Hello! Comments Pictures

Saturday, April 27, 2013



IAID CIAMIS (JAWA BARAT)
Sekilas Profil kampus IAID (Institut Agama Islam Darussalam) Ciamis, 




Jawabarat.IAID (Institut Agama Islam Darussalam) merupakan sebuah perguruan tinggi yang berkiprah dibidang pendidikan khususnya pendidikan agama islam dan dakwah.  Di kampus IAID terdiri dari tiga fakultas program S1 yaitu,
1.    Fakultas Syari’ah (S1) yang terdiri dari (Akhwal Al-Syakhsiyyah dan Jinayah)

2.    Fakultas Tarbiyyah (S1) yang terdiri dari (Pendidikan Agama Islam, Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyyah, dan Pendidikan Bahasa Arab)
3.    Fakultas Dakwah (S1) yang terdiri dari (Komunikasi dan penyiaran islam, dan Bimbingan dan Penyuluhan Islam)
Selain program S1,di perguruan tinggi IAID juga ada program S2 jurusan pendidikan Islam.
Istitut Agama Islam Darussalam (IAID) berada di daerah kabupaten ciamis, Jln. KH Ahmad fadil no.1, Dsn. kandang gajah, Ds. Dewasari, Kec. Ci jeungjing, Kab. Ciamis, JAWA BARAT.
Institut Agama Islam Darussalam merupakan sebuah lembaga yang bertujuan mencetak lulusan-lulusan yang mampu berfikir kritis seiring dengan perkembangan zaman dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK). Selain itu lulusan-lulusan IAID juga dituntut memiliki nilai-nilai akhlakul karimah yang senantiasa melekat dalam jiwa dan kepribadiannya dan memiliki pengetahuan intelektual yang tinggi sehingga mampu berkiprah dimasyarakat luas. Hal ini dibuktikan dengan dipadukannya system pengajaran yang berada di perguruan tinggi dengan sistem pengajaran yang berada di pesantren Darussalam. Sesuai dengan mottonya, yaitu menjadi seorang Muslim yang Moderat, Mukmin yang Demokrat, dan Muhsin yang Diplomat.
Institut Agama Islam Darussalam (IAID) termasuk perguruan tinggi yang memiliki fasilitas belajar yang  cukup lengkap, ruang belajar yang nyaman dan memiliki perpustakaan yang dipenuhi dengan koleksi-koleksi buku umum, keagamaan dan referensi-referensi lainnya. Selain itu, di kampus IAID juga tersedia perpustakaan digital yang bisa memudahkan kita mencari referensi. Dan disekitar kampus juga tersedia fasilitas internet (HOT SPOT), sehingga dapat memudahkan mahasiswa dan dosen dalam melaksanakan pembelajaran.
Dengan tersedianya fasilitas yang memadai diharapkan lulusan IAID nantinya menjadi lulusan-lulusan yang memiliki kekuatan intelektual yang tinggi, memiliki keyakinan yang mantap disertai dengan budi pekerti yang baik yang menjadi ciri khas Mahasiswa Darussalam, sesuai dengan visi IAID yaitu ‘’ MENGHASILKAN AKADEMIS MUSLIM YANG MEMILIKI KETAJAMAN INTELEKTUAL, KETANGGUHAN IMAN, KEPEKAAN NURANI, dan KEKUATAN MORAL PASCASARJANA.





CARA MUDAH BELAJAR BAHASA ARAB

Tak diragukan lagi, kedudukan Bahasa Arab di dalam Agama ini sangatlah mulia. Allah subhanahu wata’ala telah memberikan keutamaan yang agung kepada Bahasa Arab. Bahasa Arab dijadikan bahasa Al Qur’an, kitab suci kaum muslimin di seluruh dunia, bahasanya para penghuni surga, bahasanya para Nabi, serta keutamaan lainnya. Di samping itu, Bahasa Arab merupakan salah satu bahasa tertua di dunia yang kaya akan kaidah struktur dan kosa kata. Maka dari itu, tidak sepantasnya seorang muslim mengabaikan salah satu bagian Agama Islam yang penting ini seperti dikatakan Umar Ibnul Khattab radhiyallahu anhu “Pelajarilah bahasa Arab, karena itu merupakan bagian dari agama kalian!”. Bagaimana seorang muslim mampu untuk merasakan lezatnya Al Qur’an dan As Sunnah, jika untuk memahami keduanya saja dia tidak bisa.
Oleh karena itu, tidak sepantasnya kaum muslimin menjauh dari bahasa mulia ini. Bahasa yang menemani Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam selama hidupnya.Bahasa yang menemani karya-karya para ulama’ yang senantiasa memenuhi lorong-lorong setiap masa sehingga kemurnian agama Islam -walhamdulillah- sampai saat ini masih terjaga serta keutamaan-keutamaan lainnya.
Dari sini, ana sebagai tholabul ‘ilmi merasa perlu untuk berbagi kiat dan cara supaya mudah belajar bahasa Arab meskipun banyak sekali rujukan-rujukan lainnya. Akan tetapi, semoga ini bisa melengkapi apa yang sudah ada.
Diantara kiat-kiat supaya mudah belajar Bahasa Arab adalah :
Pertama,Hendaknya mengikhlaskan niat mempelajarinya hanya karena Allah.
Ikhlas selalu diberi tempat utama oleh para ulama’ sebelum memasuki pembahasan. Ikhlas ini pula yang menjadi hadits pertama dalam Al Arba’in An Nawawiyyah. Maka, sudah selayaknya seorang penuntut ilmu memperhatikan hal ini. Tanamkan pada diri sendiri bahwa kita mempelajari bahasa Arab supaya mengangkat kejahilan yang ada pada diri kita terhadap agama ini, bukan untuk dunia atau semisalnya. Sungguh ikhlas merupakan hal yang berat oleh para salafush shalih terdahulu. Maka ana perlu juga berbagi kiat-kiat supaya ikhlas dalam beramal sebagai nasihat untuk kita bersama, diantaranya :
  • Berdo’a kepada Allah supaya kita dijadikan termasuk orang-orang yang ikhlas karena  Do’a merupakan senjatanya orang-orang mukmin
  • Sebisa mungkin menyembunyikan amalan sebagaimana yang banyak dilakukan oleh generasi salafush shalih terdahulu
  • Memperhatikan amal-amal orang shalih yang sudah mendahului kita, bukan membandingkan dengan orang-orang sezaman karena semua yang masih hidup tidaklah aman dari fitnah.
  • Memandang kecil amal-amal kita sehingga menumbuhkan semangat untuk memperbaiki amalan.
  • Menumbuhkan rasa takut tidak diterimanya amal. Inilah yang senantiasa dikhawatirkan oleh para salafush shalih dalam banyak riwayat.
  • Tidak terpengaruh ucapan orang.
  • Kesadaran bahwa surga dan neraka bukan di tangan manusia, akan tetapi di tangan Allah ‘azza wajalla semata.
  • Selalu mengingat bahwa kelak  di kubur kita akan sendirian. Yang menemani kita hanyalah amal shalih yang ikhlas karena Allah semata.
Itu beberapa kiat supaya ikhlas yang ana kumpulkan dari berbagai kajian. Kita memohon kepada Allah subhanahu wata’ala agar kita dijadikan Allah termasuk orang-orang yang ikhlas.
Kedua. Hendaknya menyiapkan perbekalan berupa kelancaran membaca tulisan Arab
Tidaklah mungkin seorang akan menjadi lancar berbahasa Arab sedangkan dia masih terbata-bata membaca tulisan Arab. Hal ini sering sekali dijumpai pada sebagian orang tergesa-gesa dalam belajar. Maka selayaknya seorang penuntut ilmu memperhatikan kelancaran dan kefasihan membaca tulisan Arab sehingga hal ini menjadi bekal penting nantinya untuk terjun belajar bahasa Arab.
Ketiga. Hendaknya belajar di bawah bimbingan guru yang ahli di bidangnya.
Hal ini sering menjadi kekeliruan oleh penuntut ilmu apapun ketika belajar tanpa bimbingan guru (otodidak). Hal ini pula yang selalu dinasehatkan oleh para ulama’ supaya menuntut ilmu dibawah bimbingan guru. Sebab, barangsiapa yang menjadikan kitabnya sebagai gurunya, maka dia akan lebih banyak salahnya dari pada benarnya. Hal ini disebabkan karena pemahaman setiap orang berbeda-beda. Contoh gampangnya, ketika ujian kita dapati jawaban satu dengan lainnya tidaklah sama berdasarkan pemahaman murid yang berbeda-beda. Itu pun masih dalam bimbingan guru, maka bagaimana lagi kalau tanpa bimbingan guru? Bagaimana lagi jika yang dipelajari secara otodidak adalah ilmu agama?Tentu dikhawatirkan dia akan sesat dan menyesatkan.
Keempat.Hendaknya seorang yang belajar menghiasi dirinya dengan sabar
Seorang penuntut ilmu terkadang resah melihat dirinya masih saja membahas bab ini sementara teman-temannya yang lain sudah meninggalkannya sedemikian jauh. Maka hendaknya dia sabar dan tidak tergesa-gesa. Sebab, dampak paling buruk dari ketidaksabaran menuntut ilmu adalah dia berpaling dari ilmu tersebut, tidak mau mempelajarinya lagi. Kita bisa lihat teladan-teladan agung para ulama dalam menuntut ilmu yang apabila diceritakan kisah mereka dalam menuntut ilmu niscaya kita merasa takjub, salah satu kunci keberhasilan mereka menuntut ilmu adalah dengan sifat sabar. Al Imam Asy-Syafi’i rahimahullah dengan sabarnya satu malam hanya mengumpulkan faedah dari 1 buah hadits sehingga terkumpul 1000 faedah. Kalau kita, baru seumur jagung dalam belajar bahasa Arab saja sudah berangan angan membaca Majmu’ Fatawa Ibnu Taimiah, Al Mughni Ibnu Qudamah, dan lainnya.
Kelima. Hendaknya thalabul ‘ilmi bersungguh-sungguh dalam belajar, muraja’ah, dan menjaga ilmu yang telah tertancap pada dirinya.
Kesungguhan merupakan salah satu sebab seseorang berhasil dalam belajar bahasa Arab. Sikap pantang menyerah adalah sikap yang diwariskan oleh para ulama’ kepada manusia setelah generasi mereka. Kita lihat metode yang diwariskan oleh para ulama menuai hasil yang menakjubkan. Al Imam Al Bukhori rahimahullah bolak-balik bangun di malam hari hanya sekedar mencatat hadits yang beliau ingat. Hal ini sebagai bukti semangat beliau dalam penjagaan agama ini. Maka hendaknya hal ini perlu kita perhatikan bersama karena jika semangat seseorang tengah membara kepada suatu hal, apapun akan berusaha dia lakukan demi mendapatkan sesuatu tersebut.
Keenam. Hendaknya seorang yang belajar bahasa Arab memulai dari tingkatan yang paling mudah
Sebab, seorang belajar ibarat menapaki anak tangga. Untuk mencapai anak tangga kelima, dia harus melewati anak tangga pertama sampai keempat. Begitu pula belajar bahasa Arab. Seorang pemula yang baru pertama belajar bahasa Arab, hendaknya juga melalui anak tangga pertama. Kitab yang paling bagus untuk kalangan pemula sebagaimana yang ma’ruf di kalangan thalabul ilmi adalah Kitab Al Muyassar karangan Ust. A. Zakariya. Didalamnya terdapat kaedah-kaedah dasar bahasa Arab yang sangat penting khususnya masalah nahwu. Apabila hal ini telah selesai, maka tingkatan selanjutnya adalah cabang ilmu sharaf. Kitab yang bagus untuk masalah ini adalah kitab Mukhtarot yang dikarang oleh Al Ustadz Ainur Rofiq Ghufron hafizhahullah. Di dalamnya terdapat contoh-contoh tashrif yang sudah mencukupi bagi yang ingin mendalami ilmu tashrif. Di dalamnya juga terdapat kaedah-kaedah nahwu yang sebagiannya tidak ada dalam kitab Al Muyassar. Untuk mengetahui contoh tashrif yang paling lengkap, ada juga kitab Al Amtsilatu At Tashrifah. Dulu kitab ini ana pelajari waktu kecil tapi sekarang sudah tidak ana pelajari.
Terdapat pula rujukan kitab yang bagus dan mudah difahami oleh orang awam yang bisa juga dipelajari oleh pemula ataupun yang sudah belajar muyassar, yaitu kitab Pengantar Mudah Berbahasa Arab yang ditulis oleh Al Ustadz Abu Hamzah Yusuf Al Atsari hafizhahullah. Isinya sebagian besar membahas kaedah dasar nahwu, namun ditulis dengan gaya berbeda. Sisi keunggulan kitab ini adalah disisipkannya mutiara-mutiara nasehat para ulama dalam menuntut ilmu pada beberapa halaman. Tujuannya, ketika thalabul ilmi sudah mulai jenuh atau bosan ketika menuntut ilmu, dengan adanya petikan nasehat para ulama tersebut dapat membuatnya semangat kembali.
Setelah kaedah dasar nahwu dan sharaf dikuasai, dapat melangkah ke tingkat lanjutan. Kitab yang bagus dalam masalah ini adalah kitab Mulakhkhos atau kitab Muyassar II. Di dalam kitab Mulakhkhos terdapat rincian yang lebih mendalam yang tidak ada pada kitab-kitab lain baik dalam masalah nahwu ataupun sharaf. Terdapat pula rincian-rincian tentang uslub (gaya bahasa) yang penting untuk memahami bahasa Arab.
Setelah thalabul ilmi telah melewati tahapan-tahapan ini, dia telah memiliki bekal awal untuk bisa membaca kitab gundul. Namun, hal ini kuranglah bermanfaat jika dia tidak mengikuti kajian-kajian yang di dalamnya dibahas kitab-kitab para ulama’. Jika dia menempuh jalan ini maka akan semakin mudah baginya untuk memahami bahasa Arab.
Ketujuh. Memperkaya Kosakata
Terkadang, seseorang sangat mahir dalam membaca kitab gundul. Akan tetapi, ketika ditanya artinya tak satupun yang dia pahami. Maka penting bagi kita untuk memperkaya kosakata serta teknik-teknik penerjemahan yang baik karena itu memerlukan pembelajaran khusus serta latihan khusus. Akan menjadi hal yang percuma jika kita belajar kaedah-kaedah bahasa Arab akan tetapi kita lupa kalau bahasa Arab itu pun memiliki arti dalam bahasa Indonesia.
Kedelapan. Hendaknya seorang yang belajar bahasa Arab terikat dengan Al Qur’an.
Sepintas memang agak tidak nyambung. Tapi tidaklah hal ini ana tulis melainkan telah ana buktikan sebagai metode ampuh dalam membaca kitab gundul. Seseorang ketika membaca kitab gundul ketika tersendat dalam suatu kalimat, tidak tahu ini marfu’ ,manshub, atau majrur, keterikatan dirinya terhadap AL Qur’an terkadang membantunya membacanya dengan benar. Dia akan merasakan sesuatu yang aneh kalau kalimat ini dibaca selain dengan cara ini karena di benaknya terngiang bahwa ada ayat atau hadits yang bunyinya kurang lebih sama dengan kitab gundul ini. Keterikatan terhadap Al Qur’an tidak hanya menentukan kita dapat menetukan i’rabnya, namun juga cara baca harokat kalimat sebelum harokat akhirnya.
Demikian sebatas kiat-kiat yang ana bagikan yang sebagian besar dari pengalaman ana sendiri, semoga kita diberi istiqamah untuk menuntut ilmu hingga akhir hayat.
Wallahu a’lam

AL-QUR’ AN

Kaum muslimin pada umumnya, dan orang yang beriman pada khususnya mempunyai pedoman yang diberikan oleh Allah SWT kepada mereka, yaitu berupa kitab suci al-Qur'an, semua yang tersirat dan tersurat didalam al-Qur'an, bila kita kaji, pahami, dan kita terima dengan ikhlas, maka hidup kita akan terasa lapang dan menyenangkan walaupun kadang kala kita menghadapi kesulitan hidup, dengan petunjuk al-Qur'an yang kita amalkan Insya Allah kita akan dapat terangkat ke puncak keagungan dan kesempurnaan.
Upaya kita dalam melaksanakan ajaran-ajaran ini tidaklah akan berhasil, kecuali dengan memahami dan menghayati al-Qur'an terlebih dahulu serta berpedoman atas nasehat dan petunjuk yang tercakup didalamnya. Dan yang demikian ini tidak akan tercapai tanpa penjelasan dan perincian, hasil yang dikehendaki oleh ayat–ayat al-Qur'an, itulah yang dimaksud tafsir.
Tafsir adalah kunci untuk membuka gudang simpanan yang tertimbun dalam al-Qur'an. Tanpa Tafsir atau Takwil orang tidak akan bisa membuka gudang simpanan tersebut untuk mendapatkan mutiara dan permata yang ada didalamnya, sekalipun ia berulang kali mengucapkan lafadz al-Qur'an dan membacanya sepanjang pagi dan malam, tetapi kesan yang diperoleh dari al-Qur'an sedikitpun tidak membekas. Untuk itu Tafsir maupun Takwil penting bagi kita untuk kita tala’ah sehingga kita bisa mempelajari al-Qur'an itu dengan lebih mendetail lagi, sehingga dengan adanya ilmu-ilmu Tafsir yang didalamnya terdapat metode-metode Tafsir kita bisa mengetahui manfaatnya bagi al-Qur'an itu.
A.TAFSIR
1. PENGERTIAN
Secara bahasa kata Tafsir ( تفســير ) berasal dari kata فَسَّرَ yang mengandung arti: الإيضاح و البيان (keterangan dan penjelasan), yakni menyingkap dan menampak-kan atau menerangkan makna yang abstrak. Kata الفســر berarti menyingkapkan sesuatu yang tertutup.
Menurut istilah, Tafsir berarti Ilmu untuk mengetahui isi kitab Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammas Saw. dan penjelasan maknanya serta pengambilan hukum dan makna-maknanya.

Pengertian tafsir secara istilah juga dikemukakan oleh beberapa ulama , yakni :
a.   Al-Kilby dalam At-Tas-Hil berkata:
“Tafsir adalah mensyarahkan Al-Qur’an, menerangkan maknanya dan menjelaskan apa yyang dikehendakinya dengan nashnya atau dengan isyaratnya ataupun dengan najwahnya.”
b.  Az-Zarkasyi dalam Al-Burhan berkata:
Tafsir adalah menerangkan makna-makna Al-Qur’an dan mengeluarkan hukum-hukumnya dan hikmah-hikmahnya.
c.   Thahir al-Jazairi berkata:
Tafsir pada hakekatnya ialah mensyarahkan lafad yang sukar dipahami oleh pendengar dengan uraian yang menjelaskan maksud yang demikian itu adakalanya dengan menyebut muradifnya, atau yang mendekatinya, atau yang mempunyai petunjuk kepadanya melalui sesuatu dalalah atau petunjuk.
d.  Al-Jurjany berkata:
Tafsir pada asalnya ialah membuka dan melahirkan. Dalam istilahh syara’ ialah menjelaskan makna ayat, urusannya, kisahnya, dan sebab diturunkannya ayat dengan lafad yang menunjuk kepadanya secara terang.
Kata Tafsir diambil dari kata Tafsirah yaitu perkakas yang digunakan oleh tabib untuk mengetahui penyakit orang sakit.
e.  Menurut Abadullah Azzarkasyi dalam kitabnya ulumul qur’an, :
“Tafsir adalah suatu ilmu untuk mengetahui dan memahami kitab Allah yang diturunkan kepada nabi Muhammad SAW dan menjelaskan makna-maknanya dan mengeluarkan hukum-hukum dan hikmahnya, dan cocok dengan ilmu lughah dan ilmu nahwu dan sharaf ilmu bayan dan ushul fiqih dan ilmu qira’at dan asbabunuzul dan nasikh dan mansukh”
f.   Menurut imam Assayuti,:
“Tafsir adalah suatu ilmu yang menjelaskan makna-makna Alqur’an dan menerangkan secara umum lafaz yang sulit dan selainnya dan bentuk makna yang nyata dan selainnya.”
g.  Menurut Muhammad Abdul ‘azim azzarqni,:
“Tafsir adalah suatu ilmu yang membahas tentang Alqur’anulkarim dari segi dalil-dalilnya terhadap apa yang dimaksud oleh Allah ta’la  sesuai dengan kemampuan manusia.”
Dari beberapa definisi diatas dapat kita simpulkan bahwa tafsif adalah suatu ilmu yang mengkaji dan membahas Alqur’an dan mencari hikmah-hikmah yang terkandung dalam Alqur’an.

2.  MUNCULNYA TAFSIR DAN ILMUNYA
Sebenarnya tafsir sudah muncul semenjak dari maualainya turun Alqr’an, sebab mana ayat yang ridak dipahami oleh parasahat, itu langsung ditanyakan pada nabi SAW, seperti, ketika turun surat Al-an’am ayat 82.
Para sahabat lansung bertanya kepada rasul Saw. Ya rasulallah sipakah diantara kita yang tidak menzalimi dirinya? Rasul langsung menjawab dengan ayat Allah juga dalam surat luqman ayat 13 .
Tafsir merupaka jalan penjelas bagi kita untuk memahami Alqu’an. Namun yang menjadi pertanyaan bagi kita mulai kapankah muncul para ahli tafsir, insyallah akan dijelas dengan terang.
Ø Dari kalangan shababat.
Imam Assayut telah menuliskan dalam itqaannya, para ahli tafsir yang masyhur dikalangan sahabat adalah khulafah arrasyidiin, dan Ibnu Mas’ud, dan Ibnu Abbas , Ubai bin Ka’ab,Zaid bin Sabit, Abu musa al asy’ari, Abdullah bin zubair. Adapun dari khulafah urrasyidiin yang terbanyak meriwayatkan ialah ali bin abi talib, akan tetapi Abu bakar dan Umar dan Usman bin affan sedikit sekali meriwayatkan disebabkan cepatnya wafat  semoga Allah meredhoi mereka.
Ketika ibnu umar ditanya oleh seorang laki-laki tentang tafsir surat Al-ambiyak ayat 30. ketika itu Ibnu umar langsung menyuruh laki-laki itu menemui Ibnu Abbas untuk menjelaskan apa yang dimaksud ayat tersebut. Ini salah bukti bahwa tafsir sangat dibutuhkan daikalangan umat islam.
Menurut imam Azzarkasyi, Ibnu Abbas merupakan yang ahli tentang tafsir dan takwiil maka dari itu dia dinamakan dengan bahrul ulum. Dan Ibnu Masu’ud tentang tarjuman. 
Ø Dari kalangan tabi’in,.
Yang masyhur dimakah murid dari Ibnu Abbas : Si’id bin jubair,Mujahid, Ikrimah, Maula ibnu Abbas, Thaus bin kisan Alyamaniy, Athaak bin abi rabah. Dan yang masyhur di madinah murid dari Ubay bin Ka’ab: Zaid bin Aslam Abul ‘aliyah, Muhammad bin Ka’ab alqurzy. Dan yang masyhur di iraq murid dari Abdullah bin mas’ud: ‘Alqamah bin Qais,Masruq,Alaswad bin yazid,’Aamir Asyi’bi, Hasan albasri,Qitadah bin da’amah assudusy.
Berkata Ibnu Taimiyah: manusia yang paling tahu tentang tafsir penduduk makkah karna mereka berguru kepada ibnu Abbas, seperti Mujahid, Attak. Sebgaimana detulis diatas. Dan seperti itu juga penduduk kufah dari murid Abadullah bin Mas’ud dan dari demikian di istewaakan atas selain mereka. Dan ulama penduduk madinah yang ahli tentang tafsir, seperti Zaid bin Aslam yang mengambil darinya maalik tafsir, dan mengambil juga anaknya Abdurrahman dan Abdullah bin wahab
Para sahabat dan tabiin sangat tinggi keinginnan untuk mengethui tentang tafsir maka banyak dikalangan mereka yang tahu tentang tafsir alqur’an sebagaim mana yang telah ditulis sebahagian mereka diatas.
Setelah itu dilanjutkan oleh para mufassir yang kita kenala sekarang namun tafsir yang ditulis para ulama baik yang telah wafat ataupun yang masih hidup sekarang, akan dipengaruhi penafsirannya oleh akidah dan mazhab yang dimiliki oleh ulama itu. Seperti Tafsir Jami’ Ahkam oleh Qurtubi yang berbentuk permasalahan fikih atau fahaman yang  dimasukkan dalam penafsiran Al-Quran. Dan ada juga ahli tafsir yang menafsirkan Alqur’an dengan ilmu-ilmu yang lain, seperti falsafah dan mantik, riayadah,menurut perspektif akal dan logika seperti tafsir Fakhrul Din Ar-Razi yang berbentuk falsafah, tafsir Al-Alusi “ Ruh Al-Ma’ani Fi Tafsir Quranil Azim Wa’ Sab’ul Masani” , Tafsir Al-Baidhawi “ Anwar At-Tanzil Wa’ Asrar Ta’wil” dan Tafsir Jalalain.
Terdapat juga tafsir–tafsir lain seperti Tafsir ibn Katsir “ Tafsir Al-Quran Azim”, Tafsir Al-Baghawi “ Ma’alim At-Tanzil” serta tafsir Syaukani “ Fathul Qadir” yang menafsikan Alqur’an  berdasarkan riwayat para sahabat, tabien, dan tabi’ tabien.
3.                                                                                          PEMBAGIAN TAFSIR
Diriwayatkan dari Ibn Abbas ra bahawa “ Tafsir itu terbagi kepada empat bagian, yaitu perkara yang dapat diketahui oleh orang arab akan maknanya, tafsir dan perkara yang tidak ada keuzuran bagi sesiapa pun untuk mengetahuinya lantaran terlalu jelas dan tafsir yang hanya diketahui oleh para ulama’ serta tafsir dan perkara yang hanya diketahui oleh Allah swt.”
Kebanyakan ulama membagi tafsir kepada tiga. Sebagaimana dikatakan oleh Azzarqani dalam kitabnya.
1.     Tafsir bil makstur adalah tafsir dengan riwayat
2.    Tafsir bil rakyi adalah tafsir dengan dirayah dan pendapat
3.    Tafsir Isyari adalah tafsir dengan isyarat
Akan tetapi ada tiga bagian tafsir yang termasyhur di kalangan banyak orang yaitu.
1.     Tafsir tahlili adalah menafsirkan ayat kalimat demi kalimat dan dilengkapi dengan i;rab.
2.    Tafsir maudhu’i adalah menafsikan ayat sesuai dengan maudu’ yang ada dalam Alqur’an seperti sabar, jihad dll.
Tafsir ayatul ahkam adalah mennafsirkan ayat yang disana ada hukum fiqih seperti tetnang ayat talak

4.                                                                       PENGAMBILAN (SUMBER-SUMBER ) TAFSIR

Tafsir diambil dari riwayah dan diayah yakni ilmu lughah, nahwu , tashrif , ilmu balaghah, ilmu ushul al-fihq dan dari ilmu asbab an-nuzul, serta nasikh wal al-mansukh.

5.                                                                       GHAYAH (TUJUAN) TAFSIR
Tujuan  atau ghayah mempelajari tafsir  ialah memahamkan makna-makna Al-Qur’an , hukum-hukumnya, hikmah-hikmahnya, akhlak-akhlaknya dan petunjuk-petunjuknya yang lain untuk memperoleh kebahagian dunia dan akhirat. Maka dengan demikian nyatalah bahwa faedah yang kita pewroleh dari mempelajari tafsir ialah terpelihara dari salah memahami  Al-Qur’an. Sedangkan maksud yang diharapkan dari mempelajari tafsir ialah mengetahui petunjuk-petunjuk Al Qur’an , hukum-hukumnya dengan cara yang tepat. 
6.  MACAM-MACAM TAFSIR
A.)   Berdasarkan Sumbernya
Berdasarkan sumber penafsirannya, tafsir terbagi kepada dua bagian: Tafsir Bil-Ma’tsur dan Tafsir Bir-Ra’yi. Namun sebagian ulama ada yang menyebutkannya tiga bagian.
*   Tafsir Bilma’tsur adalah tafsir yang menggunakan Alquran dan/atau As-Sunnah sebagai sumber penafsirannya. Contoh Kitab-kitab Tafsir Bil-Ma’tsur antara lain:

a. Tafsir Al-Qur’anu al-‘Azhim (
القرآن العظيم), karangan Abu al-Fida’ Ismail bin Katsir al-Qarsyi al-Dimasyqy, terkenal dengan sebutan Ibnu Katsir (w. 774H.)

b. Tafsir Jami’ al-Bayan Fi Tafsir al-Qur’an(
جامع البيان), karangan Abu Ja’far Muhammad bin Jarir al-Thabary, dikenal dengan sebutan Ibnu Jarir At-Thabary (225 H. – 310 H.)

c. Tafsir Ma’alim al-Tanzi, (
معالم التنزيل), dikenal dengan sebutan al-Tafsir al-Manqul, karangan al-imam al-Hafizh al-Syahir Muhyi al-Sunnah Abu Muhammad bin Husein bin Mas’ud bin Muhammad bin al-Farra’ al-Baghawy al-Syafi’iy, dikenal dengan sebutan Imam al-Baghawy (w. 462 H.)

d. Tafsir Tanwir al-Miqyas Min Tafsir Ibn ‘Abbas(التنوير المقياس من تفسير ابن عباس), karangan Majd al-din Abu al-ThahirMuhammad bin Ya’qub bin Muhammad bin Ibrahim bin Umar al-Syairazi al-Fairuzabadi, dikenal dengan sebutan al-fairūzâbâdi (Lahir tahun 729 H.)
e. Tafsir al-Bahr (البحر), karangan al-‘Allamah Abu al-Layts al-Samarqandy.
*   Tafsir Bir-Ra’yi adalah Tafsir yang menggunakan rasio/akal sebagai sumber
penafsirannya. Kitab-kitab Tafsir yang tergolong sebagai tafsir bil-Ra’yi antara lain:

a. Madarik al-Tanzil Wa Haqaiq al-T’wil (مدارك التنزيل و حقائق التأويل) Karangan Abu al-Barakah Abdullah bin Ahmad bin Muhammad An-Nasafy (w. 701H.),

b. Anwar al-Tanzil Wa Asrar al-Ta’wil (أنوار التنزيل و أسرار التأويل) Karangan Qadhi al-Qudhat Nashiruddin Abdullah bin Muhammad ‘Aly Al-Baidhawy al-Syafi’iy (w. 691H.),

c. Lubab al-Ta’wil Fi Ma’ani al-Tanzil (
لباب التأويل في معاني التنزيل) Karangan Al-Khazin,
d. Mafatih al-Ghaib (مفاتيح الغيب) Karangan Abu Abdillah Muhammad bin ‘Umar bin al-Husein, bin al-Hasan bin ‘Aly al-Tamamy al-Bakry al-Thibristany al-Razy, masyhur dengan gelar “Fakhruddin” al-Razy (w. 544H),

e.Tafsir al-Jalalain (الجلالين)Karangan dua orang Mufassir yang sama-sama bernama Jalaluddin, yaitu: Jalaluddin al-Mahalli (w. 876 H.) dan Jalaluddin al-Suyuthi

*   Tafsir Bil Isyarah, Penafsiran Alquran dengan firasat atau kemampuan intuitif yang biasanya dimiliki oleh tokoh-tokoh shufi, sehingga tafsir jenis ini sering juga disebut sebagai tafsir shufi. Contoh kitab-kitab Tafsir Bil-Isyarah/Tafsir sufi antara lain:

a. Gharaib al-Qur’an Wa Raghaib al-Furqan (غرائب القرآن و رغائب الفرقان) Karangan Nizhamuddin al-Hasan bin Muhammad al-Husein al-Khurasany al-Naisabury

b. Tafsir al-Qur’an al-‘Azhim (
تفسير القرآن العظيم) Karangan Abu Muhammad Sahl bin Abdullah bin Yunus bin Abdullah al-Tustary (w. 383 H.)

c. Haqaiq al-Tafsir ( حقائق التفسير) KaranganAbu Abdirahman, Muhammad bin al-Husein Al-Sulami (Lahir 330 H.)
B.)  Berdasarkan Metodenya
a. Metode Tahlili (Analitik)

Metode Tahlili adalah metode menafsirkan Al-Qur’an yang berusaha menjelaskan Al-Qur’an dengan menguraikan berbagai seginya dan menjelaskan apa yang dimaksudkan oleh Al-Qur’an. Metode ini adalah yang paling tua dan paling sering digunakan. Tafsir ini dilakukan secara berurutan ayat demi ayat kemudian surat demi surat dari awal hingga akhir sesuai dengan susunan Al-Qur’an. Dia menjelaskan kosa kata dan lafazh, menjelaskan arti yang dikehendaki, sasaran yang dituju dan kandungan ayat, yaitu unsur-unsur I’jaz, balaghah, dan keindahan susunan kalimat, menjelaskan apa yang dapat diambil dari ayat yaitu hukum fikih, dalil syar’i, arti secara bahasa, norma-norma akhlak dan lain sebagainya.
Menurut Malik bin Nabi, tujuan utama ulama menafsirkan Al-Qur’an dengan metode ini adalah untuk meletakkan dasar-dasar rasional bagi pemahaman akan kemukzizatan Al-Qur’an, sesuatu yang dirasa bukan menjadi kebutuhan mendesak bagi umat Islam dewasa ini. Karena itu perlu pengembangan metode penafsiran karena metode ini menghasilkan gagasan yang beraneka ragam dan terpisah-pisah . Kelemahan lain dari metode ini adalah bahwa bahasan-bahasannya amat teoritis, tidak sepenuhnya mengacu kepada persoalan-persoalan khusus yang mereka alami dalam masyarakat mereka, sehingga mengesankan bahwa uraian itulah yang merupakan pandangan Al-Qur’an untuk setiap waktu dan tempat. Hal ini dirasa terlalu “mengikat” generasi berikutnya.

b. Metode Ijmali (Global)
Metode ini adalah berusaha menafsirkan Al-Qur’an secara singkat dan global, dengan menjelaskan makna yang dimaksud tiap kalimat dengan bahasa yang ringkas sehingga mudah dipahami. Urutan penafsiran sama dengan metode tahlili namun memiliki perbedaan dalam hal penjelasan yang singkat dan tidak panjang lebar. Keistimewaan tafsir ini ada pada kemudahannya sehingga dapat dikonsumsi oleh lapisan dan tingkatan kaum muslimin secara merata. Sedangkan kelemahannya ada pada penjelasannya yang terlalu ringkas sehingga tidak dapat menguak makna ayat yang luas dan tidak dapat menyelesaikan masalah secara tuntas.

c. Metode Muqarin
Tafsir ini menggunakan metode perbandingan antara ayat dengan ayat, atau ayat dengan hadits, atau antara pendapat-pendapat para ulama tafsir dengan menonjolkan perbedaan tertentu dari obyek yang diperbandingkan itu.


d. Metode Maudhu’i (Tematik)
Metode ini adalah metode tafsir yang berusaha mencari jawaban Al-Qur’an dengan cara mengumpulkan ayat-ayat Al-Qur’an yang mempunyai tujuan satu, yang bersama-sama membahas topik/judul tertentu dan menertibkannya sesuai dengan masa turunnya selaras dengan sebab-sebab turunnya, kemudian memperhatikan ayat-ayat tersebut dengan penjelasan-penjelasan, keterangan-keterangan dan hubungan-hubungannya dengan ayat-ayat lain kemudian mengambil hukum-hukum darinya.

7. SYARAT DAN ADAB PENAFSIR AL-QUR’AN
Untuk bisa menafsirkan al-Qur’an, seseorang harus memenuhi beberapa kreteria diantaranya:
1)- Beraqidah shahihah, karena aqidah sangat pengaruh dalam menafsirkan al-Qur’an.
2)- Tidak dengan hawa nafsu semata, Karena dengan hawa nafsu seseorang akan memenangkan pendapatnya sendiri tanpa melilhat dalil yang ada. Bahkan terkadang mengalihkan suatu ayat hanya untuk memenangkan pendapat atau madzhabnya.
3)- Mengikuti urut-urutan dalam menafsirkan al-Qur’an seperti penafsiran dengan al-Qur’an, kemudian as-sunnah, perkataan para sahabat dan perkataan para tabi’in.
4)- Faham bahasa arab dan perangkat-perangkatnya, karena al-Qur’an turun dengan bahasa arab. Mujahid berkata; “Tidak boleh seorangpun yang beriman kepada Allah dan hari akhir, berbicara tentang Kitabullah (al-Qur’an) jikalau tidak menguasai bahasa arab“.
5)- memiliki pemahaman yang mendalam agar bisa mentaujih (mengarahkan) suatu makna atau mengistimbat suatu hukum sesuai dengan nusus syari’ah,
6)- Faham dengan pokok-pokok ilmu yang ada hubungannya dengan al-Qur’an seperti ilmu nahwu (grammer), al-Isytiqoq (pecahan atau perubahan dari suatu kata ke kata yang lainnya), al-ma’ani, al-bayan, al-badi’, ilmu qiroat (macam-macam bacaan dalam al-Qur’an), aqidah shaihah, ushul fiqh, asbabunnuzul, kisah-kisah dalam islam, mengetahui nasikh wal mansukh, fiqh, hadits, dan lainnya yang dibutuhkan dalam menafsirkan.
Adapun adab yang harus dimiliki seorang mufassir adalah, diantaranya :
1.     Niatnya harus bagus, hanya untuk mencari keridloan Allah semata. Karena seluruh amalan tergantung dari niatannya (lihat hadist Umar bin Khottob tentang niat yang diriwayatkan oleh bukhori dan muslim diawal kitabnya dan dinukil oleh Imam Nawawy dalam buku Arba’in nya).
2.    Berakhlak mulia, agar ilmunya bermanfaat dan dapat dicontoh oleh orang lain
3.    Mengamalkan ilmunya, karena dengan merealisasikan apa yang dimilikinya akan mendapatkan penerimaan yang lebih baik.
4.    Hati-hati dalam menukil sesuatu, tidak menulis atau berbicara kecuali setelah menelitinya terlebih dahulu kebenarannya.
5.    Berani dalam menyuarakan kebenaran dimana dan kapanpun dia berada.
Tenang dan tidak tergesa-gesa terhadap sesuatu. Baik dalam penulisan maupun dalam penyampaian. Dengan menggunakan metode yang sistematis dalam menafsirkan suatu ayat. Memulai dari asbabunnuzul, makna kalimat, menerangkan susunan kata dengan melihat dari sudut balagho, kemudian menerangkan maksud ayat secara global dan diakhiri dengan mengistimbat hukum atau faedah yang ada pada ayat tersebut





B. TAKWIL

Menurut bahasa,Takwiil diambil dari kata al-awala dengan makna kembali .
Dilafadkan dengan shighat takwil untuk ta’diyah (supaya berarti mengembalikan). Ada juga yang mengatakn diambil dari kata ail yang berarti memalingkan, yaitu memalingkan ayat dari makna yang zhahir kepada sesuatu makna yang dapat diterima olehnya.
Didalam kamus Al-muhit,: awwalul kalam takwiilan dan takwilnya, mendalami, dan meneliti dan menerangkan . Didalam lisanul arab,: mengambalikan makna sesuatu. Namun takwil secara istilah yang masyhur dikalangan ulama adalah: sinonim dari tafsir, dengan dalil ayat  Allah dalam surat ali imran ayat yang ke tujuh.
Sebagian ulama berkata:
“Takwil ialah mengambil sesuatu kepada ghayahnya, yakni menerangkan apa yang dimaksudnya.”
Sebagian ulama lain berkata:
“Takwil yaitu menerangkan salah satu makna yang dapat diterima oleh lafad.”
As-Said al-Jurjany berkata:
“Takwil ialah memalingkan lafad dari makna yang zhahir kepada makna yang muhtamil, apabila makna yang muhtamil itu tidak berlawanan dengan Al-Qur’an dan Suanh.”
Menurut mutaqaddiminn bahwa takwil itu sama defenisinya dengan tarsir. Menurut sebagian ulama bahwa takwil itu lebih khusus dari pada tafsir.
Takwil menjelasan lafaz alqur’an dengan jalan dirayah sedangkan tafsir menjelaskan lafaz alqur’an dengan jalan riwayat.  
Dengan itu dapat kita simpulkan bahwa takwil tidak jauh berbeda dengan tafsir namun ada sedikit perbedan dalam meneliti ayat alqur’an. InsyaAllah akan dijelaskan secara terperinci terhadap perbedaan antara keduanya.
Adapun mengenai arti takwil menurut istilah banyak para ulama memberikan pendapatnya antara lain sebagai berikut ini :
a.    Menurut Al-Jurzzani
Memalingkan suatu lafazh dari makna d’zamirnya terhadap makna yang dikandungnya apabila makna alternative yang dipandang sesuai dengan ketentuan Al-kitab dan As-sunnah.
b.    Menurut definisi lain
Takwil adalah mengembalikan sesuatu kepada ghayahnya (tujuannya) yakni menerangkan apa yang dimaksud.
c.    Menurut Ulama Salaf
1). Menafsirkan dan mejelaskan makna suatu ungkapan baik yang bersesuaian dengan makna ataupun bertentangan.
2). Hakekat yang sebenarnya yang dikehendaki suatu ungkapan.
d.    Menurut Khalaf
Mengalihkan suatu lafazh dari maknanya yang rajin kepada makna yang marjun karena ada indikasi untuk itu.
Pengertian takwil menurut istilah adalah suatu usaha untuk memahami lafazh-lafazh (ayat-ayat) Al-Qur’an melalui pendekatan pemahaman arti yang dikandung oleh lafazh itu.

3.     PERBEDAAN ANTARA TAFSIR DENGAN TAKWIL
Tentang perbedaan tafsir dan takwil ini banyak pendapat ulama yang perpendat tentang ini, dan dari pendapat ulama itu tidak sama dan bahkan ada yang jauh perbedaan satu sama lain, maka darip itu bisa kita simpulkan sebagaiberikut:
Tafsir lebih banyak digunakan pada lafaz dan mufradat sedangkan takwil lebih banyak digunakan pada jumlah dan makna-makna.
Tafsir apa yang bersangkut paut dengan riwayah sedangkan takwil apa-apa yang bersangkut paut dengan dirayah
Tafsir menjelaskan secara detail sedangkan takwil hanya menjelaskan secara global tentang apa yang dimaksud dengan ayat itu.
Takwil dianya menjabarkar kalimat-kalimat dan menjelaskan maknanya sedangkan tafsir menjelaskan dengan sunnah dan menyampaikan pendapat para sahabat dan para ulama dalam penfsiran itu
Tafsir menjelaskan lafaz yang zahir, adakalanya secara hakiki dan adalakanya secara majazi sedangakan takwil menjelaskan lafaz secara batin atau yang tersembunyi yang diambil dari khabar orang-orang yang sholeh.
Para Mufassirin berselisih pendapat dalam memberi makna tafsir dan takwil Abu Ubaidah berkata “tafsir dan takwil satu makna” pengertian demikian dibantah oleh segolongan ulama. Diantaranya Abu Bakar bin habib naisabury. Al Asyafani berkata “tafsir lebih umum dari takwil. Tafsir lebih banyak dipakai mengenai kata-kata tunggal sedang takwil lebih banyak dipakai mengenai makna dan susunan kalimat.” Sebagian ulama berkata bahwa tafsir menerangkan makna lafad yang tidak menerima selain dari satu arti. Takwil menetapkan makna yang dikehendaki oleh sesuatu lafad yang dapat menerima banyak makna, karena ada dalil-dalil yang menghendaki. Al Maturydi berkata “tafsir ialah menetapkan apa yang dikehendaki oleh ayat atau lafad dan dengan sungguh-sungguh menetapkan, demikianlah yang dikehendaki Allah. Maka jika ada dalil yang membenarkan penetapan itu dipandanglah tafsir yang saheh jika tidak dipandanglah tafsir yang berdasarkan pemikiran yang tidak dibenarkan. Takwil ialah mentarjihkan salah satu makna yang mungkin diterima oleh ayat atau lafad yaitu salah satu muhtamilat dengan tidak meyakini bahwa demikianlah yang sungguh-sungguh yang dikehendaki Allah.
Abu Thalib ats tsalaby berkata “ tafsir ialah menerangkan makna lafad, baik makna hakikatnya maupun makna majaznya seperti mentafsirkan makna ash-syirah dengan jalan dan ash-shoyyif dengan hujan. Takwil ialah mentafsirkan batin lafad. Jadi tafsor bersifat menerangkan petunjuk yang dikehendaki, sedangkan takwil menerangkan hakikat yang dikehendaki contoh firman Allah SWT “ Bahwasanya Tuhanmu itu sungguh selalu memperhatikan kamu” Q.S. Al Fajr : 14. Tafsirnya ialah bahwasanya Allah senantiasa memperhatikan keadaan hambanya. Adapun takwilnya ialah mempertakutkan manusia dari berlalai-lalai dari tengah mempersiapkan persiapan yang perlu.
          Ada juaga ulama yang menerangkan bahwa sesuatu yang jelas diterangkan dalam Al Qur’an atau as sunah itulah yang dinamai tafsir. Dan tidak boleh bagi seseorang menjalankan ijtihadnya lagi mengenai ayat-ayat atau sunah-sunah yang telah terang tegas itu. Dan sesuatu yang diistinbatkan oleh ulama-ulama yang mengetahui baik ilmu-ilmu alat itulah yang dinamakan takwil.
          Sebagian ulama berkata “ tafsir berpaut dengan riwayah sedang takwil berpaut dengan dirayah. Hal ini mengingat bahwa tafsir dilakukan dari apa yang dinukilkan dari sahabat, sedangkan takwil dipahamkan dari ayat dengan mempergunakan tata bahasa arab. Contoh firman Allah SWT “ Dian mengeluarkan yang hidup dari yang mati” Q.S. Al Annam : 95. Jika dikatakan bahwa yang dikehendaki oleh ayat ini mengeluarkan burung dari telur maka dinamakan tafsir dan jika dikatakan bahwa yang dikehendaki mengeluarkan yang alim dari yang bodoh atau yang beriman dari yang kafir maka itu dinamakan takwil.
          Al Baghawi berkata “ tafsir ialah memperkatakan sebab-sebab turun ayat keadaan-keadaannya dan kisah-kisahnya. Maka mengenai urusan ini tidak dibolehkan kita mempergunakan selain dari sam’y atau pendengaran ( nukilan) saja, sesudah dibenarkan datangnya nukilan itu dengan jalan akal. Adapun takwil ialah memalingkan ayat kepada suatu makna yang sesuai dengan makna yang sebelumnya dan makna yang demikian itu diterima pula oleh ayat, serta tidak bersalahan dengan sesuatu ayat atau as sunah yang dihasilkan oleh istinbat.