan maudu’ yang ada dalam Alqur’an
seperti sabar, jihad dll.
Tafsir ayatul ahkam adalah
mennafsirkan ayat yang disana ada hukum fiqih seperti tetnang ayat talak
4.
PENGAMBILAN
(SUMBER-SUMBER ) TAFSIR
Tafsir
diambil dari riwayah dan diayah yakni ilmu lughah, nahwu , tashrif , ilmu
balaghah, ilmu ushul al-fihq dan dari ilmu asbab an-nuzul, serta nasikh wal
al-mansukh.
5.
GHAYAH
(TUJUAN) TAFSIR
Tujuan atau ghayah mempelajari tafsir ialah memahamkan makna-makna Al-Qur’an ,
hukum-hukumnya, hikmah-hikmahnya, akhlak-akhlaknya dan petunjuk-petunjuknya
yang lain untuk memperoleh kebahagian dunia dan akhirat. Maka dengan demikian
nyatalah bahwa faedah yang kita pewroleh dari mempelajari tafsir ialah
terpelihara dari salah memahami
Al-Qur’an. Sedangkan maksud yang diharapkan dari mempelajari tafsir
ialah mengetahui petunjuk-petunjuk Al Qur’an , hukum-hukumnya dengan cara yang
tepat.
6. MACAM-MACAM
TAFSIR
A.) Berdasarkan Sumbernya
Berdasarkan
sumber penafsirannya, tafsir terbagi kepada dua bagian: Tafsir Bil-Ma’tsur dan
Tafsir Bir-Ra’yi. Namun sebagian ulama ada yang menyebutkannya tiga bagian.
Tafsir Bilma’tsur adalah tafsir yang
menggunakan Alquran dan/atau As-Sunnah sebagai sumber penafsirannya. Contoh
Kitab-kitab Tafsir Bil-Ma’tsur antara lain:
a. Tafsir Al-Qur’anu al-‘Azhim (القرآن العظيم), karangan Abu al-Fida’ Ismail bin Katsir al-Qarsyi al-Dimasyqy, terkenal dengan sebutan Ibnu Katsir (w. 774H.)
b. Tafsir Jami’ al-Bayan Fi Tafsir al-Qur’an(جامع البيان), karangan Abu Ja’far Muhammad bin Jarir al-Thabary, dikenal dengan sebutan Ibnu Jarir At-Thabary (225 H. – 310 H.)
c. Tafsir Ma’alim al-Tanzi, (معالم التنزيل), dikenal dengan sebutan al-Tafsir al-Manqul, karangan al-imam al-Hafizh al-Syahir Muhyi al-Sunnah Abu Muhammad bin Husein bin Mas’ud bin Muhammad bin al-Farra’ al-Baghawy al-Syafi’iy, dikenal dengan sebutan Imam al-Baghawy (w. 462 H.)
d. Tafsir Tanwir al-Miqyas Min
Tafsir Ibn ‘Abbas(التنوير
المقياس من تفسير ابن عباس),
karangan Majd al-din Abu al-ThahirMuhammad bin Ya’qub bin Muhammad bin Ibrahim
bin Umar al-Syairazi al-Fairuzabadi, dikenal dengan sebutan al-fairūzâbâdi
(Lahir tahun 729 H.)
e. Tafsir al-Bahr (البحر), karangan al-‘Allamah Abu al-Layts
al-Samarqandy.
Tafsir Bir-Ra’yi adalah Tafsir yang
menggunakan rasio/akal sebagai sumber
penafsirannya. Kitab-kitab Tafsir yang tergolong sebagai tafsir bil-Ra’yi antara lain:
penafsirannya. Kitab-kitab Tafsir yang tergolong sebagai tafsir bil-Ra’yi antara lain:
a. Madarik al-Tanzil Wa Haqaiq
al-T’wil (مدارك
التنزيل و حقائق التأويل)
Karangan Abu al-Barakah Abdullah bin Ahmad bin Muhammad An-Nasafy (w. 701H.),
b. Anwar
al-Tanzil Wa Asrar al-Ta’wil (أنوار التنزيل و أسرار التأويل) Karangan Qadhi al-Qudhat Nashiruddin
Abdullah bin Muhammad ‘Aly Al-Baidhawy al-Syafi’iy (w. 691H.),
c. Lubab al-Ta’wil Fi Ma’ani al-Tanzil (لباب التأويل في معاني التنزيل) Karangan Al-Khazin,
d. Mafatih al-Ghaib (مفاتيح الغيب) Karangan Abu Abdillah Muhammad bin ‘Umar
bin al-Husein, bin al-Hasan bin ‘Aly al-Tamamy al-Bakry al-Thibristany al-Razy,
masyhur dengan gelar “Fakhruddin” al-Razy (w. 544H),
e.Tafsir al-Jalalain (الجلالين)Karangan dua orang Mufassir yang sama-sama
bernama Jalaluddin, yaitu: Jalaluddin al-Mahalli (w. 876 H.) dan Jalaluddin
al-Suyuthi
Tafsir Bil Isyarah, Penafsiran
Alquran dengan firasat atau kemampuan intuitif yang biasanya dimiliki oleh
tokoh-tokoh shufi, sehingga tafsir jenis ini sering juga disebut sebagai tafsir
shufi. Contoh kitab-kitab Tafsir Bil-Isyarah/Tafsir sufi antara lain:
a.
Gharaib al-Qur’an Wa Raghaib al-Furqan (غرائب القرآن و رغائب الفرقان) Karangan Nizhamuddin al-Hasan bin
Muhammad al-Husein al-Khurasany al-Naisabury
b. Tafsir al-Qur’an al-‘Azhim (تفسير القرآن العظيم) Karangan Abu Muhammad Sahl bin Abdullah bin Yunus bin Abdullah al-Tustary (w. 383 H.)
c. Haqaiq al-Tafsir ( حقائق التفسير) KaranganAbu Abdirahman, Muhammad bin
al-Husein Al-Sulami (Lahir 330 H.)
B.) Berdasarkan Metodenya
a. Metode Tahlili (Analitik)
a. Metode Tahlili (Analitik)
Metode Tahlili adalah metode menafsirkan Al-Qur’an yang berusaha menjelaskan Al-Qur’an dengan menguraikan berbagai seginya dan menjelaskan apa yang dimaksudkan oleh Al-Qur’an. Metode ini adalah yang paling tua dan paling sering digunakan. Tafsir ini dilakukan secara berurutan ayat demi ayat kemudian surat demi surat dari awal hingga akhir sesuai dengan susunan Al-Qur’an. Dia menjelaskan kosa kata dan lafazh, menjelaskan arti yang dikehendaki, sasaran yang dituju dan kandungan ayat, yaitu unsur-unsur I’jaz, balaghah, dan keindahan susunan kalimat, menjelaskan apa yang dapat diambil dari ayat yaitu hukum fikih, dalil syar’i, arti secara bahasa, norma-norma akhlak dan lain sebagainya.
Menurut Malik bin Nabi, tujuan utama ulama
menafsirkan Al-Qur’an dengan metode ini adalah untuk meletakkan dasar-dasar
rasional bagi pemahaman akan kemukzizatan Al-Qur’an, sesuatu yang dirasa bukan
menjadi kebutuhan mendesak bagi umat Islam dewasa ini. Karena itu perlu
pengembangan metode penafsiran karena metode ini menghasilkan gagasan yang
beraneka ragam dan terpisah-pisah . Kelemahan lain dari metode ini adalah bahwa
bahasan-bahasannya amat teoritis, tidak sepenuhnya mengacu kepada
persoalan-persoalan khusus yang mereka alami dalam masyarakat mereka, sehingga
mengesankan bahwa uraian itulah yang merupakan pandangan Al-Qur’an untuk setiap
waktu dan tempat. Hal ini dirasa terlalu “mengikat” generasi berikutnya.
b.
Metode Ijmali (Global)
Metode ini adalah berusaha menafsirkan Al-Qur’an
secara singkat dan global, dengan menjelaskan makna yang dimaksud tiap kalimat
dengan bahasa yang ringkas sehingga mudah dipahami. Urutan penafsiran sama
dengan metode tahlili namun memiliki perbedaan dalam hal penjelasan yang
singkat dan tidak panjang lebar. Keistimewaan tafsir ini ada pada kemudahannya
sehingga dapat dikonsumsi oleh lapisan dan tingkatan kaum muslimin secara
merata. Sedangkan kelemahannya ada pada penjelasannya yang terlalu ringkas
sehingga tidak dapat menguak makna ayat yang luas dan tidak dapat menyelesaikan
masalah secara tuntas.
c.
Metode Muqarin
Tafsir ini menggunakan metode perbandingan antara
ayat dengan ayat, atau ayat dengan hadits, atau antara pendapat-pendapat para
ulama tafsir dengan menonjolkan perbedaan tertentu dari obyek yang
diperbandingkan itu.
d. Metode Maudhu’i (Tematik)
Metode ini adalah metode tafsir yang berusaha
mencari jawaban Al-Qur’an dengan cara mengumpulkan ayat-ayat Al-Qur’an yang
mempunyai tujuan satu, yang bersama-sama membahas topik/judul tertentu dan
menertibkannya sesuai dengan masa turunnya selaras dengan sebab-sebab turunnya,
kemudian memperhatikan ayat-ayat tersebut dengan penjelasan-penjelasan,
keterangan-keterangan dan hubungan-hubungannya dengan ayat-ayat lain kemudian
mengambil hukum-hukum darinya.
7. SYARAT DAN ADAB PENAFSIR AL-QUR’AN
Untuk bisa menafsirkan al-Qur’an,
seseorang harus memenuhi beberapa kreteria diantaranya:
1)- Beraqidah shahihah, karena
aqidah sangat pengaruh dalam menafsirkan al-Qur’an.
2)- Tidak dengan hawa nafsu semata,
Karena dengan hawa nafsu seseorang akan memenangkan pendapatnya sendiri tanpa
melilhat dalil yang ada. Bahkan terkadang mengalihkan suatu ayat hanya untuk memenangkan
pendapat atau madzhabnya.
3)- Mengikuti urut-urutan dalam
menafsirkan al-Qur’an seperti penafsiran dengan al-Qur’an, kemudian as-sunnah,
perkataan para sahabat dan perkataan para tabi’in.
4)- Faham bahasa arab dan
perangkat-perangkatnya, karena al-Qur’an turun dengan bahasa arab. Mujahid
berkata; “Tidak boleh seorangpun yang beriman kepada Allah dan hari akhir,
berbicara tentang Kitabullah (al-Qur’an) jikalau tidak menguasai bahasa arab“.
5)- memiliki pemahaman yang mendalam
agar bisa mentaujih (mengarahkan) suatu makna atau mengistimbat suatu hukum
sesuai dengan nusus syari’ah,
6)- Faham dengan pokok-pokok ilmu
yang ada hubungannya dengan al-Qur’an seperti ilmu nahwu (grammer), al-Isytiqoq
(pecahan atau perubahan dari suatu kata ke kata yang lainnya), al-ma’ani,
al-bayan, al-badi’, ilmu qiroat (macam-macam bacaan dalam al-Qur’an), aqidah
shaihah, ushul fiqh, asbabunnuzul, kisah-kisah dalam islam, mengetahui nasikh
wal mansukh, fiqh, hadits, dan lainnya yang dibutuhkan dalam menafsirkan.
Adapun adab yang harus dimiliki
seorang mufassir adalah, diantaranya :
1.
Niatnya
harus bagus, hanya untuk mencari keridloan Allah semata. Karena seluruh amalan
tergantung dari niatannya (lihat hadist Umar bin Khottob tentang niat yang
diriwayatkan oleh bukhori dan muslim diawal kitabnya dan dinukil oleh Imam
Nawawy dalam buku Arba’in nya).
2.
Berakhlak
mulia, agar ilmunya bermanfaat dan dapat dicontoh oleh orang lain
3.
Mengamalkan
ilmunya, karena dengan merealisasikan apa yang dimilikinya akan mendapatkan
penerimaan yang lebih baik.
4.
Hati-hati
dalam menukil sesuatu, tidak menulis atau berbicara kecuali setelah menelitinya
terlebih dahulu kebenarannya.
5.
Berani
dalam menyuarakan kebenaran dimana dan kapanpun dia berada.
Tenang
dan tidak tergesa-gesa terhadap sesuatu. Baik dalam penulisan maupun dalam
penyampaian. Dengan menggunakan metode yang sistematis dalam menafsirkan suatu
ayat. Memulai dari asbabunnuzul, makna kalimat, menerangkan susunan kata dengan
melihat dari sudut balagho, kemudian menerangkan maksud ayat secara global dan
diakhiri dengan mengistimbat hukum atau faedah yang ada pada ayat tersebut
B.
TAKWIL
Menurut
bahasa,Takwiil diambil dari kata al-awala dengan makna kembali .
Dilafadkan dengan shighat takwil
untuk ta’diyah (supaya berarti mengembalikan). Ada juga yang mengatakn diambil
dari kata ail yang berarti memalingkan, yaitu memalingkan ayat dari makna yang
zhahir kepada sesuatu makna yang dapat diterima olehnya.
Didalam
kamus Al-muhit,: awwalul kalam takwiilan dan takwilnya, mendalami, dan meneliti
dan menerangkan . Didalam lisanul arab,: mengambalikan makna sesuatu. Namun
takwil secara istilah yang masyhur dikalangan ulama adalah: sinonim dari
tafsir, dengan dalil ayat Allah dalam surat ali imran ayat yang ke tujuh.
Sebagian ulama berkata:
“Takwil ialah mengambil sesuatu
kepada ghayahnya, yakni menerangkan apa yang dimaksudnya.”
Sebagian ulama lain berkata:
“Takwil yaitu menerangkan salah
satu makna yang dapat diterima oleh lafad.”
As-Said al-Jurjany berkata:
“Takwil ialah memalingkan lafad
dari makna yang zhahir kepada makna yang muhtamil, apabila makna yang muhtamil
itu tidak berlawanan dengan Al-Qur’an dan Suanh.”
Menurut mutaqaddiminn bahwa takwil
itu sama defenisinya dengan tarsir. Menurut sebagian ulama bahwa takwil itu
lebih khusus dari pada tafsir.
Takwil menjelasan lafaz alqur’an
dengan jalan dirayah sedangkan tafsir menjelaskan lafaz alqur’an dengan jalan
riwayat.
Dengan itu dapat kita simpulkan
bahwa takwil tidak jauh berbeda dengan tafsir namun ada sedikit perbedan dalam
meneliti ayat alqur’an. InsyaAllah akan dijelaskan secara terperinci terhadap
perbedaan antara keduanya.
Adapun
mengenai arti takwil menurut istilah banyak para ulama memberikan pendapatnya
antara lain sebagai berikut ini :
a.
Menurut Al-Jurzzani
Memalingkan
suatu lafazh dari makna d’zamirnya terhadap makna yang dikandungnya apabila
makna alternative yang dipandang sesuai dengan ketentuan Al-kitab dan
As-sunnah.
b.
Menurut definisi lain
Takwil
adalah mengembalikan sesuatu kepada ghayahnya (tujuannya) yakni menerangkan apa
yang dimaksud.
c.
Menurut Ulama Salaf
1).
Menafsirkan dan mejelaskan makna suatu ungkapan baik yang bersesuaian dengan
makna ataupun bertentangan.
2).
Hakekat yang sebenarnya yang dikehendaki suatu ungkapan.
d.
Menurut Khalaf
Mengalihkan
suatu lafazh dari maknanya yang rajin kepada makna yang marjun karena ada
indikasi untuk itu.
Pengertian
takwil menurut istilah adalah suatu usaha untuk memahami lafazh-lafazh
(ayat-ayat) Al-Qur’an melalui pendekatan pemahaman arti yang dikandung oleh
lafazh itu.
3.
PERBEDAAN
ANTARA TAFSIR DENGAN TAKWIL
Tentang perbedaan tafsir dan takwil
ini banyak pendapat ulama yang perpendat tentang ini, dan dari pendapat ulama
itu tidak sama dan bahkan ada yang jauh perbedaan satu sama lain, maka darip
itu bisa kita simpulkan sebagaiberikut:
Tafsir
lebih banyak digunakan pada lafaz dan mufradat sedangkan takwil lebih banyak
digunakan pada jumlah dan makna-makna.
Tafsir
apa yang bersangkut paut dengan riwayah sedangkan takwil apa-apa yang
bersangkut paut dengan dirayah
Tafsir menjelaskan secara detail
sedangkan takwil hanya menjelaskan secara global tentang apa yang dimaksud
dengan ayat itu.
Takwil
dianya menjabarkar kalimat-kalimat dan menjelaskan maknanya sedangkan tafsir
menjelaskan dengan sunnah dan menyampaikan pendapat para sahabat dan para ulama
dalam penfsiran itu
Tafsir menjelaskan lafaz yang zahir, adakalanya secara
hakiki dan adalakanya secara majazi sedangakan takwil menjelaskan lafaz secara
batin atau yang tersembunyi yang diambil dari khabar orang-orang yang sholeh.
Para Mufassirin berselisih pendapat dalam memberi makna
tafsir dan takwil Abu Ubaidah berkata “tafsir dan takwil satu makna” pengertian
demikian dibantah oleh segolongan ulama. Diantaranya Abu Bakar bin habib
naisabury. Al Asyafani berkata “tafsir lebih umum dari takwil. Tafsir lebih
banyak dipakai mengenai kata-kata tunggal sedang takwil lebih banyak dipakai
mengenai makna dan susunan kalimat.” Sebagian ulama berkata bahwa tafsir
menerangkan makna lafad yang tidak menerima selain dari satu arti. Takwil
menetapkan makna yang dikehendaki oleh sesuatu lafad yang dapat menerima banyak
makna, karena ada dalil-dalil yang menghendaki. Al Maturydi berkata “tafsir
ialah menetapkan apa yang dikehendaki oleh ayat atau lafad dan dengan
sungguh-sungguh menetapkan, demikianlah yang dikehendaki Allah. Maka jika ada
dalil yang membenarkan penetapan itu dipandanglah tafsir yang saheh jika tidak
dipandanglah tafsir yang berdasarkan pemikiran yang tidak dibenarkan. Takwil
ialah mentarjihkan salah satu makna yang mungkin diterima oleh ayat atau lafad
yaitu salah satu muhtamilat dengan tidak meyakini bahwa demikianlah yang
sungguh-sungguh yang dikehendaki Allah.
Abu Thalib ats tsalaby berkata “
tafsir ialah menerangkan makna lafad, baik makna hakikatnya maupun makna
majaznya seperti mentafsirkan makna ash-syirah dengan jalan dan ash-shoyyif
dengan hujan. Takwil ialah mentafsirkan batin lafad. Jadi tafsor bersifat menerangkan
petunjuk yang dikehendaki, sedangkan takwil menerangkan hakikat yang
dikehendaki contoh firman Allah SWT “ Bahwasanya Tuhanmu itu sungguh selalu
memperhatikan kamu” Q.S. Al Fajr : 14. Tafsirnya ialah bahwasanya Allah
senantiasa memperhatikan keadaan hambanya. Adapun takwilnya ialah mempertakutkan
manusia dari berlalai-lalai dari tengah mempersiapkan persiapan yang perlu.
Ada
juaga ulama yang menerangkan bahwa sesuatu yang jelas diterangkan dalam Al
Qur’an atau as sunah itulah yang dinamai tafsir. Dan tidak boleh bagi seseorang
menjalankan ijtihadnya lagi mengenai ayat-ayat atau sunah-sunah yang telah
terang tegas itu. Dan sesuatu yang diistinbatkan oleh ulama-ulama yang
mengetahui baik ilmu-ilmu alat itulah yang dinamakan takwil.
Sebagian
ulama berkata “ tafsir berpaut dengan riwayah sedang takwil berpaut dengan
dirayah. Hal ini mengingat bahwa tafsir dilakukan dari apa yang dinukilkan dari
sahabat, sedangkan takwil dipahamkan dari ayat dengan mempergunakan tata bahasa
arab. Contoh firman Allah SWT “ Dian mengeluarkan yang hidup dari yang mati”
Q.S. Al Annam : 95. Jika dikatakan bahwa yang dikehendaki oleh ayat ini
mengeluarkan burung dari telur maka dinamakan tafsir dan jika dikatakan bahwa
yang dikehendaki mengeluarkan yang alim dari yang bodoh atau yang beriman dari
yang kafir maka itu dinamakan takwil.
Al
Baghawi berkata “ tafsir ialah memperkatakan sebab-sebab turun ayat
keadaan-keadaannya dan kisah-kisahnya. Maka mengenai urusan ini tidak
dibolehkan kita mempergunakan selain dari sam’y atau pendengaran ( nukilan)
saja, sesudah dibenarkan datangnya nukilan itu dengan jalan akal. Adapun takwil
ialah memalingkan ayat kepada suatu makna yang sesuai dengan makna yang
sebelumnya dan makna yang demikian itu diterima pula oleh ayat, serta tidak
bersalahan dengan sesuatu ayat atau as sunah yang dihasilkan oleh istinbat.
No comments:
Post a Comment