ASAS-ASAS PENDIDIKAN
Pendidikan pada dasarnya adalah proses
komunikasi yang didalamnya mengandung transformasi pengetahuan, nilai-nilai dan
ketrampilan-ketrampilan, di dalam dan di luar sekolah yang berlangsung
sepanjang hayat, dari generasi ke generasi (Dwi Siswoyo, 2008)
Pendidikan sebagai usaha sadar yang
sistematis-sistemik selalu bertolak dari sejumlah landasan serta pengindahan
sejumlah asas-asas tertentu. Landasan dan asas tersebut sangat penting, karena
pendidikan merupakan pilar utama terhadap perkembangan manusia. Beberapa
landasan pendidikan tersebut adalah landasan filosofis, sosiologis, kultural,
psikologis, ilmiah dan teknologi. Dalam paparan ini dipusatkan pada berbagai
landasan dan asas pendidikan, serta beberapa hal yang berkaitan dengan
penerapannya. Landasan-landasan pendidikan tersebut adalah filosofis,
sosiologis, kultural, psikologis, serta ilmiah dan teknologi. Sedangkan asasnya
adalah asas Tut Wuri Handayani, belajar sepanjang hayat, dan asas kemandirian
dalam belajar.
Ketika kita dihadapkan pada suatu tata kelola
pendidikan, maka di titik itu pulalah kita akan sering bersinggungan dengan apa
yang disebut asas-asas, dalam hal ini asas-asas pendidikan. Hal ini karena
asas-asas pendidikan telah disepakati sebagai ‘suatu kebenaran yang menjadi
dasar atau tumpuan berpikir, baik pada tahap perancangan maupun pelaksanaan
pendidikan (Tirtarahardja, 1994).
Tujuan pendidikan secara luas antara lain
adalah untuk meningkatkan kecerdasan, membentuk manusia yang berkualitas,
terampil, mandiri, inovatif, dan dapat meningkatkan keiman dan ketakwaan. Oleh
karena itu, pendidikan sangat diperlukan oleh manusia untuk dapat melangsungkan
kehidupan sebagai makhluk individu, sosial dan beragama. Di sinilah peran
lembaga pendidikan baik formal maupun non formal untuk membantu masyarakat
dalam mewujudukan tujuan pendidikan yang telah disampaikan di atas, melalui
pendidikan sepanjang hayat manusia diharapkan mampu menjadi manusia yang
terdidik.
Hal ini membutuhkan pendidikan yang
memberikan kecakapan hidup (Life Skill),
yaitu yang memberikan keterampilan, kemahiran, dan keahlian dengan kompetensi
tinggi pada peserta didik sehingga selalu mampu bertahan dalam suasana yang
selalu berubah, tidak pasti dan kompetitif dalam kehidupannya. Kecakapan ini
sebenarnya telah diperoleh siswa sejak dini mulai pendidikan formal di sekolah
maupun yang bersifat informal, yang akan membuatnya menjadi masyrakat
berpengetahuan yang belajar sepanjang hayat (Lige Long Learning)
Pendidikan sebagai usaha sadar yang
sistematis-sistemik selalu bertolak dari sejumlah landasan serta pengindahan
sejumlah asas-asas tertentu. Landasan dan asas tersebut sangat penting, karena
pendidikan merupakan pilar utama terhadap perkembangan manusia dan masyarakat
bangsa tertentu. Beberapa landasan pendidikan tersebut adalah landasan
filosofis, sosiologis, dan kultural, yang sangat memegang peranan penting dalam
menentukan tujuan pendidikan. Selanjutnya landasan ilmiah dan teknologi akan
mendorong pendidikan untuk menjemput masa depan.
A. LANDASAN
PENDIDIKAN
Landasan mengandung arti sebagai alas,
dasar atau tumpuan. Istilah landasan dikenal pula sebagai
fondasi. Pendidikan Dalam arti luas adalah hidup, artinya, pendidikan
adalah segala pengalaman (belajar) di berbagai lingkungan yang berlangsung
sepanjang hayat dan berpengaruh positif bagi perkembangan individu. Pendidikan
berlangsung bagi siapa pun, kapan pun, dan dimana pun. Pendidikan tidak
terbatas pada penyekolahan (schooling)
saja, bahkan pendidikan berlangsung sepanjang hayat. Sebaliknya Pendidikan
dalam arti sempit hanya berlangsung bagi mereka yang menjadi siswa pada suatu
sekolah atau mahasiswa pada suatu perguruan tinggi (lembaga pendidikan formal).
Pendidikan dilakukan dalam bentuk pengajaran yang terprogram dan bersifat
formal. Pendidikan berlangsung di sekolah atau di dalam lingkungan tertentu
yang diciptakan secara sengaja dalam konteks kurikulum sekolah yang
bersangkutan. Pendidikan adalah sesuatu yang universal dan berlangsung
terus tak putus dari generasi ke generasi manapun didunia ini. Upaya
memanusiakan manusia melalui pendidikan itu diselenggarakan sesuai dengan
pandangan hidup dan alam latar sosial-kebudayaan setiap masyarakat tertentu.
1.
Landasan Filosofis
a. Pengertian Landasan Filosofis
Landasan Filosofis merupakan landasan yang
berkaitan dengan makna atau hakikat pendidikan, yang berusaha menelaah
masalah-masalah pokok seperti: Apakah pendidikan itu, mengapa pendidikan itu
diperlukan, apa yang seharusnya menjadi tujuannya, dan sebagainya. Landasan
filosofis adalah landasan yang berdasarkan atau bersifat filsafat (falsafat,
falsafah). Kata filsafat (philosophy) bersumber dari bahasa Yunani, philein berarti mencintai,
dan sophos atau sophis berarti hikmah, arif, atau
bijaksana. Filsafat menelaah sesuatu secara radikal, menyeluruh dan konseptual
yang menghasilkan konsepsi-kosnsepsi mengenai kehidupan dan dunia.
Konsepsi-konsepsi silosofis tentang kehidupan manusia dan dunianya pada
umumnya bersumber dari dua faktor, yaitu:
a. Religi dan etika yang bertumpu pada keyakinan
b. Ilmu
pengetahuan yang mengandalkan penalaran. Filsafat berada di antara keduanya:
Kawasannya seluas religi, namun lebih dekat dengan ilmu pengetahuan karena
filsafat timbul dari keraguan dan karena mengandalkan akal manusia (Redja
Mudyahardjo, et.al., 1992)
Tinjauan filosofis tentang sesuatu, termasuk
pendidikan, berarti berpikir bebas serta merentang pikiran sampai
sejauh-jauhnya tentang sesuatu itu. Penggunaan istilah filsafat dapat dalam dua
pendekatan, yakni:
1. Filsafat sebagai kelanjutan dari
berpikir ilmiah, yang dapat dilakukan oleh setiap orang serta sangat bermanfaat
dalam memberi makna kepada ilmu pengetahuannya itu.
2. Filsafat sebagai kajian khusus yang
formal, yang mencakup logika, epistemology (tentang benar dan salah), etika
(tentang baik dan buruk), estetika (tentang indah dan jelek), metafisika
(tentang hakikat yang “ada”, termasuk akal itu sendiri), serta social dan
politik (filsafat pemerintahan).
Kajian-kajian yang dilakukan oleh berbagai
cabang filsafat (logika, epistemology, etika, dan estetika, metafisika dan
lain-lain) akan besar pengaruhnya terhadap pendidikan, karena prinsip-prinsip
dan kebenaran-kebenaran hasil kajian tersebut pada umumnya diterapkan dalam
bidang pendidikan. Peranan filsafat dalam bidang pendidikan tersebut berkaitan
dengan hasil kajian antara lain tentang:
a. Keberadaan dan kedudukan manusia sebagai
mahluk didunia ini, seperti yang disimpulkan sebagai zoon politicon, homo
sapiens, animal educandum, dan sebagainya.
b.
Masyarakat dan kebudayaannya.
c.
Keterbatasan manusia sebagai mahluk hidup yang banyak menghadapi tantangan.
d. Perlunya landasan pemikiran dalam
pekerjaan pendidikan, utamanya filsafat pendidikan (Wayan Ardhana, 1986).
Hasil-hasil kajian filsafat tersebut, utamnya
tentang konsepsi manusia dan dunianya, sangat besar pengaruhnya terhadap
pendidikan. Beberapa aliran filsafat yaitu sebagai berikut:
1.
Naturalisme
Naturalisme merupakan
aliran filsafat yang menganggap segala kenyataan yang bisa ditangkap oleh panca
indera sebagai kebenaran yang sebenarnya. Aliran ini biasa pula diberi nama
yang berbeda sesuai dengan variasi penekanan konsepsinya tentang manusia dan
dunianya.
Naturalisme merupakan
aliran filsafat yang menganggap segala kenyataan yang bisa ditangkap oleh panca
indera sebagai kebenaran yang sebenarnya. Aliran ini biasa pula diberi nama
yang berbeda sesuai dengan variasi penekanan konsepsinya tentang manusia dan
dunianya.
2.
Idealisme
Idealisme menegaskan
bahwa hakikat kenyataan adalah ide sebagai gagasan kejiwaan. Apa yang dianggap
kebenaran realitas hanyalah bayangan atau refleksi dari ide sebagai kebenaran
bersifat spiritual atau mental. Ide sebagai gagasan kejiwaan itulah sebagai
kebenaran atau nilai sejati yang absolute dan abadi. Secara idealisme landasan
bisa di kaitkan gagasan yang bermakna pendidikan.
3.
Pragmatisme
Pragmatisme merupakan aliran filsafat
yang mengemukakan bahwa segala sesuatu harus dinilai dari segi nilai kegunaan
praktis; dengan kata lain, paham ini menyatakan yang berfaedah itu harus benar,
atau ukuran kebenaran didasarkan pda kemanfaatan dari sesuatu itu harus benar.
Atau ukuran kebenaran didasarkan kepada kemanfaatan dari sesuatu itu kepada
manusia (Abu Hanifah, 1950). John Dewey (dari Redja Mudyahardjo, et. Al., 1992)
Selanjutnya perlu dikemukakan secara ringkas
empat mazhab filsafat pendidikan yang besar pengaruhnya dalam pemikiran dan
penyelenggaraan pendidikan. Keempat mazhab filsafat pendidikan itu (Redja
Mudyahardjo, et. Al., 1992; Wayan Ardhana, 1986) adalah:
1.1 Esensialisme
Esensialisme merupakan mazhab filsafat
pendidikan yang menerapkan prinsip idealisme dan realisme secara eklektis.
Berdasarkan eklektisisme tersebut tersebut maka esensialisme tersebut
menitikberatkan penerapan prinsip idealisme atau realisme dengan tidak
meleburkan prinsip-prinsipnya. Filsafat idealisme memberikan dasara tinjauan
yang realistic. Matematika yang sangat diutmakan idealisme, juga penting
artinya bagi filsafat realism, karena matematika adalah alat menghitung
penjumlahan dari apa-apa yang riil, materiil dan nyata
1.2 Perenialisme
Ada persamaan antara perenialisme dan
esensialisme, yakni keduanya membela kurikulum tradisional yang berpusat pada
mata pelajaran yang pokok-pokok (subject centered). Perbedaannya ialah
perenialisme menekankan keabadian teori kehikmatan, yaitu:
a.
Pengetahuan yang benar (truth)
b. Keindahan
(beauty)
c. Kecintaan
kepada kebaikan (goodness)
Oleh karena itu dinamakan perenialisme karena
kurikulumnya berisi materi yang konstan atau perenial. Prinsip pendidikan
antara lain:
a. Konsep
pendidikan itu bersifat abadi, karena hakikat manusia tak pernah berubah.
b. Inti pendidikan haruslah mengembangkan
kekhususan mahluk manusia yang unik, yaitu kemampuan berpikir.
c. Tujuan
belajar ialah mengenal kebenaran abadi dan universal.
d.
Pendidikan merupakan persiapan bagi kehidupan sebenarnya.
e. Kebenaran
abadi itu diajarkan melalui pelajaran-pelajaran dasar (basic subjects)
1.3 Pragmatisme dan Progresivisme
Prakmatisme adalah aliran filsafat yang
memandang segala sesuatu dari nilai kegunaan praktis, di bidang pendidikan,
aliran ini melahirkan progresivisme yang menentang pendidikan
tradisional.Progresivisme yaitu perubahan untuk maju.Manusia akan mengalami
perkembangan apabila berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya berdasarkan
pemikiran. Progresivisme atau gerakan pendidikan progresif mengembangkan teori
pendidikan yang mendasarkan diri pada beberapa prinsip, antara lain sebagai
berikut:
a. Anak
harus bebas untuk dapat berkembang secara wajar
b. Pengalaman
langsung merupakan cara terbaik untuk merangsang minat belajar.
c. Guru
harus menjadi seorang peneliti dan pembimbing kegiatan belajar.
d. Sekolah progresif harus merupakan sebuah
laboratorium untuk melakukan reformasi pedagogis dan ekperimentasi.
1.4 Rekonstruksionisme
Rekonstruksionalisme adalah suatu kelanjutan
yang logis dari cara berpikir progresif dalam pendidikan. Individu tidak hanya
belajar tentang pengalaman-pengalaman kemasyarakatan masa kini disekolah, tapi
haruslah memelopori masyarakat kearah masyarakat baru yang
diinginkan. Rekonstruksionisme adalah mazhab filsafat pendidikan yang
menempatkan sekolah/lembaga pendidikan sebagai pelopor perubahan masyarakat.
1.5 Eksistensialis
Filsafat pendidikan Eksistensialis
berpendapat bahwa kenyataan atau kebenaran adalah eksistensi atau adanya
individu manusia itu sendiri. Adanya manusia di dunia ini tidak punya tujuan
dan kehidupan menjadi terserap karena ada manusia. Manusia adalah bebas. Akan
menjadi apa orang itu ditentukan oleh keputusan dan komitmennya sendiri.
b. Pancasila sebagai Landasan Filosofis
Sistem Pendidkan Nasional
Pasal 2 UU RI No.2 Tahun 1989 menetapkan
bahwa pendidikan nasional berdasarkan pancasila dan UUD 1945. sedangkan
Ketetapan MPR RI No. II/MPR/1978 tentang P4 menegaskan pula bahwa Pancasila
adalah jiwa seluruh rakyat indonesia, kepribadian bangsa Indonesia, pandangan
hidup bangsa Indonesia, dan dasar negara Indonesia.
2.
Landasan Sosiologis
a. Pengertian Landasan Sosiologis
Manusia yang hidup berkelompok, sesuatu
yang terjadi dengan yang lain sama halnya hewan,tetapi pengelompokan pada
manusia lebih rumit dari pada hewan.
Pendapat wayan Ardhan hidup berkelompok pada
hewan memiliki ciri: Pembagian pada anggotanya, Ketergantungan pada
anggota, Ada kerjasama anggota, Komunikasi antar anggota, Dan
adanya diskrimunasi antara individu satu dengan yang lain dalam kelompok.
Dasar sosiolagis berkenaan dengan
perkembangan, kebutuhan dan karakteristik masayarakat.Sosiologi pendidikan
merupakan analisi ilmiah tentang proses sosial dan pola-pola interaksi sosial
di dalam sistem pendidikan. Ruang lingkup yang dipelajari oleh sosiolagi
pendidikan dalam masyarakat menurut Wayan ardhanmeliputi empat
bidang:
Hubungan sistem pendidikan dengan aspek
masyarakat lain, yang mempelajari, Fungsi pendidikan dalam kebudayaan, hubungan
sisitem pendidikan dan proses kontrol sosiala dengan sstem kekuasaan lain, fungsi
pendidikan dalam memelihara dan mendorong proses sosial dan perubahan
kebudayaan, hubungan antar kelas sosial, fungsional pendidikan formal yang
mencakup hubungan dengan ras, kebudayaam dan kelompok kelompok dalam
masyarakat. Hubungan kemanusiaan di sekolah yang meliputi sifat
kebudayaan dalam sekolah yang khusus dan berbeda dengan kebudayaan di luar
sekolah, pola interaksi dan struktur masyarakat sekolah.
Pengaruh sekolah pada perilaku anggotanya, yang
mempelajari:
a. Peranan
sosial guru.
b.
Sifat kepribadian guru.
c. Pengaruh
kepribadian guru terhadap tingkah laku siswa.
d. Fungsi
sosial sekolah pada sosialisasi anak anak.
Sekolah dalam komunitas,yang mempelajari pola
interaksi antara sekolah dengan kelompok sosial lain di dalam komunitasnya,
yang meliputi:
a. Pelukisan
komunitas sekolah seperti tampaknya dalam organisasi sekolah.
b. Analisis
tentang proses pendidikan seperti tampak pada kaum sosila tak terpelajar.
c. Hubungan
antara sekolah dan komunitas dalam fungsi pendidikannya.
d. Faktor
faktor demografi dan ekologi dalam organisasi sekolah.
b.
Masyarakat indonesia sebagai Landasan Sosiologis Sistem Pendidikan Nasional
Perkembangan masyarakat Indonesia dari masa
ke masa telah mempengaruhi sistem pendidikan nasional. Hal tersebut sangatlah
wajar, mengingat kebutuhan akan pendidikan semakin meningkat dan komplek.
3. Landasan
Kultural
a. Pengertian Landasan Kultural
Kebudayaan dan pendidikan mempunyai hubungan
timbal balik, sebab kebudayaan dapat dilestarikan/dikembangkan dengan jalur
mewariskan kebudayaan dari generasi ke generasi penerus dengan jalan
pendidikan, baiksecara formal maupun informal. Anggota masyarakat berusaha
melakukan perubahan-perubahan yang sesuai dengan perkembangan zaman sehingga
terbentuklah pola tingkah laku, nlai-nilai, dan norma-norma baru sesuai dengan
tuntutan masyarakat.
Usaha-usaha menuju pola-pola ini disebut
transformasi kebudayaan. Lembaga sosial yang lazim digunakan sebagai alat
transmisi dan transformasi kebudayaan adalah lembaga pendidikan, utamanya
sekolah dan keluarga.
b. Kebudayaan sebagai Landasan
Sistem Pendidkan Nasional
Pelestarian dan pengembangan kekayaan yang
unik di setiap daerah itu melalui upaya pendidikan sebagai wujud dari kebineka
tunggal ikaan masyarakat dan bangsa Indonesia. Hal ini haruslah dilaksanakan
dalam kerangka pemantapan kesatuan dan persatuan bangsa dan negara indonesia
sebagai sisi ketunggal-ikaan. Membuka peluang tersedianya lapangan
pekerjaan bagi peserta didik yang bersangkutan guna memuktahirkan kemahiran
lokal
4.
Landasan Psikologis
a. Pengertian Landasan
Filosofis
Dasar psikologis berkaitan dengan
prinsip-prinsip belajar dan perkembangan anak. Pemahaman etrhadap peserta didik,
utamanya yang berkaitan dengan aspek kejiwaan merupakan salah satu kunci
keberhasilan pendidikan. Oleh karena itu, hasil kajian dan penemuan psikologis
sangat diperlukan penerapannya dalam bidang pendidikan. Sebagai
implikasinya pendidik tidak mungkin memperlakukan sama kepada setiap peserta
didik, sekalipun mereka memiliki kesamaan. Penyusunan kurikulum perlu
berhati-hati dalam menentukan jenjang pengalaman belajar yang akan dijadikan
garis-garis besar pengajaran serta tingkat kerincian bahan belajar yang
digariskan.
b. Perkembangan Peserta Didik sebagai
Landasan Psikologis
Pemahaman tumbuh kembang manusia sangat
penting sebagai bekal dasar untuk memahami peserta didik dan menemukan
keputusan dan atau tindakan yang tepat dalam membantu proses tumbuh kembang itu
secara efektif dan efisien. Salah satu aspek dari pengembangan manusia
seutuhnya adalah yang berkaitan dengan perkembangan kepribadian, utamanya agar
dapat diwujudkan kepribadian yang mantap dan mandiri. Meskipun terdapat variasi
pendapat, namun dapat dikemukakan beberapa prinsip umum kepribadian. Disebut sebagai prinsip
prinsip umum karena:
a. Prinsip tersebut yang dikemukakan
dengan variasi tertentu dalam berbagai teori kepribadian.
b. Prinsip
itu akan tampak bervariasi pada kepribadian manusia tertentu (sebab:
kepribadian itu unik). Terdapat dua hal kepribadian yang penting di tinjau dari
konteks perkembangan kepribadian, yakni, terintegrasinya seluruh komponen ke
dalam struktur yang teroganisir secara sistematik. Terjadi tingkah laku yang
konsisiten dalam menghadapi lingkungan.
5. Landasan
Ilmiah dan Teknologis
a. Pengertian Landasan IPTEK
Kebutuhan pendidikan yang mendesak cenderung
memaksa tenaga pendidik untuk mengadopsinya teknologi dari berbagai bidang
teknologi ke dalam penyelenggaraan pendidikan. Pendidikan yang
berkaitan erat dengan proses penyaluran pengetahuan haruslah mendapat perhatian
yang proporsional dalam bahan ajaran, dengan demikian pendidikan bukan hanya
berperan dalam pewarisan IPTEK tetapi juga ikut menyiapkan manusia yang sadar
IPTEK dan calon pakar IPTEK itu. Selanjutnya pendidikan akan dapat mewujudkan
fungsinya dalam pelestarian dan pengembangan iptek tersebut.
b. Perkembangan IPTEK
sebagai Landasan Ilmiah
Iptek merupakan salah satu hasil pemikiran
manusia untuk mencapai kehidupan yang lebih baik, yang dimualai pada permulaan
kehidupan manusia. Lembaga pendidikan, utamanya pendidikan jalur sekolah harus
mampu mengakomodasi dan mengantisipasi perkembangan iptek.
Bahan ajar seyogianya hasil perkembangan
iptek mutahir, baik yang berkaitan dengan hasil perolehan informasi maupun
cara memproleh informasi itu dan manfaatnya bagi masyarakat.
6. Landasan Hukum
Kata landasan dalam hukum berarti melandasi
atau mendasari atau titik tolak.Sementara itu kata hukum dapat dipandang
sebagai aturan baku yang patut ditaati. Aturan baku yang sudah disahkan oleh
pemerintah ini , bila dilanggar akan mendapatkan sanksi sesuai dengan aturan
yang berlaku pula. Landasan hukum dapat diartikan peraturan baku sebagai tempat
terpijak atau titik tolak dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu, dalam
hal ini kegiatan pendidikan.
a. Pendidikan
menurut Undang-Undang 1945
Undang-Undang Dasar 1945 adalah merupakan
hukum tertinggi di Indonesia. Pasal-pasal yang bertalian dengan pendidikan dalam
Undang-Undang Dasar 1945 hanya 2 pasal, yaitu pasal 31 dan Pasal 32. Yang satu
menceritakan tentang pendidikan dan yang satu menceritakan tentang
kebudayaan. Pasal 31 Ayat 1 berbunyi : Tiap-tiap warga Negara berhak
mendapatkan pengajaran. Dan ayat 2 pasal ini berbunyi : Pemerintah mengusahakan
dan menyelenggarakan satu sistem pengajar Pasal 32 pada Undang-Undang Dasar
berbunyi : Pemerintah memajukan kebudayaan nasional Indonesia yang diatur
dengan Undang -Undang.
b. Undang-Undang
RI Nomor 2 Tahun 1989 tentang Pendidikan Nasional
Tidak semua pasal akan dibahas dalam makalah
ini. Yang dibahas adalah pasal – pasal penting terutama yang membutuhkan
penjelasan lebih mendalam serta sebagai acuan untuk mengembangkan pendidikan.
Pertama-tama adalah Pasal 1 Ayat 2 dan Ayat 7. Ayat 2 berbunyi sebagai berikut
: Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berakar pada kebudayaan nasional
yang berdasarkan pada Pancasila dan Undang – Undang Dasar 45. Undang-undang ini
mengharuskan pendidikan berakar pada kebudayaan nasional yang berdasarkan pada
pancasila dan Undang – Undang dasar 1945, yang selanjutnya disebut kebudayaan
Indonesia saja. Ini berarti teori – teori pendidikan dan praktek – praktek
pendidikan yang diterapkan di Indonesia, tidak boleh tidak haruslah berakar
pada kebudayaan Indonesia.“Selanjutnya Pasal 1 Ayat 7 berbunyi : Tenaga
Pendidik adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri dalam penyelenggaraan
pendidikan. Menurut ayat ini yang berhak menjadi tenaga kependidikan adalah
setiap anggota masyarakat yang mengabdikan dirinya dalam penyelenggaraan
pendidikan. Sedang yang dimaksud dengan Tenaga Kependidikan tertera dalam pasal
27 ayat 2, yang mengatakan tenaga kependidikan mencakup tenaga pendidik,
pengelola/kepala lembaga pendidikan, penilik/pengawas, peneliti, dan pengembang
pendidikan, pustakawan, laporan, dan teknisi sumber belajar.
7. Landasan
Sejarah
Sejarah adalah keadaan masa lampau dengan
segala macam kejadian atau kegiatan yang dapat didasari oleh konsep – konsep
tertentu. Sejarah pendidikan di Indonesia. Pendidikan di Indonesia sudah ada
sebelum Negara Indonesia berdiri. Sebab itu sejarah pendidikan di Indonesia
juga cukup panjang. Pendidikan itu telah ada sejak zaman kuno, kemudian
diteruskan dengan zaman pengaruh agama Hindu dan Budha, zaman pengaruh agama
Islam, pendidikan pada zaman kemerdekaan. Pada waktu bangsa Indonesia berjuang
merintis kemerdekaan ada tiga tokoh pendidikan sekaligus pejuang kemerdekaan,
yang berjuang melalui pendidikan. Mereka membina anak-anak dan para pemuda
melalui lembaganya masing-masing untuk mengembalikan harga diri dan martabatnya
yang hilang akibat penjajahan Belanda. Tokoh-tokoh pendidik itu adalah Mohamad
Safei, Ki Hajar Dewantara, dan Kyai Haji Ahmad Dahlan (TIM MKDK, 1990).
Mohamad Syafei mendirikan sekolah INS atau
Indonesisch Nederlandse School di Sumatera Barat pada Tahun 1926. Sekolah ini
lebih dikenal dengan nama Sekolah Kayutanam, sebab sekolah ini didirikan di
Kayutanam. Maksud ulama Syafei adalah mendidik anak-anak agar dapat berdiri
sendiri atas usaha sendiri dengan jiwa yang merdeka. Tokoh pendidik nasional
berikutnya yang akan dibahas adalah Ki Hajar Dewantara yang mendirikan Taman
Siswa di Yogyakarta. Sifat, system, dan metode pendidikannya diringkas ke dalam
empat keemasan, yaitu asas Taman Siswa, Panca Darma, Adat Istiadat, dan
semboyan atau perlambang. Asas Taman Siswa dirumuskan pada Tahun 1922, yang
sebagian besar merupakan asas perjuangan untuk menentang penjajah Belanda pada
waktu itu. Tokoh ketiga adalah Ahmad Dahlan yang mendirikan organisasi Agama
Islam pada tahun 1912 di Yogyakarta, yang kemudian berkembang menjadi
pendidikan Agama Islam.
Pendidikan Muhammadiyah ini sebagian besar
memusatkan diri pada pengembangan agama Islam, dengan beberapa cirri seperti
berikut (TIM MKDK, 1990). Asas pendidikannya adalah Islam dengan tujuan
mewujudkan orang-orang muslim yang berakhlak mulia, cakap, percaya kepada diri
sendiri, dan berguna bagi masyarakat serta Negara.
Ada lima
butir yang dijadikan dasar pendidikan yaitu :
1. Perubahan
cara berfikir.
2. Kemasyarakatan.
3. Aktivitas.
4. Kreativitas.
5. Optimisme
8.
Landasan Sosial Budaya
Sosial mengacu kepada hubungan antar
individu, antarmasyarakat, dan individu secara alami, artinya aspek itu telah
ada sejak manusia dilahirkan. Sama halnya dengan sosial, aspek budaya
inipun sangat berperan dalam proses pendidikan. Materi yang dipelajari
anak-anak adalah budaya, cara belajar mereka adalah budaya, begitu pula
kegiatan-kegiatan mereka dan bentuk-bentuk yang dikerjakan juga
budaya.Sosiologi dan Pendidikan Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan
antara manusia dalam kelompok-kelompok dan struktur sosialnya. Proses sosial
dimulai dari interaksi sosial dan dalam proses sosial itu selalu terjadi
interaksi sosial. Interaksi dan proses sosial didasari oleh faktor-faktor
berikut : Imitasi, Sugesti,Identifikasi,Simpati.Kebudayaan dan Pendidikan
Kebudayaan menurut Taylor adalah totalitas yang kompleks yang mencakup
pengetahuan, kepercayaan, seni, hukum, moral, adat, dan kemampuan-kemampuan
serta kebiasaan-kebiasaan yang diperoleh orang sebagai anggota masyarakat
(Imran Manan, 1989)
B. ASAS-ASAS
POKOK PENDIDIKAN
Asas pendidikan merupakan sesuatu kebenaran
yang menjadi dasar atau tumpuan berpikir, baik pada tahap perancangan maupun
pelaksanaan pendidikan. Khusus di Indonesia terdapat beberapa asas pendidikan
yang memberi arah dalam merancang dan melaksanakan pendidikan tersebut.
Diantara asas tersebut adalah asas Tut Wuri Handayani, asas Belajar Sepanjang
Hayat, dan asas Kemandirian dalam belajar.
1.
Asas Tut Wuri Handayani
Pendidikan
sebagai usaha sadar yang sistematis-sistemik selalu bertolak darisejumlah
landasan serta pengindahan sejumlah asas-asas tertentu. Landasan dan asas
tersebut sangat penting, karena pendidikan merupakan pilar utama terhadap
perkembangan manusia dan masyarakat bangsa tertentu. Beberapa landasan
pendidikan tersebut adalah landasan filosofis, sosiologis, dan kultural, yang
sangat memegang peranan penting dalam menentukan tujuan pendidikan. Selanjutnya
landasan ilmiah dan teknologi akan mendorong pendidikan untuk mnjemput masa
depan.
Jika kita
dihadapkan pada suatu tata kelola pendidikan, maka di titik itu pulalah kita
akan sering bersinggungan dengan apa yang disebut asas-asas. Dalam hal ini
asas-asas pendidikan. Hal ini karena asas-asas pendidikan telah disepakati
sebagai suatu kebenaran yang menjadi dasar atau tumpuan berpikir, baik pada
tahap perancangan maupun pelaksanaan pendidikan (Tirtarahardja, 1994).
Sistem
pendidikan Indonesia mengenal adanya tiga asas-asas pendidikan. Asas yang pertama
adalah asas Tut Wuri Handayani (berasal dari Bahasa Sansekerta yang berarti
‘Jika di belakang mengawasi dengan awas’). Asas pendidikan yang kedua adalah
asas ‘Belajar Sepanjang Hayat;’ sedang asas yang terakhir adalah asas
‘Kemandirian dalam Belajar.’ Dalam artikel ini akan dibahas mengenai azas
tutwuri handayani sebagai landasan pendidikan.
Asas Tut Wuri Handayani pertama kali dicetuskan oleh tokoh sentral
pendidikan Indonesia, Ki Hajar Dewantoro, pada medio 1922, semboyan Tut Wuri
Handayani merupakan satu dari tujuh asas Perguruan Nasional Taman Siswa. Dalam
asas Perguruan Nasional Taman Siswa, semboyan Tut Wuri Handayani termaktub
dalam butir pertama yang berbunyi, “Setiap orang mempunyai hak untuk mengatur
dirinya sendiri dengan mengingat tertibnya persatuan dalam peri kehidupan.”
Dari kutipan tersebut kiranya dapat ditarik
kesimpulan bahwasanya tujuan dari pembelajaran ala Taman Siswa – dan pendidikan
di Indonesia pada umumnya – adalah menciptakan “kehidupan yang tertib dan damai
(Tata dan Tenteram, Orde on Vrede)” (Tirharahardja, 1994: 119). Dalam
perkembangan selanjutnya, Perguruan Taman Siswa menggunakan asas tersebut untuk
melegitimasi tekad mereka untuk mengubah sistem pendidikan model lama – yang
cenderung bersifat paksaan, perintah, dan hukuman dengan “Sistem Among” khas
ala Perguruan Taman Siswa.
Sistem Among berkeyakinan bahwa guru adalah
“pamong.” Sesuai dengan semboyan Tut Wuri Handayani di atas, maka pamong atau
guru di sini lebih cenderung menjadi navigator peserta didik yang diberi kesempatan
untuk berjalan sendiri, dan tidak terus menerus dicampuri, diperintah atau
dipaksa (Tirtarahardja, 1994: 120).
Sebagai asas pertama, tut wuri handayani merupakan inti dari sitem Among
perguruan. Asas yang dikumandangkan oleh Ki Hajar Dwantara ini kemudian
dikembangkan oleh Drs. R.M.P. Sostrokartono dengan menambahkan dua semboyan
lagi, yaitu Ing Ngarso Sung Sung Tulodo dan Ing Madyo Mangun Karso. Kini ketiga
semboyan tersebut telah menyatu menjadi satu kesatuan asas yaitu:
1.
Ing Ngarso
Sung Tulodo ( jika di depan memberi contoh)
2.
Ing Madyo Mangun Karso (jika ditengah-tengah
memberi dukungan dan semangat)
3.
Tut Wuri
Handayani (jika di belakang memberi dorongan).
Jika menilik Sistem Pendidikan Nasional
Indonesia, seperti apa yang tercantum dalam Undang-undang Nomer 23 Tahun 2003,
maka konsep Tut Wuri Handayani termanifestasi ke dalam sistem KTSP (Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan). Peran guru dalam sistem KTSP lebih cenderung
sebagai pemberi dorongan karena adanya pergeseran paradigma pengajaran dan pembelajaran,
dari “teacher oriented” kepada “student oriented.”
2.
Asas Belajar Sepanjang Hayat
Pengertian
Arti luas pendidikan sepanjang hayat (lifelong
education) adalah bahwa pendidikan tidak berhenti hingga individu menjadi
dewasa, tetapi tetap berlanjut sepanjang hidupnya Pendidikan sepanjang hayat
menjadi lebih tinggi urgensinya pada saat ini karena manusia perlu terus
menerus menyesuaikan diri supaya dapat tetap hidup secara wajar dalam
lingkungan masyarakatnya yang selalu berubah. Di sisilain dari pendidikan
sepanjang hayat adalah peluang yang luas bagi seseorang untuk terus belajar
agar dapat meraih keadaan kehidupan yang lebih baik. Adapun hal-hal yang
menyebabkan dan memungkinkan hal-hal yang demikian itu adalah : a. Majunya ilmu
dan teknologi b. Produk-produk teknologi yang perlu dipelajari karena terkait
dengan alat-alat kerja c. Bagi mereka yang menggunakan alat kerja berbasis
teknologi d. Perubahan sosial sebagai dampak majunya ilmu dan teknologi1
Belajar sepanjang hayat ini dikemukakan pula oleh Edgar Faure dari The
International Council of Educational Development (ICED) atau Komisi
Internasional Pengembangan Pendidikan. Sebagai ketua Komisi tersebut Edgar
Faure mengatakan : With its confidence in
man’s capacity to perfect himself through education, the Moslem world was among
the first to recommend the idea of lifelong education, exhorting Moslem to
educate themselves from cradle to the grave.2 1 Suryati Sidharto, Ilmu
pendidikan (Yogyakarta : UNY Press, 2011)
Tujuan dari
proses belajar sepanjang hayat adalah untuk mengembangkan diri, memberikan
kemampuan peserta didik untuk berbuat seperti orang lain, membebaskan dari
kebodohan, menjadi manusia yang kreatif, sensitive, dan dapat berperan aktif
dalam proses pembangunan (Adult Education Quarterly, 2005)
3.
Asas Kemandirian dalam Belajar
Di dalam
asas Tutwuri Handayani maupun belajar sepanjang hayat secara langsung sangat
erat kaitannya dengan asas Kemandirian dalam belajar. Dalam kegiatan belajar
mengajar, mungkin dapat dikembangkan kemandirian dalam belajar itu dengan
menghindari campur tangan guru, namun guru selalu siap untuk membantu apabila
diperlukan. Adapun dalam asas belajar sepanjang hayat hanya dapat diwujudkan
apabila didasarkan pada pendapat bahwa peserta didik mau dan mampu mandiri dalam
belajar, oleh karena itu tidak mungkin seseorang belajar sepanjang hayatnya
apabila selalu tergantung dari bantuan guru atau pun orang lain. (Rangga, 2011)
Dalam kegiatan belajar mengajar, diupayakan
sedini mungkin dikembangkan kemandirian dalam belajar bagi peserta didik.
Perwujudan
asas kemandirian dalam belajar akan menempatkan guru dalam peran utama sebagai
fasilitator dan motivator. Salah satu pendekatan yang memberikan peluang dalam
melatih kemandirian belajar peserta didik adalah sistem CBSA (Cara Belajar Siwa
Aktif).
Pemerintah
mengusahakan berbagai cara dalam upaya peningkatan mutu pendidikan, antara
lain: (1) Pembinaan guru dan tenaga pendidikan di semua jalur, jenis, dan
jenjang pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan, (2) Pengembangan sarana
dan prasarana sesuai dengan perkembangan ilmu dan teknologi, (3) Pengembangan
kurikulum dan isi pendidikan sesuai dengan perkembangan ilmu dan teknologi
serta pengembangan nilai-nilai budaya bangsa, (4) Pengembangan buku ajar sesuai
dengan tuntutan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta perkembangan
budaya bangsa.
Pemerintah
telah dan sedang mengusahakan peningkatan relevansi penyelenggaraan pendidikan
yang efektif dan efisien (1) meningkatkan kemudahan dalam komunikasi informasi
antara pusat–daerah, daerah–daerah, agar arus komunikasi informasi pembaharuan
pendidikan berjalan lancar, (2) desiminasi–inovasi pendidikan: kelembagaan’
sumber daya manusia, sarana dan prasarana, proses belajar mengajar yang
dilaksanakan secara terpadu, dan (3) peningkatan kegiatan penelitian untuk
memberi masukan dalam upaya meningkatkan relevansi pendidikan. (Qym, 2009)
-
Kesimpulan
Pendidikan
selalu berkaitan dengan manusia, dan hasilnya tidak segera tampak. Diperlukan
satu generasi untuk melihat suatu akhir dari pendidikan itu. Oleh karena itu
apabila terjadi suatu kekeliruan yang berakibat kegagalan, pada umumnya sudah
terlambat untuk memperbaikinya. Kenyataan ini menuntut agar pendidikan itu
dirancang dan dilaksanakan secermat mungkin dengan memperhatikan sejumlah
landasan dan asas pendidikan.
Pendidikan
di mulai saat kita terjun langsung dalam istilah-istilah komunikasi dan
interaktif antar sesama manusia. Pendidikan selalu berkaitan dengan manusia,
dan hasilnya tidak segera tampak. Diperlukan satu generasi untuk melihat suatu
akhir dari pendidikan itu. Oleh karena itu apabila terjadi suatu kekeliruan
yang berakibat kegagalan. Kenyataan ini menuntut agar pendidikan itu dirancang
dan dilaksanakan secermat mungkin dengan memperhatikan sejumlah landasan dan
asas pendidikan. Dalam hal ini pendidikan dapat di lihat secara sempit dan
luas,yang di kaitkan dengan landasan dan asas-asas pendidikan serta
penerapannya secara langsung baik dari masyarakat, bangsa dan Negara.
Pendidikan cermat dan terlaksana secara terstruktur akan menghasilkan bentuk
dan hasil yang baik
Daftar
Pustaka
Abu Hanifah. 1950. Rintisan Filsafat, Filsafat Barat Ditilik dengan Jiwa Timur,Jilid I.
Jakarta: Balai Pustaaka.
Ardhana Wayan. 1986. Pendidikan Orang Dewasa Dari Teori Hingga
Aplikasi. Jakarta: Bumi Aksara.
Ditjen Pendidikan Dasar dan Menengah,
Undang-undang No 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan Nasional, Depdiknas,
Jakarta
Hill, Lilian H.2005. Community Education, Lifelong Learning, and Social Inclusion. Adult
Education Quarterly, volume 5 nomor 2
Manan Imran.1989, Psikologi Pendidikan, Raja Grapindo Persada, Jakarta
Mudyahardjo Redja, et. al. 1992. Pendekatan Keterampilan Proses, Bagaimana
Mengaktifkan Siswa dalam Belajar. Jakarta: Gramedia
Sidharto, Suryati.2011. Ilmu Pendidikan, UNY Press, Yogyakarta
Tirtarahardja, Umar dan S.L. La Sulo.1994. Pengantar Pendidikan. Jakarta:
Rineka Cipta
Tim Pembina MK
Pengantar Pendidikan. 2008. Bahan
Ajar Pengantar Pendidikan. Padang:
FIP UNP
Siswoyo, Dwi, Dkk. 2008. Ilmu Pendidikan. Yogyakarta: UNY
Press.
Qym. 2009. Asas-asas Pendidikan dan Penerapannya dalam http://qym7882.blogspot.com/2009/03/asas-asas-pendidikan-dan-penerapannya.html/ diakses
pada 12 Januari 2013
Rangga. 2011. Konsep
Pendidikan dalam http://rangga19.web.id/konsep-pendidikan.html/ diakses
pada 12 Januari 2013
No comments:
Post a Comment