Fungsi dan Kedudukan
Al-qur’an dalam Agama Islam
Al-Qur’an
berfungsi sebagai pedoman bagi umat Islam. Al-Qur’an juga mengandung dan
membawakan nilai-nilai yang membudayakan manusia, hamper dua pertiga ayat-ayat
al-Qur’an mengandung motivasi kependidikan bagi umat Islam.1
Al-Qur’an adalah wahyu Allah yang berfungsi sebagai mu’jizat bagi Rasulullah Muhamma saw. sebagai pedoman hidup bagi setiap muslim dan sebagai korektor dan penyempurna terhadap kitab-kitab Allah yang sebelumnya dan bernilai abadi. Sebagai mu’jizat, al-Qur’an telah menjadi salah satu sebab pula bagi masuknya orang-orang Arab di zaman Rasulullah ke dalam agama Islam, dan menjadi sebab pula bagi masuknya orang-orang sekarang dan (insya Allah) pada masa-masa yang akan datang.
Al-Qur’an adalah wahyu Allah yang berfungsi sebagai mu’jizat bagi Rasulullah Muhamma saw. sebagai pedoman hidup bagi setiap muslim dan sebagai korektor dan penyempurna terhadap kitab-kitab Allah yang sebelumnya dan bernilai abadi. Sebagai mu’jizat, al-Qur’an telah menjadi salah satu sebab pula bagi masuknya orang-orang Arab di zaman Rasulullah ke dalam agama Islam, dan menjadi sebab pula bagi masuknya orang-orang sekarang dan (insya Allah) pada masa-masa yang akan datang.
1. Pengertian Al-qur’an
Secara lughawy (bahasa) al-Qur’an berarti saling berkaitan, berhubungan
antara satu ayat dengan ayat yang lain, dan berarti pula bacaan. Semua
pengertian ini memperlihatkan kedudukan al-Qur’an sebagai kitabullah yang
ayat-ayat dan surat-suratnya saling berhubungan, dan ia merupakann bacaan bagi
kaum muslimin. Dari segi istilah para ahli memberikan definisi sebagai
berikut:3
Menurut Manna al-Qaththan, al-Qur’an adalah kalamullah yang diturunkan kepada Muhammad saw. dan membacanya adalah ibadah. Term kalam sebenarnya meliputi perkataan, namun karena istilah itu disandarkan (diidhafatkan) kepada Allah (kalamullah), maka tidak termasuk dalam istilah al-Qur’an perkataan yang berasal dari selain Allah, seperti perkataan manusia, jin dan malaikat.
Definisi lain dikemukakan mengenai al-Qur’an dikemukakan oleh al-Zarqani adalah, al-Qur’an merupakan lafal yang diturunkan kepada Nabi Muhamma saw. dari permulaan surat al-fatihah sampai surat an-naas.
Abdul Wahab Khallaf memberikan definisi bahwa al-Qur’an adalah firman Allah yang diturunkan kepada hati Rasulullah, Muhammad bin Abdullah melalui Ar Ruhul Amin (Jibril as) dengan lafal-lafalnya yang berbahasa Arab dan maknanya yang benar, agar ia menjadi hujjah bagi Rasul, bahwa ia benar-benar Rasulullah, menjadi undang-undang bagi manusia, memberi petunjuk kepada mereka, dan menjadi sarana pendekatan diri dan ibadah kepada Allah dengan membacanya. Al-Qur’an itu terhimpun dalam mushaf, dimulai dengan surat al-fatihah dan diakhiri dengan surat an-naas, disampaikan kepada kita secara mutawatir dari generasi ke generasi secara lisan maupun tulisan. Ia terpelihara dari perubahan dan pergantian.
Dari pengertian-pengartian di atas dapat disimpulkan bahwa al-Qur’an adalah kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. melalui malaikat Jibril. Al-Qur’an ini juga dipandang sebagai keagungan (majid) dan penjelasan (mubin). Kemudian juga seringkali disebut pula petunjuk (hidayah) dan buku (kitab). Namun nama yang banyak dipergunakan untuk menyebut al-Qur’an ialah buku (kitab) dan al-Qur’an. Al-Qur’an berisi segala hal mengenai petunjuk yang membawa hidup manusia bahagia di dunia dan bahagia di akhirat kelak.[1]
Menurut Manna al-Qaththan, al-Qur’an adalah kalamullah yang diturunkan kepada Muhammad saw. dan membacanya adalah ibadah. Term kalam sebenarnya meliputi perkataan, namun karena istilah itu disandarkan (diidhafatkan) kepada Allah (kalamullah), maka tidak termasuk dalam istilah al-Qur’an perkataan yang berasal dari selain Allah, seperti perkataan manusia, jin dan malaikat.
Definisi lain dikemukakan mengenai al-Qur’an dikemukakan oleh al-Zarqani adalah, al-Qur’an merupakan lafal yang diturunkan kepada Nabi Muhamma saw. dari permulaan surat al-fatihah sampai surat an-naas.
Abdul Wahab Khallaf memberikan definisi bahwa al-Qur’an adalah firman Allah yang diturunkan kepada hati Rasulullah, Muhammad bin Abdullah melalui Ar Ruhul Amin (Jibril as) dengan lafal-lafalnya yang berbahasa Arab dan maknanya yang benar, agar ia menjadi hujjah bagi Rasul, bahwa ia benar-benar Rasulullah, menjadi undang-undang bagi manusia, memberi petunjuk kepada mereka, dan menjadi sarana pendekatan diri dan ibadah kepada Allah dengan membacanya. Al-Qur’an itu terhimpun dalam mushaf, dimulai dengan surat al-fatihah dan diakhiri dengan surat an-naas, disampaikan kepada kita secara mutawatir dari generasi ke generasi secara lisan maupun tulisan. Ia terpelihara dari perubahan dan pergantian.
Dari pengertian-pengartian di atas dapat disimpulkan bahwa al-Qur’an adalah kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. melalui malaikat Jibril. Al-Qur’an ini juga dipandang sebagai keagungan (majid) dan penjelasan (mubin). Kemudian juga seringkali disebut pula petunjuk (hidayah) dan buku (kitab). Namun nama yang banyak dipergunakan untuk menyebut al-Qur’an ialah buku (kitab) dan al-Qur’an. Al-Qur’an berisi segala hal mengenai petunjuk yang membawa hidup manusia bahagia di dunia dan bahagia di akhirat kelak.[1]
Para
ulama berbeda pendapat tentang lafad Al-Qur’an tetapi mereka sepakat bahwa
lafad Al-Qur’an adalah isim (kata benda) bukan fi’il (kata kerja)
atau harf (huruf). Isim yang dimaksud dalam bahasa Arab sama dengan
keberadaan isim-isim lain, kadang berupa isim jamid atau disebut isim musytaq.[2]
1. Fungsi
Al-qur’an dalam Agama Islam
Al-Qur’an
berfungsi sebagai petunjuk atau pedoman bagi umat manusia dalam mencapai kebahagiaan
hidup di dunia dan di akhirat.[3]
Setelah
Rasulullah wafat, yang tertinggal adalah Al-Qur’an yang terjaga dari
penyimpangan dan pemutarbalikan fakta agar dipakai sebagai petunjuk dan pedoman
dalam mengarungi dunia fana ini. Firman Allah SWT :
“Katakanlah hai manusia,
sesungguhnya aku adalah utusan Allah (yang) diutus kepada kalian semua, bahwa
Allahlah yang mempunyai kerajaan langit dan bumi, tidak ada Tuhan selain Dia
yang menghidupkan dan yang mematikan, maka berimanlah kalian kepada Allah dan rasulNya.
Nabi yang ummi yang beriman kepada Allah dan kepada kalimat-kalimatNya
(kitab-kitabNya) dan ikutilah Dia agar kalian mendapat petunjuk (QS Al-Arof :
158)[4]
2. Kedudukan
Al-qur’an dalam Agama Islam
Al-Qur’an
sebagai kitab Allah SWT menempati posisi sebagai sumber pertama dan utama dari
seluruh ajaran Islam,baik yang mengatur hubungan manusia dengan dirinya
sendiri,hubungan manusia dengan Allah SWT,hubungan manusia dengan sesamanya,dan
hubungan manusia dengan alam.[5]
Tidak
ada khilaf (perbedaan) di antara umat islam bahwa Al-qur’an itu pokok asasy
bagi syari’at islam dan sumber mata airnya. Dari padanya di ambil segala
pokok-pokok syari’at dan cabang-cabangnya. Juga dari padanya dalil-dalil syar’I
mengambil tenaganya. Dengan demikian dipandang bahwa Al-qur’an itu dasar yang
kully bagi syari’at dan pengumpul segala hukum.
Oleh
karena Alqur’an bersifat dasar-dasar pokok (kully), tentulah penerangannya
bersifat ijmaly yang memerlukan tafshil dan yang bersifat kully memerlukan
tabyin. Karena itu untuk mengambil hukum dari padanya kita memerlukan
pertolongan As-Sunnah.
Kemudian oleh karena Al-qur’an sumber yang pertama, para ulama pun
terus menerus mempelajarinya dan mempeeajari jalan – jalan mengeluarkan hukum
dari ibarat-ibarat Al-qur’an, dari isyarat-isyarat Al-qur’an ,dari zhahir
Al-qur’an dari nash-nya, sebagaimana mereka telah bersungguh-sungguh mencari
jalan men-takwilkan mutasyabih-nya, mentashilkan mujmalnya, menerangkan yang
perlu pada penerangan, serta menenrangkan mana ‘am-nya mana nasikhnya, mana manshuknya,
jalan-jalan men-nasakh-kan dan bagaimana harus kita lakukan jika terjadi
nasakh. Walaupun para ulama berselilsih pendapat dalam masalah ini, namun
mereka bersepakat menetapkan bahwa Al-qur’an itu sumber pertama bagi seluruh
syari’at islam. [6]
a. Al-qur’an sebagai Sumber Agama Islam
Sumber pokok ajaran islam adalah Al-qur’an.
Adapun hadits dan sumber-sumber yang lain pada hakikatnya merupakan penjabaran
dari Al-qur’an. Sebagai sumber pokok, maka Al-qur’an menerangkan ajaran-ajaran
islam secara global dan hanya memuat dasar-dasarnya saja, kecuali mengenai
hal-hal yang bersifat ghaib.
Pada pokoknya, Alqur’an menjadi sumber dari
hal-hal berikut ini:
a.
Ajaran yang berkaitan dengan keimanan atau akidah
yang menjadi bidang pembahasan ilmu kalam (Ushuludhin).
b.
Ajaran yang berkaitan dengan perbuatan lahir
anggota badan, yang menjadi pembahasan ilmu fiqih.
c.
Ajaran yang berkaitan dengan perilaku dan budi
pekerti yang menjadi obyek pembahasan ilmu akhlaq.[7]
Atas dasar bahwa
hukum syara’ itu adalah kehendak Allah tentang tingkah laku manusia mukallaf,
maka dapat dikatakan bahwa pembuat hukum (law gider) adalah Allah SWT.
KetentuanNya terdapat dalam kumpulan wahyunya yang disebut Al-Qur’an. Dengan
demikian ditetapkan bahwa Al- Qur’an itu sumber utama bagi hukum Islam, sekaligus
juga sebagai dalil utama fiqih. Al-Qur’an itu membimbing dan memberikan
petunjuk untuk menemukan hukum-hukum yang terkandung dalam sebagian
ayat-ayatnya. Karena kedudukan Al-Qur’an itu sebagai sumber utama dan pertama
bagi penempatan hukum, maka bila seseorang ingin menemukan hukum untuk suatu
kejadian, tindakan pertama yang harus ia lakukan adalah mencari jawab
penyelesaiannya dari Al-Qur’an. Selama hukumnya dapat diselesaikan dengan
Al-Qur’an, maka ia tidak boleh mencari jawaban lain di luar Al-Qur’an.
Selain itu, sesuai
dengan kedudukan Al-Qur’an sebagai sumber utama atau pokok hukum Islam, berarti
al-Quran itu menjadi sumber dari segala sumber hukum. Karena itu juga akan
menggunakan sumber hukum lain di luar Al-Qur’an, maka harus sesuai dengan petujuk
Al-Qur’an dan tidak boleh melakukan sesuatu yang bertentangan dengan Al-Qur’an.
Hal ini berarti bahwa sumber hukum selain Al-Qur’an tidak boleh menyalahi
apa-apa yang telah ditetapkan Al-Qur’an. Kekuatan hujjah Al-Qur’an sebagai
sumber dan dalil hukum fiqh terkandung dalam ayat al-qur’an yang menyuruh umat
manusia mematuhi Allah. Hal ini disebutkan lebih dari 30 kali dalam Al-Qur’an,
Perintah mematuhi Allah itu berarti mengikuti apa-apa yang difirmankanNya dalam
Al-Qur’an.
b. Al-qur’an sebagai Al-Huda
Allah berfirman:
“Kitab
Al-Qur’an ini tidak ada keraguan di dalamnya, petunjuk bagi mereka yang
bertaqwa” ( Q.S Albaqarah 2)
Dari ayat di atas dapat di pahami bahwa
fungsi Al-qur’anadalah petunjuk bagi manusia. Allah menurunkan Al-qur’an dengan
tanpa keraguan bahwa ia menjadi petunjuk bagi orang-orang yang berbakti dan
bertakwa kepada Allah SWT., sebagai penyuluh dan pedoman hidup.
Oleh karena itu barang siapa ingin mendapat
kemulyaan dan kejayaan, keselamatan, dan kebahagiaan, maka jalannya adalah dengan
mengikuti petunjuk suci ini. Dengan demikian seseorang atau suatu masyarakat
akan memiliki kepercayaan dan akidah yang benar dan luhur, peraturan dan hukum
yang baik, serta akhlaq mulia dan budi pekerti yang terpuji.[8]
c. Al-qur’an sebagai Al-Furqon
Al-Furqon artinya pembeda/pemisah, yaitu
yang membedakan/ memisahkan antara hak dan batil, sehingga antara hak dan batil
itu tidak bercampur aduk. Al-Quran sebagai Al-Furqon, maka ia memisahkan
kelompok orang-orang yang beriman dan kelompok orang-orang yang kafir, sehingga
kedua kelompok itu tidak bercampur aduk. hal ini sebagaimana ditegaskan oleh
Allah dalam firman-Nya.
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ
ءَامَنُوا إِنْ تَتَّقُوا اللهَ يَجْعَلْ لَكُمْ فُرْقَانًا وَيُكَفِّرْ عَنْكُمْ
سَيِّئَاتِكُمْ
وَيَغْفِرْ لَكُمْ
وَاللهُ ذُو ا لْفَضْلِ ا لْعَظِيمِ
“Hai
orang-orang yang beriman, jika kamu bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan memberikan
kami furqon dan menghapuskan segala kesalahan-kesalahan kamu dan
mengampuni dosa-dosamu. Dan Allah mempunyai karunia yang besar”. (8:29).[9]
d. Al-qur’an sebagai As-Syifa
Al-Qur’an dikatakan bahwa ia berfungsi sebagai obat bagi
penyakit yang ada di dalam dada (mungkin yang dimaksud disini adalah penyakit
psikologis). Allah berfiman:
“Hai manusia sesungguhnya telah datang
kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh dari penyakit-penyakit (yang
berada) dalam dada…”(QS Yunus [10] : 57).
Al-Qur'an juga merupakan obat bagi penyakit
maknawi, seperti penyakit ragu-ragu (syak), syubhat (kerancuan), kufur dan
nifak. Penyakit-penyakit ini jauh lebih berbahaya daripada penyakit badan.
Penyakit hati lebih berbahaya daripada penyakit badan karena penyakit badan ujung penghabisannya adalah mati sedangkan mati itu pasti terjadi dan tidak mungkin dapat ditolak. Penyakit hati jika dibiarkan terus menerus maka akan menyebabkan matinya hati , rusak secara total sehingga si empunya hati menjadi seorang kafir, condong kepada kaburukan , fasik. Dan tidak ada obat baginya selain daripada al-Qur'an yang telah diturunkan oleh Allah sebagai obat.
Penyakit hati lebih berbahaya daripada penyakit badan karena penyakit badan ujung penghabisannya adalah mati sedangkan mati itu pasti terjadi dan tidak mungkin dapat ditolak. Penyakit hati jika dibiarkan terus menerus maka akan menyebabkan matinya hati , rusak secara total sehingga si empunya hati menjadi seorang kafir, condong kepada kaburukan , fasik. Dan tidak ada obat baginya selain daripada al-Qur'an yang telah diturunkan oleh Allah sebagai obat.
e. Al-qur’an sebagai Al-Ma’uizah
Dalam Al-Qur’an dikatakan bahwa ia
berfungsi sebagai nasehat bagi orang-orang bertaqwa. Allah berfirman,
“Al-Qur’an ini adalah penerangan
bagi seluruh manusia dan petunjuk serta pelajaran bagi orang-orang bertaqwa”
(QS Ali-Imron [3]: 138)
f.
Al-qur’an
sebagai Mukjizat
Mukjizat
artinya sesuatu yang luar biasa yang tiada kuasa manusia membuatnya karena hal
itu diluar kesanggupannya. Mukjizat ini hanya diberikan kepada nabi-nabi untuk
menguatkan kenabian dan kerasulannya, dan bahwa agama / risalah yang dibawanya
bukanlah bikinannya sendiri tetapi benar-benar dari Alloh SWT. Mukzijat tidak
pernah diberikan kepada selain nabi dan atau Rosul.[10]
Al-qur’an menjadi suatu mukjizat Nabi
Muhammad SAW yang dapat disaksikan oleh seluruh umat manusia sepanjang masa,
karena memang beliau diutus oleh Alloh SWT untuk keselamatan manusia di mana
dan di masa apapun mereka berada. Oleh sebab Alloh SWT menjamin keselamatan
Al-qur’an sepanjang masa. Firman Alloh SWT ;
إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُون
Artinya : Sesungguhnya Kamilah
(lafal nahnu mentaukidkan atau mengukuhkan makna yang terdapat di dalam isimnya
inna, atau sebagai fashl) yang menurunkan Adz-Dzikr/Alquran, dan sesungguhnya
Kami benar-benar memeliharanya (dari penggantian, perubahan, penambahan dan
pengurangan). -(Q.S : 15 ; 9 )-
Didalam memberikan definisi
kepada Al-qur’an sengaja dicantumkan kata yang mempunyai mukjizat, karena
inilah segi keutamaan al-qur’an dan bedanya dari kitab-kitab lain yang
diturunkan kepada nabi-nabi lainnya.
Oleh karena itu, Al-Qur’an
menantang seluruh umat manusia untuk melakukan hal itu. Dan banyak sekali ayat-ayat
Al-Qur’an yang menekankan tantangan tersebut. Sesungguhnya ketidakmampuan
mereka untuk mendatangkan hal yang sama dan memenuhi tantangan tersebut
merupakan bukti atas kebenaran kitab suci itu dan risalah Nabi Muhammad saw
dari Allah SWT.
Dengan demikian, tidak
diragukan lagi bahwa Al-Qur’an telah membuktikan pengakuannya sebagai mukjizat.
Sebagaimana Rasul saw, pembawa kitab ini, tersebut telah menyampaikannya kepada
umat manusia sebagai mukjizat yang abadi dan bukti yang kuat atas kenabiannya
hingga akhir masa.Hari ini—setelah 14 abad berlalu—bahana suara Ilahi itu masih
terus menggema di tengah umat manusia melalui media-media informasi dan
sarana-sarana komunikasi, baik dari kawan maupun lawan. Itu semua merupakan hujjah atas mereka.[11]
1. Kesimpulan
Al-Qur'an
adalah kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. melalui malaikat
Jibril.
Al-Qur’an
berfungsi sebagai petunjuk atau pedoman bagi umat manusia dalam mencapai
kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat.
Al-Qur’an
sebagai kitab Allah SWT menempati posisi sebagai sumber pertama dan utama dari
seluruh ajaran Islam,baik yang mengatur hubungan manusia dengan dirinya
sendiri,hubungan manusia dengan Allah SWT,hubungan manusia dengan sesamanya,dan
hubungan manusia dengan alam.
Dari sudut isi dan subtansinya, fungsi al-Qur'an sebagai tersurat dalam nama-namanya adalah sebagai berikut:
a.Al Huda (petunjuk).
b.Al Furqan (pemisah).
c.Al Asyifa (obat).
d.Al Mau'izah (nasihat).
2. Saran
Agar
kita mencapai kebahagiaan di dunia dan di akhirat, maka kita harus berpedoman
dan berpegang teguh pada mukjizat utusan Allah SWT yaitu nabi Mukhammad SAW,
tiada lain adalah Al-Qur’anul karim.
DAFTAR PUSTAKA
Lubis,effendi, ardjuki, dkk, Al-qur’an dan Hadits, (Yogyakarta :
PT. Ideal ), hal. 17-18.
Ash-shiddieqy, Hasbi, Ilmu Al-qur’an dan tafsir, (Semarang : PT. Pustaka Rizki putra),
hal. 147.
http://risnalcsui05.blogspot.com
./Diposkan oleh keistimewaan alquran. Di akses desember 2011.
Fahd bin Muhammad Al-Rummi, Ulumul Qur’an, (Yogyakarta : Titian
Ilahi Press, 1997), hal.38
Departemen
Agama Respublik Indonesia, Al-Qur’an dan
Terjemahnya, (Surabaya : Toha Putra), h.231
http://fungsi dan kedudukan Al-qur’an dalam studi
islam.com/html. diakses desember 2011
http://fungsi Al-qur’an sebagai Mukjizat .com/html.
Diakses : Selasa, 06 desember 2011
[1] http://fungsi dan kedudukan Al-qur’an dalam
studi islam.com/html.
diakses desember 2011
[2]
Fahd bin Muhammad Al-Rummi, Ulumul Qur’an, (Yogyakarta : Titian Ilahi Press, 1997), hal.38
[3]
http://fungsidan kedudukan Al-qur’an .com/html.
diakses desember 2011
[4]
Departemen Agama
Respublik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Surabaya : Toha Putra),
h.231
[6]
Ash-shiddieqy, Hasbi, Ilmu Al-qur’an dan
tafsir, (Semarang : PT. Pustaka Rizki putra), hal. 147.
[7]
Lubis,effendi, mardjuki, dkk, Al-qur’an
dan Hadits, (Yogyakarta : PT. Ideal ), hal.18.
[8]
Lubis,effendi, ardjuki, dkk, Al-qur’an
dan Hadits, (Yogyakarta : PT. Ideal ), hal. 17-18.
Yang kedua, adalah inti dari istiqamah yaitu kesabaran. Allah subhanahu Wa Ta'ala berfirman, artinya :
"Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Rabb-Nya di pagi dan senja hari, dengan mengharap keridhaan-Nya. Dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan kehidupan dunia ini. Dan jangan-lah kamu mengikuti orang yang hatinya felah Kami lalaikan dari mengingat Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas."(Qs.Al-Kahfi:28).
Yang ketiga, adalah disiplin dalam tanggung-jawab (indibath bil-mas’uliyah). Tanggungjawab yang berangkat dari kesadaran akan amanah da’wah ini, haruslah menjadi tradisi yang diwariskan oleh para Murabbi kepada mutarabbinya. Semakin mereka disiplin pada tanggung-jawab da’wah dan tarbiyah, semakin Allah memudahkan semua urusan mereka. Dan bahkan, seringkali Allah menganugerahkan jalan keluar yang tidak disangka-sangka atas berbagai kesulitan yang dihadapi. Allah subhanahu Wa Ta'ala berfirman, artinya :
"Dan bersabarlah, karena Allah tidak
menyia-nyiakan pahala orang orang yang berbuat kebaikan." (Qs.Huud:115).
Bagi seorang Murabbi, ia dengan rela meninggalkan berbagai urusan pribadi dan keluarganya, karena ia harus mengisi liqo yang secara rutin dilakukan. Allah subhanahu Wa Ta'ala berfirman,artinya :
"Katakanlah: jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, istri-istri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatirkan kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai daripada Allah dan Rasul-Nya dan dari berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya."(Qs.At-Taubah: 24). Dan Membolos bagi seorang murabbi, sepertinya melemparkan sebuah amanah sebesar gunung Uhud. Allah subhanahu Wa Ta'ala berfirman,artinya :
Bagi seorang Murabbi, ia dengan rela meninggalkan berbagai urusan pribadi dan keluarganya, karena ia harus mengisi liqo yang secara rutin dilakukan. Allah subhanahu Wa Ta'ala berfirman,artinya :
"Katakanlah: jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, istri-istri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatirkan kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai daripada Allah dan Rasul-Nya dan dari berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya."(Qs.At-Taubah: 24). Dan Membolos bagi seorang murabbi, sepertinya melemparkan sebuah amanah sebesar gunung Uhud. Allah subhanahu Wa Ta'ala berfirman,artinya :
"Wahai orang-orang yang
beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul, dan janganlah kamu
mengkhianati amanah-amanah yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu
mengetahui." (Qs. Al-Anfal: 27).
Begitu pula bagi seorang mutarabbi, dengan disiplin akan tanggungjawab dan amanah yang ada di pundaknya, akan membuat mereka sangat menyesal dan memiliki rasa bersalah yang dalam, ketika mereka datang terlambat untuk mengikuti kajian rutin pada halaqah tarbiyah mereka. Atau ketika mereka udzur (berhalangan), maka esok harinya mereka akan sibuk mendatangi saudaranya yang lain hanya untuk menyalin materi yang diberikan.
Yang keempat, adalah paripurna dalam peran tarbiyah (at-takamuliyah fi daur at-tarbawi). Seorang Murabbi atau Murabbiyah – ketika mentarbiyah mutarabbinya – tidak hanya memerankan diri sebagai seorang guru (muwajjih) yang menyampaikan ilmu-ilmu Islam dan taujihatnya. Tetapi pada saat bersamaan, ia menjadi seorang syaikh/ustadz dalam memelihara dan meningkatkan ruhiyah mutarabbi-nya. Ketika menghadapi masalah-masalah yang dialami sang mutarabbi, ia menjadi bapak atau ibu (walid) bagi mutarabbi-nya. Dengan penuh kasih-sayang dan kesabaran, ia membimbing sang anak untuk mampu menyelesaikan persoalan-persoalannya. Memuji keberhasilannya dan memotivasi untuk bangkit dari kegagalannya. Ketika berada di medan da’wah dan amal jama’i, ia berperan sebagai pemimpin yang ikhlas, bijak dan juga tegas. Ia tahu kapan harus berdiskusi dan kapan harus instruksi. Ia buka ruang partisipasi dan syura (musyawarah) untuk menghasilkan yang terbaik. Ia senantiasa mengambil keputusan setelah memohon taufiq dan hidayah dari Allah . Dan ketika ia sedang rihlah (jalan-jalan/tamasya) atau dalam suasana santai dengan para mutarabbinya, ia menjadi teman bicara dan bermain yang mengasyikkan.
Kemenyeluruhan peran-peran tarbiyah inilah yang telah menghasilkan kader-kader terbaik dari kalangan sahabat-sahabat Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam (as-sabiqunal awalun) Radhiallahu ‘Anhum dan juga generasi berikutnya. Dengan ini, setiap mad’u atau Mutarabbi merasa nyaman dalam rumah tarbiyah mereka, memiliki semangat penerimaan (ruhul-istijabah) yang kuat terhadap segala arahan dan bimbingan dari sang Murabbi tercinta. Sehingga, sebentar saja ada di rumah tarbiyah, mereka mengalami perubahan kepribadian yang cepat dan selanjutnya mereka keluar dari rumah tarbiyah sebagai penyeru dan agent of change (agen perubahan) ke arah kebaikan.
Begitu pula bagi seorang mutarabbi, dengan disiplin akan tanggungjawab dan amanah yang ada di pundaknya, akan membuat mereka sangat menyesal dan memiliki rasa bersalah yang dalam, ketika mereka datang terlambat untuk mengikuti kajian rutin pada halaqah tarbiyah mereka. Atau ketika mereka udzur (berhalangan), maka esok harinya mereka akan sibuk mendatangi saudaranya yang lain hanya untuk menyalin materi yang diberikan.
Yang keempat, adalah paripurna dalam peran tarbiyah (at-takamuliyah fi daur at-tarbawi). Seorang Murabbi atau Murabbiyah – ketika mentarbiyah mutarabbinya – tidak hanya memerankan diri sebagai seorang guru (muwajjih) yang menyampaikan ilmu-ilmu Islam dan taujihatnya. Tetapi pada saat bersamaan, ia menjadi seorang syaikh/ustadz dalam memelihara dan meningkatkan ruhiyah mutarabbi-nya. Ketika menghadapi masalah-masalah yang dialami sang mutarabbi, ia menjadi bapak atau ibu (walid) bagi mutarabbi-nya. Dengan penuh kasih-sayang dan kesabaran, ia membimbing sang anak untuk mampu menyelesaikan persoalan-persoalannya. Memuji keberhasilannya dan memotivasi untuk bangkit dari kegagalannya. Ketika berada di medan da’wah dan amal jama’i, ia berperan sebagai pemimpin yang ikhlas, bijak dan juga tegas. Ia tahu kapan harus berdiskusi dan kapan harus instruksi. Ia buka ruang partisipasi dan syura (musyawarah) untuk menghasilkan yang terbaik. Ia senantiasa mengambil keputusan setelah memohon taufiq dan hidayah dari Allah . Dan ketika ia sedang rihlah (jalan-jalan/tamasya) atau dalam suasana santai dengan para mutarabbinya, ia menjadi teman bicara dan bermain yang mengasyikkan.
Kemenyeluruhan peran-peran tarbiyah inilah yang telah menghasilkan kader-kader terbaik dari kalangan sahabat-sahabat Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam (as-sabiqunal awalun) Radhiallahu ‘Anhum dan juga generasi berikutnya. Dengan ini, setiap mad’u atau Mutarabbi merasa nyaman dalam rumah tarbiyah mereka, memiliki semangat penerimaan (ruhul-istijabah) yang kuat terhadap segala arahan dan bimbingan dari sang Murabbi tercinta. Sehingga, sebentar saja ada di rumah tarbiyah, mereka mengalami perubahan kepribadian yang cepat dan selanjutnya mereka keluar dari rumah tarbiyah sebagai penyeru dan agent of change (agen perubahan) ke arah kebaikan.
A. KESIMPULAN
Seperti yang sudah dijelaskan di atas, halaqah tarbiyah tidak lain hanyalah wasilah (sarana) yang bisa dimanfaatkan dalam rangka dakwah kepada Allah dan melahirkan generasi yang islami. Sebagaimana metode Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam selama tiga tahun menyampaikan dakwah dalam bentuk ajakan per individu dari rumah ke rumah. Bagi yang menerima dakwah, segera dikumpulkan di rumah seorang sahabat bernama Arqom, sehingga rumah tersebut dikenal sebagai Darul Arqam (rumah Arqom). Di rumah ini setiap hari para sahabat mendengarkan ayat-ayat Al Qur’an dan penjelasannya dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam. Di tempat inilah mereka dibina dan dikader dengan sungguh-sungguh dan terus menerus.
Dan halaqah tarbiyah sama sekali tidak identik apalagi merupakan hak milik suatu organisasi atau Jamaah tertentu. Sekelompok Muslim dari mana pun dan kapan pun bisa berinisiatif membentuk sebuah halaqah tanpa harus terikat dengan organisasi atau jamaah tertentu.
Seperti yang sudah dijelaskan di atas, halaqah tarbiyah tidak lain hanyalah wasilah (sarana) yang bisa dimanfaatkan dalam rangka dakwah kepada Allah dan melahirkan generasi yang islami. Sebagaimana metode Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam selama tiga tahun menyampaikan dakwah dalam bentuk ajakan per individu dari rumah ke rumah. Bagi yang menerima dakwah, segera dikumpulkan di rumah seorang sahabat bernama Arqom, sehingga rumah tersebut dikenal sebagai Darul Arqam (rumah Arqom). Di rumah ini setiap hari para sahabat mendengarkan ayat-ayat Al Qur’an dan penjelasannya dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam. Di tempat inilah mereka dibina dan dikader dengan sungguh-sungguh dan terus menerus.
Dan halaqah tarbiyah sama sekali tidak identik apalagi merupakan hak milik suatu organisasi atau Jamaah tertentu. Sekelompok Muslim dari mana pun dan kapan pun bisa berinisiatif membentuk sebuah halaqah tanpa harus terikat dengan organisasi atau jamaah tertentu.
B. SARAN
Penyusun
menyarankan agar para pembaca yang ingin mendalami masalah Halaqah Tarbiyah ,
agar setelah membaca makalah ini, membaca sumber-sumber lain yang lebih komplit
dan tidak hanya sebatas membaca makalah ini saja.
DAFTAR PUSTAKA
Satria
Hadi Lubis. 2010.Menggairahkan Perjalanan Halaqah.Yogyakarta: Pro-U
Tim Pokja
Akademik UIN Sunan Kalijaga.2005.Akhlak Tasawuf.Yogyakarta: Pojka
Akademik UIN Sunan Kalijaga
http://merulalia.wordpress.com/2010/03/11/petunjuk-pelaksanaan-halaqah/
http://theeta.wordpress.com/2009/01/27/materi-halaqahmengetuk-pintu-langit-di-13-malam/Friday,
21 November 2008
[6]
Daud Ali,mohammad, Hukum Islam, (
Jakarta: PT ajaGrafindo Persada, 1990),
hal. 63.
[7]
Ahmad Munawaroh, Pendidikan Ibadah,
Majelis Pendidikan dasar dan menengah,(Yogyakarta : 2009), hal. 15.
[8]
http://Hukum islam.com/html. diakses oktober 2011
[9]
http://Hukum islam, syari’at dan fiqih.com/html.
diakses 5 oktober 2011
[10]
Khallaf, abdul wahhab, Ilmu Ushul Fiqih,
(Semarang : PT. Dina Utama), hal. 314.
[12]
Ahmad Munawaroh, Pendidikan Ibadah,
Majelis Pendidikan dasar dan menengah,(Yogyakarta : 2009), hal. 15-16.
[13]
http://Hukum islam, syari’at dan fiqih.com/html.
diakses 5 oktober 2011
[14] Daud
Ali,mohammad, Hukum Islam, ( Jakarta:
PT ajaGrafindo Persada, 1990), hal.
63-64.
[15]
Khallaf, abdul wahhab, Ilmu Ushul Fiqih,
(Semarang : PT. Dina Utama), hal. 315.
[16]
Ahmad Munawaroh, Pendidikan Ibadah,
Majelis Pendidikan dasar dan menengah,(Yogyakarta : 2009), hal. 16.
[19]
Ahmad Munawaroh, Pendidikan Ibadah,
Majelis Pendidikan dasar dan menengah,(Yogyakarta : 2009), hal. 16.
[20]
Khallaf, abdul wahhab, Ilmu Ushul Fiqih,
(Semarang : PT. Dina Utama), hal. 315.
[23]
Ahmad Munawaroh, Pendidikan Ibadah,
Majelis Pendidikan dasar dan menengah,(Yogyakarta : 2009), hal. 16.
[26] http://makna maqashid.com/html.
diakses oktober 2011
No comments:
Post a Comment