HALAQAH
TARBIYAH
Betapapun
tarbiyah dzatiyah merupakan faktor terpenting dalam pembinaan akhlak, akan
tetapi dalam realitas kehidupan seseorang akan menghadapi kendala yang sangat
besar untuk bisa merealisasikan tarbiyah dzatiyah.
Uniknya hambatan yang paling besar muncul dalam diri seseorang, seperti kurangnya disiplin, tidak konsisten, tidak jujur pada diri sendiri, lemah semangat dan lain-lain. Maka dalam rangka merealisasikan tarbiyah dzatiyah perlu ditopang dengan perilaku lain baik langsung maupun tidak langsung. Pada umumnya setiap orang mempunyai forum dengan orang lain baik yang berkaitan dengan bidang profesi pedagang, petani, pegawai dan lain-lain. Berbeda jika forum yang terkait dengan kegiatan sosial, politik, keluarga dan lain-lain.
Uniknya hambatan yang paling besar muncul dalam diri seseorang, seperti kurangnya disiplin, tidak konsisten, tidak jujur pada diri sendiri, lemah semangat dan lain-lain. Maka dalam rangka merealisasikan tarbiyah dzatiyah perlu ditopang dengan perilaku lain baik langsung maupun tidak langsung. Pada umumnya setiap orang mempunyai forum dengan orang lain baik yang berkaitan dengan bidang profesi pedagang, petani, pegawai dan lain-lain. Berbeda jika forum yang terkait dengan kegiatan sosial, politik, keluarga dan lain-lain.
Apa yang dilakukan para pengamal thariqah dalam menghimpun diri pada sebuah kelompok thariqah dengan bimbingan seorang mursyid jika dikaitkan dengan beberapa hadits Nabi Saw dan tradisi yang dilakukan para sahabat dalam membina keimanan secara jama’i (kolektif) dapat diadopsi secara massal sebagai konsep pembinaan akhlak tasawuf dalam bentuk halaqah.
A. PENGERTIAN HALAQAH TARBIYAH
Halaqah adalah sebuah istilah yang
ada hubungannya dengan dunia pendidikan, khususnya pendidikan atau pengajaran
Islam (tarbiyah Islamiyah). Istilah halaqah (lingkaran) biasanya
digunakan untuk menggambarkan sekelompok kecil muslim yang secara rutin
mengkaji ajaran Islam. Jumlah peserta dalam kelompok kecil tersebut berkisar
antara 3-12 orang. Mereka mengkaji Islam dengan minhaj (kurikulum)
tertentu. Di beberapa kalangan, halaqah disebut juga dengan mentoring, ta’lim,
pengajian kelompok, tarbiyah atau sebutan lainnya.
Halaqah adalah sekumpulan orang yang
ingin mempelajari dan mengamalkan Islam secara serius. Biasanya mereka
terbentuk karena kesadaran mereka sendiri untuk mempelajari dan mengamalkan
Islam secara bersama-sama (amal jama’i). Kesadaran itu muncul setelah
mereka bersentuhan dan menerima dakwah dari orang-orang yang telah mengikuti
halaqah terlebih dahulu, baik melalui forum-forum umum, seperti tabligh,
seminar, pelatihan atau dauroh, maupun karena dakwah interpersonal (dakwah
fardiyah).
Biasanya peserta halaqah dipimpin
dan dibimbing oleh seorang murobbi (pembina). Murobbi disebut juga
dengan mentor, pembina, ustadz (guru), mas’ul (penanggung jawab).
Murobbi bekerjasama dengan peserta halaqah untuk mencapai tujuan halaqah, yaitu
terbentuknya muslim yang Islami dan berkarakter da’i (takwinul syakhsiyah
islamiyah wa da’iyah). Dalam mencapai tujuan tersebut, murobbi berusaha
agar peserta hadir secara rutin dalam pertemuan halaqah tanpa merasa jemu dan
bosan. Kehadiran peserta secara rutin penting artinya dalam menjaga kekompakkan
halaqah agar tetap produktif untuk mencapai tujuannya.
Halaqah sesuai dengan arti lughawi
adalah lingkaran dimana orang menghimpun diri di dalamnya dengan dipandu oleh
seorang murabbi (pembimbing) untuk bersama-sama membina diri mereka baik dari
segi penambahan ilmu maupun pengamalan. Inilah yang kemudian dinamakan halaqah
tarbawiyah.
B. URGENSI
HALAQAH TARBIYAH
Urgensi halaqah terdiri dari 5 hal berikut:
1. Melaksanakan perintah Allah SWT untuk belajar seumur hidup (tarbiyah madal hayah)
2. Mengikuti sunnah Rasul dalam
membina para sahabat dengan sistem halaqah
3. Sarana efektif untuk mengembangkan kepribadian islami (syakhsiyah islamiyah)
4. Melatih amal jama'i demi mempertahankan eksistensi jamaah Islam
5. Jalan yang handal untuk membentuk umat (takwinul ummah) yang islami
3. Sarana efektif untuk mengembangkan kepribadian islami (syakhsiyah islamiyah)
4. Melatih amal jama'i demi mempertahankan eksistensi jamaah Islam
5. Jalan yang handal untuk membentuk umat (takwinul ummah) yang islami
C. TUJUAN DAN
SASARAN HALAQAH TARBIYAH
Tujuan
halaqah secara umum adalah membentuk syakhshiyyah islamiyyah da’iyah.
Tujuan
umum halaqah dijabarkan
dalam sasaran halaqah yaitu:
Tercapainya
10 muwashafat/kifayah tarbawiyyah (kompetensi tarbawi):
- Salimul ‘aqidah (beraqidah
lurus)
- Shahihul ‘ibadah (beribadah
dengan benar)
- Matinul khuluq (berakhlaq
kokoh)
- Qadirun ‘alal kasbi (Mampu
berpenghasilan)
- Mutsaqqaful fikri (Memiliki
pikiran yang berwawasan)
- Qawiyyul jismi (Bertubuh sehat
dan kuat)
- Mujahidun Linafsihi ( Mampu
memerangi hawa nafsu)
- Munazhamun Fi syu’unihi (Mampu
mengatur rapi segala urusan)
- Harishun ‘ala waqtihi (Mampu
mengatur waktu)
- Nafi’un Lighairihi (Bermanfaat
untuk orang lain).
Masing-masing
muwashafat di atas kemudian dirinci sesuai marhalah halaqah.
- Tersampaikannya ilmu-ilmu
marhalah (bidang studi) dengan baik dan tercapainya tujuan setiap bidang
studi tersebut pada diri peserta halaqah.
- Tercapainya tujuan, karakter
dan definisi marhalah pada diri peserta halaqah
D. MACAM-MACAM
HALAQAH TARBIYAH
1. Halaqah Muntijah
Halaqah
muntijah adalah
halaqah yang memiliki 2 kriteria; tercapainya dinamisasi sehingga halaqah
berjalan dengan menggairahkan (tidak menjemukan) dan tercapainya produktifitas
sehingga tujuan halaqah terwujud dengan baik.
Dari sini halaqah bisa diklasifikasikan menjadi 5 kelompok;
(1)
halaqah muntijah, yakni halaqah yang faktor dinamisasinya tinggi sekaligus
produktifitasnya juga tinggi,
(2)
halaqah tipe paguyuban, yakni halaqah yang faktor dinamisasinya tinggi namun
produktifitasnya rendah;
(3) halaqah tipe sedang, yakni jika
halaqah tersebut memiliki faktor dinamisasi dan produktifitas sedang,
(4)
halaqah tipe jenuh, yakni halaqah yang produktifitasnya tinggi namun faktor
dinamisasinya rendah, dan
(5) halaqah tipe rendah, yakni
halaqah yang faktor dinamisasinya rendah sekaligus faktor produktifitasnya
rendah pula.
Kadang-kadang dua faktor penentu ini tidak diperhatikan. Padahal kesuksesan halaqah ditentukan dari sana; dinamis sebagai prosesnya dan produktif sebagai tujuannya. Dalam dunia manajemen hal ini disebut sebagai management by process dan management by objective. Istilah terkahir ini dalam bahasa dakwah lebih dikenal dengan sebutan at-tarbiyah bil ahdaf.
Tidak terperhatikannya kedua faktor itu sehingga berujung halaqah tidak muntijah seringkali disebabkan oleh murabbi karena:
1. Terjebak rutinitas, bahwa halaqah adalah kegiatan rutin pekanan saja
2. Sibuk dengan aktifitas dakwah ammah yang lebih "gegap gempita"
3. Kesibukan urusan duniawi
4. Terpesona dengan jumlah (kuantitas)
5. Merasa bahwa halaqahnya tidak ada masalah
6. Kurangnya motivasi dan pengingatan dari jamaah atau ikhwah di sekelilingnya
7. terlena dengan nostalgia masa lalu
2. Halaqah Dinamis
Halaqah
dinamis adalah
halaqah yang selalu berproses dan bergerak secara berubah-ubah (tidak monoton)
sehingga menimbulkan kegairahan dan menghilangkan kejenuhan. Karena halaqah
dilakukan sepanjang hayat, maka dinamisasi ini sangat perlu sekaligus menjadi
sesuatu hal yang cukup sulit dilakukan.
Jika halaqah dinamis maka manfaat yang bisa didapatkan adalah:
Jika halaqah dinamis maka manfaat yang bisa didapatkan adalah:
(1)
kepuasan beraktifitas (job satisfaction), seluruh peserta halaqah
menikmati halaqah itu,
(2)
kehadiran yang rutin,
(3)
semangat yang tinggi,
(4)
tanggung jawab besar,
(5)
mempercepat pencapaian tujuan,
(6)
meningkatkan kreatifitas,
(7)
menghindari kemaksiatan karena kegairahan halaqah membawa kegairahan beribadah,
(8)
memperkecil munculnya konflik/masalah, dan
(9) merasakan manisnya ukhuwah.
Kejenuhan dalam halaqah sebagai lawan dari halaqah dinamis bisa disebabkan oleh dua faktor: intern dan ekstern. Faktor intern adalah kurangnya keikhlasan, maksiat, dan kurangnya pemahaman. Sedangkan faktor ekstern bisa disebabkan karena suasana yang monoton, ketiadaan keteladanan, kurangnya upaya saling memotivasi, dan konflik berkepanjangan.
Sedangkan ciri halaqah dinamis adalah halaqah yang suasananya inovatif, ada komentar-komentar "kerinduan", ingin berlama-lama dalam halaqah, kehadiran dan yang rutin.
3. Halaqah Produktif
Halaqah
produktif adalah
halaqah yang mampu mencapai tujuan-tujuan yang telah direncanakan. Semakin
banyak tujuan yang tercapai, semakin produktif sebuah halaqah. Produktifitas di
sini bisa dilihat dari dua sisi: kuantitas dan kualitas. Tujuan (sasaran)
halaqah dalam konteks produktifitas ini setidaknya ada tiga: tercapainya muwashafat/kenaikan
jenjang, tercapainya pembentukan murabbi baru, dan tercapainya pengembangan
potensi.
Jika halaqah produktif maka manfaat yang bisa didapatkan adalah:
Jika halaqah produktif maka manfaat yang bisa didapatkan adalah:
(1) munculnya perasaan "berhasil"
yang menumbuhkan kepercayaan diri dalam membina bagi murabbi,
(2)
peserta/mutarabbi menjadi kader-kader Islami yang tangguh, (
3)
akselerasi peningkatan kualitas jamaah dan umat.
Tidak tercapainya halaqah produktif juga disebabkan dua faktor: internal dan eksternal. Faktor internal meliputi murabbi yang tidak memahami tujuan halaqah, terlena dengan proses, kurangnya semangat bersaing, dan salah dalam memahami takdir. Sedangkan faktor eksternal meliputi kurangnya motivasi baik murabbi maupun mutarabbi, dan kurangnya penjelasan tentang tujuan halaqah.
E. KEGIATAN
DALAM HALQAH TARBIYAH
Kegiatan halaqah ini berbentuk
pertemuan rutin minimal sekali dalam seminggu dengan agenda kegiatan, antara
lain :
1) Tadarus al-Qur’an
2) Pemberian materi
3) Internalisasi materi dalam pengamalan
4) Dialog permasalahan umat
5) Evaluasi diri atau muhasabah
6) Penutup
Disamping kegiatan rutin mingguan, halaqah juga bisa mengadakan acara-acara khusus untuk menguatkan spiritual seperti qiyamul lail bersama, buka puasa sunnah, rihlah untuk memperkuat ukhuwah, tadabbur dan lain-lain. Intinya forum ini tidak hanya mengkaji Islam dalam dataran wacana, akan tetapi dilanjutkan ke arah internalisasi atau pengamalan bahkan hingga pada tataran bagaimana dakwah pada kaumnya.
F. PERKEMBANGAN
DAN FENOMENA HALAQAH TARBIYAH
Halaqah sekarang ini – dan insya
Allah di masa datang – menjadi alternatif sistern pendidikan Islam yang cukup
efektif untuk membentuk muslim berkepribadian Islami (syakhsiyah Islamiyah).
Hal ini dapat terlihat dari hasil pembinaannya yang berhasil membentuk sekian
banyak muslim yang serius mengamalkan Islam. Jumlah mereka makin lama makin
banyak seiring semakin bertambahnya jumlah halaqah yang terbentuk di berbagai
kalangan.
Kini, fenomena halaqah menjadi umum
dijumpai di lingkungan kaum muslimin di mana pun mereka berada. Walau mungkin
dengan nama yang berbeda-beda. Penyebaran halaqah yang pesat tak bisa
dilepaskan dari keberhasilannya dalam mendidik pesertanya menjadi mukmin yang
bertaqwa kepada Allah SWT, saat ini halaqah menjadi sebuah alternatif
pendidikan keislaman yang masif dan merakyat. Tanpa melihat latar belakang
pendidikan, ekonomi, sosial atau budaya pesertanya. Bahkan tanpa melihat apakah
seseorang yang ingin mengikuti halaqah tersebut memiliki latar belakang
pendidikan agama Islam atau tidak. Halaqah telah menjadi sebuah wadah
pendidikan Islam (tarbiyah Islamiyah) yang semakin inklusif saat ini.
Keberadaan halaqah sangat penting
untuk keberadaan umat Islam itu sendiri. Dengan terbentuknya kader-kader Islami
melalui sistem pendidikan halaqah, maka di dalam tubuh umat akan lahir
orang-orang yang senantiasa berdakwah kepada kebenaran. Jika jumlah mereka
semakin banyak seiring dengan merebaknya sistern halaqah, maka umat Islam akan
menjadi ‘sebenar-benarnya umat’. Bukan lagi sekedar bernama ‘umat Islam’ tapi
esensinya jauh dari nilai-nilai Islam seperti yang kita saksikan saat ini.
Dengan merebaknya sistem pendidikan
halaqah proses pembentukan umat yang slami (takwinul ummah) akan
mengalami akselarasi, hingga – Insya Allah – umat yang benar-benar Islami akan
menjadi kenyataan dalam waktu yang lebih cepat. Hal ini akan berdampak pada
kehidupan manusia secara menyeluruh
yang lebih berpihak pada nilai-nilai kebenaran dan keadilan.
Merebaknya halaqah juga bermanfaat
bagi pengembangan pribadi (self development) para pesertanya. Halaqah
yang berlangsung secara rutin dengan peserta yang tetap biasanya berlangsung
dengan semangat kebersamaan (ukhuwwah Islamiyah). Dengan nuansa semacam
itu, peserta belajar bukan hanya tentang nilai-nilai Islam, tapi juga belajar
untuk bekerjasama, saling memimpin dan dipimpin, belajar disiplin terhadap
aturan yang mereka buat bersama, belajar berdiskusi, menyampaikan ide, belajar
mengambil keputusan dan juga belajar berkomunikasi. Semua itu sangat penting
bagi kematangan pribadi seseorang untuk mencapai tujuan hidupnya, yakni sukses
di dunia dan akhirat.
Umat Islam akan mengalami kerugian
yang besar jika sistern halaqah tidak berkembang dan punah. Hal ini karena
halaqah merupakan sarana efektif untuk melahirkan kader-kader Islam yang
tangguh dan siap berkorban memperjuangkan Islam. Bahkan, mungkin dapat disebut,
jika sistern halaqah tumpul dan mandul, maka umat akan mengalami situasi lost
generation (kehilangan generasi pelanjut) yang berkarakter Islami.
Pentingnya mempertahankan sistern
halaqah dalam mencetak kader-kader Islam yang tangguh sudah teruji dalam
perjalanan panjang kehadiran halaqah di berbagai negara. Apalagi sampai saat
ini para mufakir (pemikir) da’wah juga belum dapat menemukan sistem
alternatif lain yang sama efektifnya dalam mencetak kader Islam yang tangguh
seperti yang telah dihasilkan oleh halaqah. Bahkan yang terjadi sebaliknya,
kini semakin banyak para da’i dan ulama yang mendukung tarbiyah melalui sistem halaqah. Sebagian dari
mereka bahkan menulis buku yang menganalisa kehandalan sistern halaqah/usroh
dalam mencetak kader-kader Islam. Termasuk menganalisanya dari sisi syar’i,
sejarah dan sunnah Rasul, Salah seorang pemikir da’wah, Dr. Ali Abdul Halim
Mahmud, mengemukan pendapatnya tentang sistern halaqah yang tak tergantikan:
“Tarbiyah melalui sistern halaqoh
merupakan tarbiyah yang sesungguhnya dan tak tergantikan, karena dalam sistem
halaqoh inilah didapatkan kearifan, kejelian dan langsung di bawah asuhan
seorang murobbi yang ia adalah pemimpin halaqoh itu sendiri. Sedang
program-programnya bersumber dari Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya yang diatur
dengan jadwal yang sudah dikaji sebelumnya".
Dahulu, halaqah lebih banyak
berjalan secara diam-diam, bahkan rahasia. Namun saat ini, seiring dengan
datangnya era reformasi, utamaya pada aspek keberagamaan kita, halaqah kemudian
menjadi sesuatu yang inklusif dan terbuka. Semua orang Islam bisa mempelajari
dan mengikutinya, tanpa ada amniyah (rahasia informasi) yang banyak seperti
dulu lagi. Walau begitu, ciri khas halaqah tetap dipertahankan, yaitu peserta
yang dikelompokkan menurut tingkat pemahamannya terhadap Islam, jumlah peserta
yang dibatasi, tetap, dan tidak berganti-ganti. Dipimpin oleh seorang murobbi,
berlangsung rutin, dan dengan materi terpadu.
Ini bukan hanya fenomena yang
terjadi Indonesia, tapi juga di negara-negara Islam lainnya. Contoh yang
paling mudah bisa kita dapati di dua masjid Al-Haram, yakni Mekkah dan Madinah.
Setiap hari kedua masjid ini selalu dipenuhi dengan halaqah yang diisi oleh
para masyaikh yang merupakan pakar di bidangnya. Bahan yang dikaji dalam
halaqah mereka berkaitan dengan beberapa bidang agama seperti aqidah,
fiqh, hadits, sirah, muamalah dan lainnya .
Yang terpenting adalah halaqah dirasakan
sangat bermanfaat bagi pengembangan pribadi (self development) para pesertanya.
Halaqah yang berlangsung secara rutin dengan peserta yang tetap
berlangsung dengan semangat kebersamaan (ukhuwah Islamiyah). Dengan nuansa
semacam itu, peserta belajar bukan hanya tentang nilai-nilai Islam, tapi juga
belajar untuk bekerjasama, saling memimpin dan dipimpin, belajar disiplin
terhadap aturan yang mereka buat bersama, belajar berdiskusi, menyampaikan ide,
belajar mengambil keputusan dan juga belajar berkomunikasi. Semua itu akan
membentuk kematangan pribadi para pesertanya. Sehingga saat-saat liqo tarbawi
merupakan yang paling dirindukan. Selanjutnya sang mutarabbi menjelma sebagai
murabbi dan da’i bagi umat. Ilmu dan pemahaman yang didapatkan dalam liqo tarbawi
, telah menjadi tema da'wah untuk disampaikan kepada yang lainnya.
Mereka akan menjadi sosok-sosok
Rabbaniyyun bagi umat. Allah subhanahu Wa Ta'ala berfirman,artinya :
"Hendaklah kamu menjadi orang-orang Rabbani. Karena kamu selalu mengajarkan Al-Kitab dan disebabkan kamu tetap mempelajarinya." (Qs. Ali Imran: 79).
Mereka juga tidak ragu untuk
menyampaikan ilmu Islam kepada mad’u (obyek da’wah). Meski usia mereka muda,
bukan lulusan pesantren dan bahkan sebagian besar belum menguasai bahasa Arab,
namun ada "izzah" sehingga mereka merasa mulia dan bangga akan fikrah
Islam yang mereka miliki. Ada "hamasah" (semangat menggelora) untuk
mengamalkan Islam dan menyerukannya kepada orang lain. Dan ada
"ghirah" (kecemburuan dan semangat pembelaan) terhadap Islam yang
diabaikan oleh ummat-nya sendiri. Ketiga hal ini tidak lahir kecuali dari
mata air keimanan yang jernih,l autan pemahaman yang luas dan gelombang
keikhlasan yang tidak pernah surut. Semua ini menjadikan himpunan mereka
sebagai bangunan yang kokoh dan saling menopang (al-bunyan al-marshush). Firman
Allah Subhanahu Wa Ta'ala
"Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berperang di jalan-Nya dalam barisan yang teratur rapi, seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh". (Qs. As-Shaf: 4).
Dengan merebaknya sistem pendidikan halaqah dan dengan terbentuknya kader-kader Islami yang senantiasa berdakwah kepada kebenaran melalui sistem self development di atas, maka proses pembentukan umat yang Islami (takwinul ummah) yang “sebenar-benarnya umat” akan mengalami akselarasi, bukan lagi hanya sekedar label “muslim” sebagaimana yang tertulis dalam identitas mereka (KTP), dimana esensinya jauh dari nilai-nilai Islam seperti yang kita saksikan saat ini. Hal ini akan berdampak pada kehidupan manusia secara menyeluruh yang lebih berpihak pada nilai-nilai kebenaran dan keadilan.
Tentunya, Umat Islam akan mengalami kerugian yang besar jika sistem halaqah tidak berkembang dan punah. Bahkan, mungkin dapat disebut, jika sistem halaqah tumpul dan mandul, maka umat akan mengalami kondisi lost generation (kehilangan generasi pelanjut) yang berkarakter Islami.
"Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berperang di jalan-Nya dalam barisan yang teratur rapi, seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh". (Qs. As-Shaf: 4).
Dengan merebaknya sistem pendidikan halaqah dan dengan terbentuknya kader-kader Islami yang senantiasa berdakwah kepada kebenaran melalui sistem self development di atas, maka proses pembentukan umat yang Islami (takwinul ummah) yang “sebenar-benarnya umat” akan mengalami akselarasi, bukan lagi hanya sekedar label “muslim” sebagaimana yang tertulis dalam identitas mereka (KTP), dimana esensinya jauh dari nilai-nilai Islam seperti yang kita saksikan saat ini. Hal ini akan berdampak pada kehidupan manusia secara menyeluruh yang lebih berpihak pada nilai-nilai kebenaran dan keadilan.
Tentunya, Umat Islam akan mengalami kerugian yang besar jika sistem halaqah tidak berkembang dan punah. Bahkan, mungkin dapat disebut, jika sistem halaqah tumpul dan mandul, maka umat akan mengalami kondisi lost generation (kehilangan generasi pelanjut) yang berkarakter Islami.
G. MANFAAT
HALAQAH TARBIYAH
Dalam bentuk pembinaan akhlak
tasawuf, melalui halaqah akan dihasilkan manfaat:
1) Tertanamnya keyakinan keimanan kuat kepada aqidah dan kebenaran Islam.
2) Terbentuknya akhlak al-karimah
secara nyata dalam wujud perbuatan baik dalam ruang lingkup individu, keluarga
dan masyarakat termasuk di dalamnya di lingkungan kampus.
3) Terciptanya ruh ukhuwah Islamiyah
di dalam kehidupan sosial.
4) Optimalisasi amal untuk mendakwah keislaman khususnya melalui Qadwah atau tasawuf.
4) Optimalisasi amal untuk mendakwah keislaman khususnya melalui Qadwah atau tasawuf.
5) Terpeliharanya kepribadian dan
amal dari pelbagai pengaruh yang bisa merusak dan melemahkannya.
6) Mengkoreksi dan memperbaiki
berbagai bentuk kesalahan dan penyimpangan melalui tausiyah dan mau’idzah
khasanah.
H. LANGKAH-LANGKAH MENSUKSESKAN HALAQAH
TARBIYAH
Agar sebuah halaqah tarbiyah dapat sukses dalam menjalankan perannya sebagaimana di atas, setidaknya ada beberapa poin yang mesti ada dalam tubuh Halaqah Tarbiyah itu sendiri, antara lain :
Yang pertama dan utama, adalah istiqamah. Hal ini harus senantiasa menghiasi jiwa para murobbi dan mad’u atau mutarobbi dalam melewati putaran roda da’wah . Istiqamah dalam hidayah, istiqamah dalam keikhlasan, istiqamah dalam kesabaran. Inilah hal terberat bagi setiap mereka yang menyerukan agama ini dan bahkan nabi sealipun. Allah subhanahu Wa Ta'ala berfirman,artinya :
"Maka istiqamahlah (kamu) sebagaimana yang Aku perintahkan…" (Qs.Hud:112).
Yang kedua, adalah inti dari istiqamah yaitu kesabaran. Allah subhanahu Wa Ta'ala berfirman, artinya :
"Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Rabb-Nya di pagi dan senja hari, dengan mengharap keridhaan-Nya. Dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan kehidupan dunia ini. Dan jangan-lah kamu mengikuti orang yang hatinya felah Kami lalaikan dari mengingat Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas."(Qs.Al-Kahfi:28).
Yang ketiga, adalah disiplin dalam tanggung-jawab (indibath bil-mas’uliyah). Tanggungjawab yang berangkat dari kesadaran akan amanah da’wah ini, haruslah menjadi tradisi yang diwariskan oleh para Murabbi kepada mutarabbinya. Semakin mereka disiplin pada tanggung-jawab da’wah dan tarbiyah, semakin Allah memudahkan semua urusan mereka. Dan bahkan, seringkali Allah menganugerahkan jalan keluar yang tidak disangka-sangka atas berbagai kesulitan yang dihadapi. Allah subhanahu Wa Ta'ala berfirman, artinya :
"Dan bersabarlah, karena Allah tidak
menyia-nyiakan pahala orang orang yang berbuat kebaikan." (Qs.Huud:115).
Bagi seorang Murabbi, ia dengan rela meninggalkan berbagai urusan pribadi dan keluarganya, karena ia harus mengisi liqo yang secara rutin dilakukan. Allah subhanahu Wa Ta'ala berfirman,artinya :
"Katakanlah: jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, istri-istri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatirkan kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai daripada Allah dan Rasul-Nya dan dari berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya."(Qs.At-Taubah: 24). Dan Membolos bagi seorang murabbi, sepertinya melemparkan sebuah amanah sebesar gunung Uhud. Allah subhanahu Wa Ta'ala berfirman,artinya :
Bagi seorang Murabbi, ia dengan rela meninggalkan berbagai urusan pribadi dan keluarganya, karena ia harus mengisi liqo yang secara rutin dilakukan. Allah subhanahu Wa Ta'ala berfirman,artinya :
"Katakanlah: jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, istri-istri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatirkan kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai daripada Allah dan Rasul-Nya dan dari berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya."(Qs.At-Taubah: 24). Dan Membolos bagi seorang murabbi, sepertinya melemparkan sebuah amanah sebesar gunung Uhud. Allah subhanahu Wa Ta'ala berfirman,artinya :
"Wahai orang-orang yang
beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul, dan janganlah kamu
mengkhianati amanah-amanah yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu
mengetahui." (Qs. Al-Anfal: 27).
Begitu pula bagi seorang mutarabbi, dengan disiplin akan tanggungjawab dan amanah yang ada di pundaknya, akan membuat mereka sangat menyesal dan memiliki rasa bersalah yang dalam, ketika mereka datang terlambat untuk mengikuti kajian rutin pada halaqah tarbiyah mereka. Atau ketika mereka udzur (berhalangan), maka esok harinya mereka akan sibuk mendatangi saudaranya yang lain hanya untuk menyalin materi yang diberikan.
Yang keempat, adalah paripurna dalam peran tarbiyah (at-takamuliyah fi daur at-tarbawi). Seorang Murabbi atau Murabbiyah – ketika mentarbiyah mutarabbinya – tidak hanya memerankan diri sebagai seorang guru (muwajjih) yang menyampaikan ilmu-ilmu Islam dan taujihatnya. Tetapi pada saat bersamaan, ia menjadi seorang syaikh/ustadz dalam memelihara dan meningkatkan ruhiyah mutarabbi-nya. Ketika menghadapi masalah-masalah yang dialami sang mutarabbi, ia menjadi bapak atau ibu (walid) bagi mutarabbi-nya. Dengan penuh kasih-sayang dan kesabaran, ia membimbing sang anak untuk mampu menyelesaikan persoalan-persoalannya. Memuji keberhasilannya dan memotivasi untuk bangkit dari kegagalannya. Ketika berada di medan da’wah dan amal jama’i, ia berperan sebagai pemimpin yang ikhlas, bijak dan juga tegas. Ia tahu kapan harus berdiskusi dan kapan harus instruksi. Ia buka ruang partisipasi dan syura (musyawarah) untuk menghasilkan yang terbaik. Ia senantiasa mengambil keputusan setelah memohon taufiq dan hidayah dari Allah . Dan ketika ia sedang rihlah (jalan-jalan/tamasya) atau dalam suasana santai dengan para mutarabbinya, ia menjadi teman bicara dan bermain yang mengasyikkan.
Kemenyeluruhan peran-peran tarbiyah inilah yang telah menghasilkan kader-kader terbaik dari kalangan sahabat-sahabat Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam (as-sabiqunal awalun) Radhiallahu ‘Anhum dan juga generasi berikutnya. Dengan ini, setiap mad’u atau Mutarabbi merasa nyaman dalam rumah tarbiyah mereka, memiliki semangat penerimaan (ruhul-istijabah) yang kuat terhadap segala arahan dan bimbingan dari sang Murabbi tercinta. Sehingga, sebentar saja ada di rumah tarbiyah, mereka mengalami perubahan kepribadian yang cepat dan selanjutnya mereka keluar dari rumah tarbiyah sebagai penyeru dan agent of change (agen perubahan) ke arah kebaikan.
Begitu pula bagi seorang mutarabbi, dengan disiplin akan tanggungjawab dan amanah yang ada di pundaknya, akan membuat mereka sangat menyesal dan memiliki rasa bersalah yang dalam, ketika mereka datang terlambat untuk mengikuti kajian rutin pada halaqah tarbiyah mereka. Atau ketika mereka udzur (berhalangan), maka esok harinya mereka akan sibuk mendatangi saudaranya yang lain hanya untuk menyalin materi yang diberikan.
Yang keempat, adalah paripurna dalam peran tarbiyah (at-takamuliyah fi daur at-tarbawi). Seorang Murabbi atau Murabbiyah – ketika mentarbiyah mutarabbinya – tidak hanya memerankan diri sebagai seorang guru (muwajjih) yang menyampaikan ilmu-ilmu Islam dan taujihatnya. Tetapi pada saat bersamaan, ia menjadi seorang syaikh/ustadz dalam memelihara dan meningkatkan ruhiyah mutarabbi-nya. Ketika menghadapi masalah-masalah yang dialami sang mutarabbi, ia menjadi bapak atau ibu (walid) bagi mutarabbi-nya. Dengan penuh kasih-sayang dan kesabaran, ia membimbing sang anak untuk mampu menyelesaikan persoalan-persoalannya. Memuji keberhasilannya dan memotivasi untuk bangkit dari kegagalannya. Ketika berada di medan da’wah dan amal jama’i, ia berperan sebagai pemimpin yang ikhlas, bijak dan juga tegas. Ia tahu kapan harus berdiskusi dan kapan harus instruksi. Ia buka ruang partisipasi dan syura (musyawarah) untuk menghasilkan yang terbaik. Ia senantiasa mengambil keputusan setelah memohon taufiq dan hidayah dari Allah . Dan ketika ia sedang rihlah (jalan-jalan/tamasya) atau dalam suasana santai dengan para mutarabbinya, ia menjadi teman bicara dan bermain yang mengasyikkan.
Kemenyeluruhan peran-peran tarbiyah inilah yang telah menghasilkan kader-kader terbaik dari kalangan sahabat-sahabat Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam (as-sabiqunal awalun) Radhiallahu ‘Anhum dan juga generasi berikutnya. Dengan ini, setiap mad’u atau Mutarabbi merasa nyaman dalam rumah tarbiyah mereka, memiliki semangat penerimaan (ruhul-istijabah) yang kuat terhadap segala arahan dan bimbingan dari sang Murabbi tercinta. Sehingga, sebentar saja ada di rumah tarbiyah, mereka mengalami perubahan kepribadian yang cepat dan selanjutnya mereka keluar dari rumah tarbiyah sebagai penyeru dan agent of change (agen perubahan) ke arah kebaikan.
A. KESIMPULAN
Seperti yang sudah dijelaskan di atas, halaqah tarbiyah tidak lain hanyalah wasilah (sarana) yang bisa dimanfaatkan dalam rangka dakwah kepada Allah dan melahirkan generasi yang islami. Sebagaimana metode Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam selama tiga tahun menyampaikan dakwah dalam bentuk ajakan per individu dari rumah ke rumah. Bagi yang menerima dakwah, segera dikumpulkan di rumah seorang sahabat bernama Arqom, sehingga rumah tersebut dikenal sebagai Darul Arqam (rumah Arqom). Di rumah ini setiap hari para sahabat mendengarkan ayat-ayat Al Qur’an dan penjelasannya dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam. Di tempat inilah mereka dibina dan dikader dengan sungguh-sungguh dan terus menerus.
Dan halaqah tarbiyah sama sekali tidak identik apalagi merupakan hak milik suatu organisasi atau Jamaah tertentu. Sekelompok Muslim dari mana pun dan kapan pun bisa berinisiatif membentuk sebuah halaqah tanpa harus terikat dengan organisasi atau jamaah tertentu.
Seperti yang sudah dijelaskan di atas, halaqah tarbiyah tidak lain hanyalah wasilah (sarana) yang bisa dimanfaatkan dalam rangka dakwah kepada Allah dan melahirkan generasi yang islami. Sebagaimana metode Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam selama tiga tahun menyampaikan dakwah dalam bentuk ajakan per individu dari rumah ke rumah. Bagi yang menerima dakwah, segera dikumpulkan di rumah seorang sahabat bernama Arqom, sehingga rumah tersebut dikenal sebagai Darul Arqam (rumah Arqom). Di rumah ini setiap hari para sahabat mendengarkan ayat-ayat Al Qur’an dan penjelasannya dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam. Di tempat inilah mereka dibina dan dikader dengan sungguh-sungguh dan terus menerus.
Dan halaqah tarbiyah sama sekali tidak identik apalagi merupakan hak milik suatu organisasi atau Jamaah tertentu. Sekelompok Muslim dari mana pun dan kapan pun bisa berinisiatif membentuk sebuah halaqah tanpa harus terikat dengan organisasi atau jamaah tertentu.
B. SARAN
Penyusun
menyarankan agar para pembaca yang ingin mendalami masalah Halaqah Tarbiyah ,
agar setelah membaca makalah ini, membaca sumber-sumber lain yang lebih komplit
dan tidak hanya sebatas membaca makalah ini saja.
DAFTAR PUSTAKA
Satria
Hadi Lubis. 2010.Menggairahkan Perjalanan Halaqah.Yogyakarta: Pro-U
Tim Pokja
Akademik UIN Sunan Kalijaga.2005.Akhlak Tasawuf.Yogyakarta: Pojka
Akademik UIN Sunan Kalijaga
http://merulalia.wordpress.com/2010/03/11/petunjuk-pelaksanaan-halaqah/
http://theeta.wordpress.com/2009/01/27/materi-halaqahmengetuk-pintu-langit-di-13-malam/Friday,
21 November 2008
[6]
Daud Ali,mohammad, Hukum Islam, (
Jakarta: PT ajaGrafindo Persada, 1990),
hal. 63.
[7]
Ahmad Munawaroh, Pendidikan Ibadah,
Majelis Pendidikan dasar dan menengah,(Yogyakarta : 2009), hal. 15.
[8]
http://Hukum islam.com/html. diakses oktober 2011
[9]
http://Hukum islam, syari’at dan fiqih.com/html.
diakses 5 oktober 2011
[10]
Khallaf, abdul wahhab, Ilmu Ushul Fiqih,
(Semarang : PT. Dina Utama), hal. 314.
[12]
Ahmad Munawaroh, Pendidikan Ibadah,
Majelis Pendidikan dasar dan menengah,(Yogyakarta : 2009), hal. 15-16.
[13]
http://Hukum islam, syari’at dan fiqih.com/html.
diakses 5 oktober 2011
[14] Daud
Ali,mohammad, Hukum Islam, ( Jakarta:
PT ajaGrafindo Persada, 1990), hal.
63-64.
[15]
Khallaf, abdul wahhab, Ilmu Ushul Fiqih,
(Semarang : PT. Dina Utama), hal. 315.
[16]
Ahmad Munawaroh, Pendidikan Ibadah,
Majelis Pendidikan dasar dan menengah,(Yogyakarta : 2009), hal. 16.
[19]
Ahmad Munawaroh, Pendidikan Ibadah,
Majelis Pendidikan dasar dan menengah,(Yogyakarta : 2009), hal. 16.
[20]
Khallaf, abdul wahhab, Ilmu Ushul Fiqih,
(Semarang : PT. Dina Utama), hal. 315.
[23]
Ahmad Munawaroh, Pendidikan Ibadah,
Majelis Pendidikan dasar dan menengah,(Yogyakarta : 2009), hal. 16.
[26] http://makna maqashid.com/html.
diakses oktober 2011
No comments:
Post a Comment